"Ah! Jangan meninggalkan jejak di leherku!"
Wanita itu merengek menolak ciuman dari pria yang sedang memangkunya itu. Meskipun ruang mobil itu besarnya tidak seberapa, mereka seperti nyaman-nyaman saja.
"Sayang, ayo lakukan lagi." hasut pria itu yang nampak sudah bergairah.
"Astaga, apakah tadi masih kurang? Kita sudah melakukannya berkali-kali di hotel, sepertinya gairahmu akhir-akhir ini benar-benar meledak. Aku saja sampai kewalahan."
Pria itu terkekeh dan meraup dagu wanitanya, "Dan inilah alasanmu lebih memilihku kan?" godanya.
Wanita itu mencium kilat bibir si pria sebagai jawaban.
"Benar sekali, Sean Anderson. Aku sangat mencintaimu, jadi aku tidak bisa menolakmu. Haruskah kita bercinta di dalam mobil seperti sekarang?"
"Ide yang sangat bagus, apakah kau siap, nyonya Lea?" goda Sean.
Mereka pun kembali berciuman dengan gairah yang sama-sama meledak. Sementara itu, tidak jauh dari mobil itu terparkir, seorang wanita terlihat turun dari motor dengan sebuah tas berisi bekal makanan di tangannya.
"Kau yakin tadi itu suamimu, kak Sica?"
"Yuri, aku sudah bersamanya selama belasan tahun. Meskipun hanya siluetnya saja, aku pasti langsung mengenalinya."
Sica hari ini berniat mengunjungi Sean yang sudah lama tidak pulang karena sibuk bekerja, makanya ia menyiapkan bekal makanan dan saat ia akan mengantarnya, kebetulan Yuri yang juga tetangganya itu akan pergi keluar rumah dengan motornya. Yuri menawarinya tumpangan dan kebetulan karena tujuan mereka searah, Sica pun menerima tawarannya. Tetapi, saat motor harus berhenti karena lampu lalu lintas bewarna merah, ia tidak sengaja melihat Sean ada di dalam mobil dengan seorang wanita yang Sica tebak adalah bosnya.
Meskipun kaca mobil berwarna hitam, Sica tahu betul jika siluet yang terlihat dari luar itu adalah suaminya. Dan disinilah ia sekarang setelah menyuruh Yuri untuk mengikuti mobil itu dari belakang. Entahlah, hatinya mengatakan untuk mengikutinya.
"Kak, bagaimana jika kita melanjutkan perjalanan saja? perasaanku tidak enak." usul Yuri.
Sica menolak, "Tidak, Yuri. Ah iya, terima kasih atas tumpangannya. Kau duluan saja."
"Tapi kak--"
"Hei, bukankah kau buru-buru? pergilah." usir Sica halus.
"Tidak mau, nanti kalau dia bukan kak Sean bagaimana?"
"Percayalah padaku. Lagipula jika memang dia bukan suamiku, aku bisa naik taksi untuk ke tempatnya."
Yuri pun akhirnya mengalah, meskipun hatinya masih terasa berat.
"Baiklah, kabari aku jika kau sudah bertemu dengannya. Bye!" pamitnya.
Motor Yuri pun menjauh pergi meninggalkan Sica sendirian di sana, ia pun kemudian memutuskan mendekati mobil itu. Namun, belum beberapa langkah ia berjalan, terdengar suara aneh yang cukup keras dari dalam mobil sekarang.
"Apa aku pergi saja ya? Jika aku menangkap basah yang tidak seharusnya aku lihat bagaimana?" ujar Sica jadi khawatir.
Sica nampak mempertimbang-timbangkan keputusan yang akan ia pilih, meskipun langkahnya terasa berat, tapi entah mengapa perasaannya mengatakan agar dirinya harus berlanjut untuk melihat apa yang terjadi di dalam mobil dan memastikan jika itu Sean. Meskipun sekarang ia sangat berharap jika ia tadi salah lihat kalau Sean tidak berada di dalam mobil ini.
"Baiklah, mari lakukan." ucapnya pada diri sendiri.
Sica memberanikan diri untuk menerima segala kemungkinan yang akan terjadi. Kakinya pun melangkah untuk mendekati mobil jauh lebih dekat, karena kaca mobil itu bewarna gelap, jadi Sica sedikit kesusahan untuk melihat aktivitas yang berada di dalam mobil, tapi ketika ia sudah akan mengintip, Sica dibuat kaget dengan pergerakan yang tidak wajar dari dalam mobil yang sedang terparkir di basement mall itu.
Dari sana perasaan Sica sudah tidak enak, namun ia juga sangat penasaran apakah Sean benar-benar ada di dalam? Ia pun kembali mencari tempat yang pas untuk mengintip, dan ketika ia benar-benar mendapatkan sisi yang tepat, matanya nampak melotot tak percaya melihat pemandangan di depannya itu, apalagi menggunakan mata kepalanya sendiri.
