Chereads / ELYANA / Chapter 18 - Chapter 18

Chapter 18 - Chapter 18

"Eli, aku senang kau kembali." ucap Lea kepada Eli.

"Jangan senang dulu, kau pikir aku akan tetap tinggal disini? Aku hanya ingin mengambil semua pakaianku dan pergi setelahnya." bantah Eli.

Lea tampak terkejut akan ucapan Eli, "Eli, kau mau kemana?"

"Bukan urusanmu!"

Eli terlihat bergegas pergi setelah memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Lea pun mengikutinya dari belakang dan berusaha menahan anak tirinya itu mati-matian.

"Tidak Eli. Jangan pergi. Papa-mu pasti akan sedih mengetahui kau pergi."

"Aku tidak peduli. Lagipula aku juga bukan putrinya lagi!"

"Eli, bagaimana mungkin kau bisa berkata begitu? Dia Papa kandungmu!"

Lea berhasil menahan lengan Eli sehingga mau tidak mau membuat wanita itu menghentikan langkahnya.

"Sekarang hanya Papa-mu satu-satunya keluarga yang kau miliki. Apa kau tega meninggalkannya begitu saja?"

Eli berdecih, "Tega? Lalu lebih tega mana dengan kalian yang sudah membunuh Mamaku?!"

"Eli, jangan salah paham. Aku maupun Papa-mu sama sekali tidak membunuh Mama-mu. Bukankah Mama-mu meninggal karena kecelakaan? Kau juga tahu itu." elak Lea.

Lagi-lagi Eli berdecih menanggapi elakan Lea. Dia pikir dirinya bodoh? Tentu saja tidak, waktu itu sebelum ia pergi setelah bertengkar dengan Lea dan Sean, ia masih mendengar dengan jelas bagaimana kedua orang itu berusaha menyembunyikan sesuatu hal tentang Sica, mendiang Mamanya.

"Nyonya Lea, kau tahu betapa menjijikkannya dirimu saat ini? Seharusnya kau juga harus ingat tentang kata pepatah yang mengatakan jika berapapun cepatnya kebohongan itu, kebenaran akan mengejarnya juga. Terima kasih atas perhatianmu selama ini, tapi apa yang sudah kau lakukan pada Mama-ku, tidak akan pernah bisa kulupakan. Seharusnya, nyawa dibayar nyawa bukan?"

Plakkk!

Diluar dugaan, tiba-tiba Lea menampar pipi Eli dengan keras.

"Dasar anak tidak punya rasa sopan santun! Mengapa kau bisa berkata begitu? Dimana otakmu?!"

Bukannya marah karena mendapat tamparan dari Lea, justru Eli malah menunjukkan senyum yang begitu sinis.

"Akhirnya, kau mengeluarkan sifat aslimu juga. Mama tiri?"

Karena tidak terima dengan sebutan Eli yang sangat tidak sopan padanya, Lea berniat akan melayangkan tamparan keduanya, namun tiba-tiba Sean datang menahan tangannya.

"LEA, APA YANG KAU LAKUKAN?!"

Mata Lea membulat, "Sayang?"

"Mengapa kau berusaha menampar Eli?"

"Di--dia memanggilku dengan sebutan Mama tiri, sayang."

Eli berdecih, "Mengapa kau harus marah? Kau kan memang ibu tiriku, jadi tidak salahkan kalau aku memanggil begitu?"

"Elyana! Bagaimana mungkin kau berkata tidak sopan seperti itu pada Lea? Padahal dia menyayangimu dengan tulus selama ini."

"Haha! Benar-benar lucu sekali. Anda menyuruh saya untuk memanggil istri anda apa kalau begitu? Mama tiri pilihan yang tepat bagiku?"

"Dasar anak tidak tahu diri!"

Kini ganti Sean yang akan menampar Eli, namun kini dia juga dihentikan oleh teriakan melengking dari seseorang.

"HENTIKANN!"

William datang seperti malaikat penolong dimata Eli saat ini, dia bergegas mendekati gadis itu dengan menariknya agar berada tepat di belakangnya.

Eli benar-benar dibuat syok akan kedatangan William, ditambah lagi sikap pria itu barusan.

"Kak William?"

"Mengapa kalian bisa melakukan hal ini pada Eli?" katanya melawan Sean.

"Wil, sejak kapan kau datang?" tanya Lea.

"Itu bukan urusanmu! Dia putriku!" sambung Sean.

"Sejak aku tahu kau membunuh Mamaku, aku bukan putrimu lagi, Tuan Anderson."

Sean terlihat sangat marah ketika masalah Sica kembali diungkit, "Ya! Kau!"

