Chereads / ELYANA / Chapter 15 - Chapter 15

Chapter 15 - Chapter 15

"Tidak, ini sangat tidak masuk akal. Maksudku, kenapa kalian harus melakukan semua ini hanya untuk menyelamatkan aku?!"

Eli memperotes Logan yang baru saja menjelaskan maksud dari bibi penjual bunga yang sudah mempersiapkan pertemuan ini dengan putranya yang juga sudah tahu akan terjadi hal seperti ini.

"Nona Eli, ini adalah tugas kami untuk menjaga anda."

"Menjagaku? Kau bilang ini menjagaku? Kau tahu tidak? Ibumu meninggal karena sudah mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkanku! Apa kau tak marah padaku?"

Logan tampak menunduk, lalu ia kembali memandang Eli dengan senyum terbaiknya.

"Mamaku sudah memilih bagian terbaik dari hidupnya, itu janjinya. Dia bahagia sekarang."

Eli mengernyit bingung akan ucapan Logan, "Aku sama sekali tidak mengerti dengan ucapanmu, Logan!"

"Tugas saya disini adalah melanjutkan pekerjaan Mama saya untuk menjaga anda. Selain itu, saya tidak bisa menjelaskannya lagi."

"Logan?"

"Nona Eli, anda belum makan bukan? Saya sudah memesankan makanan tadi, silahkan dimakan. Ah, anda boleh memakai kamar saya untuk tidur, saya akan tidur di kamar belakang. Jika anda butuh sesuatu, tolong panggil nama saya. Saya permisi!"

Ketika Logan hendak beranjak pergi, Eli tidak membiarkannya begitu saja dengan menahan lengannya.

"Jangan bersikap seperti ini padaku! Kau mau membuatku mati penasaran? Mengapa kau terus mengatakan hal yang tidak aku mengerti?"

Lagi-lagi Logan tersenyum, "Tolong bersabarlah sedikit, anda akan tahu sebentar lagi. Untuk sekarang, demi menjaga keselamatan anda, tolong tetap tinggal disini dan jangan keluar dari rumah ini."

Setelah mengatakan hal itu, Logan benar-benar berlalu pergi dari sana meninggalkan serangkaian tanda tanya di kepala Eli.

"Jadi kau mau main detektif-detektifan denganku ya? Oke, jika kau tidak mau memberitahuku, aku akan mencari tahunya sendiri!"

Sementara itu, tanpa disadari Eli, Logan terlihat menghubungi seseorang melewati ponselnya.

"Halo? Tuan Dylan, nona Eli sudah berhasil menemui saya."

*********

"Grrrrhhhk!"

Entah ini sudah gelas ke berapa yang sudah William tenggak, yang jelas hari ini ia hanya ingin minum banyak untuk menghilangkan sakit hatinya.

William mengadahkan kepalanya ke atas merasakan pusing yang tiba-tiba menyerangnya, mungkin ini karena efek stress yang melandanya. Malam ini ia menyewa satu ruangan VIP di salah satu klub langganannya hanya untuk minum dan menjernihkan pikirannya. Ia sekarang sendirian di ruangan itu, karena ia butuh waktu sendiri. Sebenarnya ia datang bersama Christ, tapi ia menyuruh pria itu untuk menunggunya di dalam mobil.

Sejenak ia memejamkan matanya berharap jika pusing itu hilang. Suasana pun semakin sunyi, kebetulan ruangan itu kedap suara. Jadi alunan diskorsi musik dari luar sama sekali tidak terdengar. Saat-saat seperti ini adalah waktu yang terbaik untuk dijadikan meditasi atau menenangkan diri.

Demi Tuhan, William hanya ingin melupakan rasa sakit sehabis menerima kenyataan pahit dari seorang wanita yang dicintainya yang sudah tak seperasaan. Rasa harapnya sudah terbuang sia-sia, ia pernah mengubur rasa cinta itu lalu dan beberapa hari belakangan ini kembali tumbuh bersama harap ketika dia datang, tapi pada akhirnya dengan keterpaksaan ia harus menguburnya dalam-dalam kembali ketika kenyataan membangunkannya. Dia sudah tidak sama lagi. Sissy sudah tidak memiliki perasaan padanya. Dan betapa sangat menyakitkannya mengetahui kenyataan ini.

Dan ketika William berlarut-larut dengan pikirannya, tiba-tiba tanpa disadarinya seorang wanita berpakaian minim terlihat masuk ke dalam ruangan itu tanpa permisi. Tatapannya terlihat berbinar mengetahui William berada di depannya.

Wanita berambut merah itu memberingsut mendekati William dengan duduk di sampingnya.

William yang menyadari pergerakan di sampingnya mengernyit dan langsung membuka matanya yang sempat terpejam. Matanya membulat sempurna ketika mengetahui ada orang lain diruangan itu selain dirinya. Tatapannya pun tampak menyorot tidak suka.

"Yuna? Sejak kapan kau ada disini?"

"Wil, aku merindukanmu!" ucapnya menggelayut manja di lengan William.

"Menjauh dariku!"

"Kenapa? Apa kau tidak merindukanku?" tanyanya dengan manja.

"Apakah proyek dengan sutradara A masih kurang?!"

Yuna tampak menatap William tidak suka setelah mendengar ucapannya barusan.

"Aku tidak membutuhkannya. Aku hanya membutuhkanmu! Bisakah kita menjadi sepasang kekasih? Aku akan memuaskanmu sepanjang waktu!" tawar Yuna sambil mengusap dada bidang milik William.