Di dalam mobil itu, ia melihat suaminya tengah berhubungan badan dengan seorang wanita yang sempat ia tebak adalah bosnya itu. Sica mundur beberapa langkah diikuti perasaannya yang hancur. Segala kepercayaan dan kesetiaan di atas komitmen yang sudah mereka buat seketika luntur, jadi beginikah suaminya selama ini?
Namun kepala Sica nampak menggeleng berusaha tidak menerima kenyataan ini, pasalnya Sean tidak pernah menjadi sesosok suami yang buruk selama ini, tapi barusan ia melihat sendiri bagaimana dia bisa bercinta di dalam mobil bersama wanita lain.
Tanpa sadar Sica menangis sesenggukan dibayangi wajah Eli dibenaknya. Untung saja dia tadi tidak ikut, jika dia ikut dan melihat apa yang dilihatnya sekarang, pasti Eli akan sangat merasa sedih dan hancur. Bagaimana bisa ayah yang begitu ia banggakan, tega bermain api di belakang seperti ini, jadi inilah alasannya jarang pulang selama ini? Sica benar-benar tidak habis pikir dengan Sean karena ketidaksetiaan Sean.
Sica pun akhirnya menghapus air matanya, ia maju dan diluar dugaan menggedor-gedor kaca mobil dengan keras berharap Sean dan selingkuhannya menyadari keberadaannya.
"Ya kau! Keluar! Keluar kau jalang!"
Sean dan Lea nampak terkejut karena aktivitas intim mereka diganggu, namun mereka jauh lebih terkejut melihat siapa yang menghentikan mereka terlebih lagi Sean.
"Sica?" ucapnya tak percaya.
Lea turun dari pangkuan Sean, "Bukankah itu istrimu?"
Ya, Lea tahu Sica karena dirinya dan Sean sudah saling terbuka satu sama lain mengenai kisah rumah tangga masing-masing.
"Pakai bajumu, aku hadapi dia dulu." ucap Sean lembut kepada Lea.
Setelah memakai pakaiannya juga, Sean pun bergegas keluar dari dalam mobil untuk menghadapi Sica.
"Sayang, bagaimana kau bisa ada disini?" tanyanya seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.
Sica nampak berdecih lalu langsung menampar pipi Sean dengan keras, bermaksud menumpahkan kekecewaannya kepada pria itu.
"Sayang? Setelah apa yang kau lakukan barusan bersama jalang itu kau masih bisa berucap manis? Menjijikkan."
Kemudian Sica memukul dada Sean dengan keras mulai menangis.
"Hatimu terbuat dari apa huh? Beraninya kau menodai hubungan suci kita! Jadi alasanmu jarang pulang adalah ini? Ya, Sean Anderson, apa kau tidak pernah merasa bersalah pada putrimu Elyana? Dimana hati nuranimu?!"
Awalnya Sean hanya diam tidak menjawab tuduhan yang dilayangkan Sica kepadanya, karena pada kenyataannya wanita itu memang benar kalau ia selama ini berselingkuh di belakangnya, namun ketika disaat Lea turut bergabung, Sica langsung mendorong tubuh Lea sampai membuatnya terjengkal ke belakang.
"Jalang! Beraninya kau menggoda suamiku! Hatimu terbuat dari apa?!" marah Sica.
"Sica! Apa yang kau lakukan?!" bentak Sean dan langsung membantu Lea untuk berdiri.
"Kau tidak apa-apa, sayang?"
Lea menggelengkan kepalanya, "Tidak, tapi sepertinya lebam sedikit." jawabnya manja.
Sica berdecih, "Ah, jadi kau lebih memilih si jalang ini dibanding keluargamu sendiri?! Kau benar-benar menjijikkan, Sean?!"
Sean yang awalnya diam saja, mulai tersulut emosinya. Sontak Sean pun balik mendorong tubuh Sica kuat sampai istrinya itu terjatuh mencium dinginnya lantai basemen itu.
"Sekali lagi kau menyebut Lea dengan sebutan itu, aku tidak akan membiarkanmu hidup, Sica!" ancam William serius.
Perasaan Sica benar-benar semakin hancur melihat kenyataan jika Sean lebih membela wanita itu dibanding dirinya dan seakan tidak merasa bersalah sedikit pun dengan perbuatan kejinya.
"Kau tahu? Tiap hari Eli maupun aku selalu berharap kau pulang dan makan bersama kami, tiap detik kami selalu mengkhawatirkanmu apakah kau makan dengan baik, tidur yang cukup, dan tidak sakit. Cih, tapi setelah melihat kenyataannya, ternyata aku dan Eli terlalu berlebihan. Orang yang kami khawatirkan dan banggakan selama ini, ternyata seperti ini."