Dia bersiap akan mendekati Eli, tapi William sudah menghadang jalannya. Ia tidak akan membiarkan siapapun berani menyentuh Eli satu jengkal pun.

"Sepertinya anda suka sekali bermain kasar." sindir William.

"Minggir kau! Biar kuberi pelajaran anak itu!"

"Benar, dia sudah sangat kelewatan. Wil, jangan ikut campur!" sambung Lea mulai memprovokasi.

"Mama, kau benar-benar sangat mirip dengan pria ini. Pantas saja kalian rela melakukan berbagai cara untuk bisa bersatu termasuk, membunuh Kim Sica dan menceraikan Papa."

"WILLIAM, TUTUP MULUTMU!"

"Why? Aku mengatakan yang sebenarnya kan? Kalian memang berjodoh. Oh iya, aku juga ingin mengatakan sesuatu pada kalian."

William menoleh ke arah Eli lalu merengkuh tubuh gadis itu. Eli yang belum siap akan tindakan William hanya bisa pasrah.

"Apa kalian tahu? Kami juga sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Sayang, beri salam pada kedua orang tua kita ini."

Deg! Deg!

Eli merasa jantungnya dipompa begitu cepat ketika William baru saja mengatakan kalau dirinya adalah kekasih pria itu. Jadi rencana balas dendam waktu itu masih berlaku? Oh ayolah, mengapa jantungnya harus menanggapinya dengan berlebihan? Ini hanyalah pura-pura.

Eli pun tersenyum dan akan mengikuti alur yang dibuat William, di awali dengan gelayutan manja pada lengan pria itu diikuti kecupan ringan di pipinya.

"Eyy, sayang. Jangan mengatakan yang sebenarnya pada mereka, nanti mereka bisa kena serangan jantung setelah mengetahui hubungan kita selama ini." jawab Eli.

Sean dan Lea benar-benar terkejut akan apa yang mereka lihat dan dengar sekarang.

"Kalian?!"

"Tuan Anderson, jangan sekaget itu. Kalian saja bisa bersatu dengan melakukan cara apapun, masa kami juga tidak bisa? Dan yang lebih penting, kami tidak sedarah. Iyakan sayang?" jelas Eli.

William mengangguk, "Sayang, sepertinya kita harus pergi sekarang. Aku sangat merindukanmu."

Deg! Deg! Deg!

Jantung Eli benar-benar tidak bisa diajak kompromi karena terus berdetak cepat ketika William mengatakan hal-hal yang manis untuknya.

"O-oke, sayang."

"Kami pamit!"

William menuntun Eli pergi dari sana meninggalkan Lea dan Sean tidak bisa berkata-kata.

Ketika mereka keluar, Christ sudah menyambutnya di samping mobil. Pria itu tersenyum ke arah Eli dan menyapanya dengan hangat.

"Hai, Eli."

"Christ? Hai!"

"Aku senang kau kembali--"

William tiba-tiba membungkam mulut Christ, "Sudahi mengobrolnya, aku mau pergi dengan El sekarang."

"Benarkah? Baiklah, mari saya antar."

"Tidak! Hanya kita berdua. Kau pulang dengan taksi."

"Eh? Tapi sir?"

"Mau kupotong gajimu?" ancam William mengeluarkan jurus andalannya.

Christ menggeleng, "Ti--tidak, baiklah nikmati waktu kalian. Selamat tinggal, Eli."

William dan Eli pun masuk ke dalam mobil lalu melaju pergi menaiki mobil itu. Entah kemana William mau membawa Elipergi, tapi kini gadis itu begitu senang dengan kejadian dimana tadi ia bisa membuat Lea dan Sean sangat-sangat terkejut.

"Kak Wil, terima kasih. Itu tadi sangat menyenangkan."

Eli pun mulai mengungkapkan perasaannya dan tidak ketinggalan senyum yang terus terpatri di bibirnya.

William mendengarkan dengan seksama tapi kemudian ia mengerem mobilnya tiba-tiba. Dahi Eli hampir saja kejedot dashboard karena hal itu.

"Kak, kena-- ahh!"

Diluar dugaan William menyudutkan tubuh Eli setelah melepaskan sabuk pengaman di badannya.

"Kak Wil?"

William memandang wajah Eli dengan jelas. Dari sudut matanya, bibir tipis Eli benar-benar menarik minatnya. Ia mengusapnya lembut menggunakan jarinya. Kemudian ia mencengkram lembut dagu Eli. Selanjutnya, ucapan William membuat mata Eli sontak membulat.

"Beraninya kau menciumku tanpa permisi. Haruskah aku menghukummu, gadis nakal?"

Ah, jadi ini alasan diamnya William tadi?