"Tutup mulutmu!"
"Kenapa? Kenyataannya memang begitu, Sean!"
Sean yang benar-benar sudah sangat emosi, secara tidak terduga langsung menyekik leher Sica dengan kuat.
"Kau sudah membuatku emosi Sica! Kau pikir kau bisa kabur?!"
Mata Lea membulat, "Hei, Sean hentikan! Kau sudah berlebihan."
Sean tidak mendengarkan teriakan Lea dan seakan kalap dengan Sica, ia makin mencekik kuat istri sahnya itu.
"Sayang, hentikan." Lea masih berusaha menghentikan aksi Sean.
Dan akhirnya berhasil, Sean melepaskan tangannya dari leher Sica setelah dihentikan oleh Lea, hingga Sica nampak terbatuk-batuk.
"Apa yang kau lakukan? Kau mau membunuhnya?" ujar Lea tidak percaya.
"Sayang, aku tidak terima dia memanggilmu seperti itu."
Sean dan Lea terlibat pertikaian kecil, disana Sica pun mengambil kesempatan untuk melarikan diri.
Aku harus lari! Batinnya.
Sica pun lari sejauh mungkin tanpa sepengetahuan mereka, ia harus menyelamatkan dirinya sendiri saat ini dan kemudian membawa Eli pergi. Namun disaat ia akan menyebrang jalan, tiba-tiba mobil hitam melesat dengan kecepatan tinggi ke arahnya dan Sica pikir ia akan mati di detik itu juga, tapi ia salah karena mobil itu berhenti diwaktu yang tepat.
Cyiiitttttttt~
Seorang pemuda yang sepertinya pemilik mobil itu keluar dan terlihat marah-marah.
"Kau mau cari mati ya?"
Sica berlutut di kaki pemuda itu setelah tahu ia selamat, "Nak, tolong aku! Tolong!"
"Apa yang kau katakan? minta tolong kenapa?"
"Ada apa?" tiba-tiba seorang pria turut bergabung.
"Aku juga tidak tahu, tiba-tiba dia berlutut minta tolong."
Tidak berapa lama sebuah mobil nampak berhenti di depan mereka, salah satu pria itu kembali masuk ke dalam mobil seperti menghindari sesuatu.
"Hei, kau mau kemana?"
Sica pun kini menggelayuti kaki pemuda satunya, "Tolong aku nak, tolong!"
Dan ternyata mobil tadi adalah milik Sean yang kemudian turun dan mendekati mereka, Sica pun begitu terkejut dan bersembunyi di belakang pria muda itu.
"Tolong aku!"
"Ayo ikut aku!" ajak Sean.
Sica menggeleng, "Pergi kau, pergi?!"
"Sebenarnya ada apa ini?" tanya pemuda tadi.
"Dia istriku, kebetulan dia memang sedikit tidak waras semenjak kematian putrinya." jawab Sean beralasan.
Sica nampak membulatkan matanya tak percaya, ia menggelengkan kepalanya.
"Dia berbohong, aku tidak gila, tolong aku." mohon Sica.
"Jangan mempercayainya, nak. Tolong biarkan dia bersamaku, aku tadi berniat akan membawanya berobat."
"Ah, begitukah?"
Pemuda itu nampak berpikir sejenak, namun jika dilihat dari penampilan Sica saat ini, dia memang terlihat berantakan.
"Baiklah, silahkan." putusnya akhirnya.
Sica menggeleng, "Tidak, tolong aku. Kumohon, kumohon!"
"Tidak, bibi. Kau harus mengikuti perintah suamimu."
Sean tersenyum menang, "Terima kasih." dia pun membawa Sica pergi dan masuk ke dalam mobil.
Dan pemuda itu, dia juga kembali ke dalam mobilnya dan menatap temannya heran.
"Hei, mengapa kau malah kabur? Kau hampir saja menabraknya."
"Leon?"
"Ya?"
"Kau tahu siapa pria itu?"
"Wil, apa maksudmu?"
"Dia selingkuhan Mamaku. Dia yang membuat Mamaku menceraikan Papaku sampai membuatnya bunuh diri."
Mata Leon sontak membulat setelah mendengarkan penjelasan Leon. "Ya! Bagaimana mungkin kau diam saja? Lalu siapa wanita tadi? Astaga!" panik Leon.
"Dia istri pria itu."
"Kalau kau tahu mengapa kau malah diam saja, Wil?!"
Dan semenjak hari itu, William memutuskan pergi keluar negeri untuk menenangkan diri setelah tahu jika wanita itu meninggal ditangan Sean dan Lea.
Sementara William, dia tetap memilih tinggal bersama rasa dendamnya.