"Cih! Dasar murahan! Apa kau pikir aku tidak tahu kau sudah menerima hadiah dariku? Kau sudah mendapatkan proyeknya kan? Jadi apa maksudmu yang tidak penting? Ah, mungkin maksudmu yang sebenarnya adalah kau membutuhkan proyek lain, begitu?"

"Wil, kau tahu? Agensiku-lah yang menginginkannya. Sebenarnya aku tidak--"

"Jangan berusaha bersandiwara di depanku!"

William sangat tahu Yuna itu wanita seperti apa. Dia adalah artis yang tengah naik daun saat ini, dia terkenal di mata publik setelah berhasil memainkan perannya di film-film yang dimainkannya. Banyak orang mengaguminya karena bakat aktingnya, tapi sebenarnya bukan hanya bakat saja yang turut andil sehingga ia menjadi terkenal sampai saat ini.

Artis rookie seperti Yuna, harus mencari koneksi orang-orang yang begitu berpengaruh di negara ini misalnya seperti dirinya. Ia mengenal banyak sutradara-sutradara terkenal, dengan hanya mengatakan A saja, para sutradara itu akan mengiyakan permintaannya dengan mudah.

Maka dari itu, kasus seperti Yuna ini bukan yang pertama baginya, bahkan sampai berkali-kali ia mengalaminya. Entah sudah berapa banyak artis rookie datang menawarkan diri padanya, sebagian dari mereka ada yang ia terima, dan sisanya ia tolak mentah-mentah.

Karena dirinya juga tipikal orang pemilih. Mereka hanya memuaskannya dengan memberikan tubuhnya padanya, lalu sebagai imbalan ia mengajukan mereka kepada salah satu sutradara untuk di proses menjadi pemeran utama di sebuah film.

"Wil, aku sakit hati denganmu. Apakah yang waktu itu belum kurang? Kau sudah mengusirku dari rumahmu, lalu sekarang kau juga ingin melakukan hal yang sama??"

"Kau tahu prinsipku? Mati satu tumbuh seribu. Kau sudah kubuang, Yuna. Jadi jangan berharap kembali, toh kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan!"

"Mengapa kau bisa berlaku sejahat ini padaku? Apakah gara-gara wanita pelacur itu kau jadi seperti ini?"

Mata William menyipit tajam ke arah Yuna, "Siapa yang kau maksud pelacur, Jalang?!"

"Elyana. Dia pelacurmu kan?"

William mencengkram leher Yuna, "Beraninya kau!"

"O? Wil, tolong lepaskan tanganmu dari leherku! Sakit!"

"Kau pikir bisa lepas setelah mengucapkan kalimat barusan?"

"Me-mengapa kau semarah itu? Aku hanya mendengar rumor yang sedang beredar di kampus, lalu ditambah lagi dia yang bersamamu di rumahmu. Jika dia bukan pelacur, lalu mengapa dia mendekatimu?"

William memperkuat cengkraman tangannya di leher Yuna, "Apa maksudmu rumor yang sedang beredar tentangnya? Apa kau mengenal Eli?"

"Awalnya aku memang tidak mengenalnya, tapi ternyata dia adalah juniorku di kampus. Rumor yang mengatakan jika dia adalah seorang pelacur sedang menjadi perbincangan hangat di kampus, bahkan ia juga diisukan tidak kuliah lagi karena hamil!"

"Siapa yang menyebarkan rumor sialan itu?!" marah William.

"A--aku tidak tahu. Aku hanya mendengarnya dari teman-temanku. Sekarang, bisakah kau lepaskan aku?!"

Akhirnya William melepaskan cengkraman tangannya dari leher Yuna, lalu beranjak pergi dari ruangan itu.

"O? Sir, kau sudah kembali?" sambut Christ pada William setelah pria itu masuk ke dalam mobil.

"Kita pulang sekarang."

Christ tampak mengernyit mendapati sikap Wiilliam yang aneh. Apakah Tuannya se-depresi itu karena patah hati? Pikir Christ.

"Christ?"

"Ya, sir?"

Ada jeda sesudah William memanggil Christ. Seolah-olah pria itu sedang menimang kalimatnya sendiri.

"Apakah dia sudah pulang ke rumah?"

Christ tampak mengernyit, "Dia? Ah, nona Lily?"

"Bukan, dia!"

"Hmm, apakah maksud anda nona Sissy?" tanya Christ hati-hati.

William berdecak, "Bukan, maksudku Elyana!"

Seketika Christ menghentikan mobilnya seraya mengerem mendadak.

"Christ! Kau mau membuatku mati ya?!"

"Ma--maaf bos, tapi apakah saya tidak salah dengar? Bukankah anda tidak mau membahas Eli lagi?"

William tampak terdiam, "Aku hanya tanya saja." elaknya.

Christ tersenyum, lalu raut wajahnya berubah sedih.

"Belum sir. Saya sudah mencari keberadaannya tapi saya tidak menemukan jejaknya sama sekali."

"Kau menyelidikinya tanpa sepengetahuanku?" tanya William marah.

"Bukan begitu sir, saya hanya sedikit menyesal karena sudah membiarkannya pergi waktu itu." sesal Christ.

William tidak menjawab. Ia lebih memilih memejamkan matanya sambil bersender pada jok mobil itu. Ucapan Yuna terus terngiang di dalam kepalanya mengenai rumor yang beredar tentang Eli di kampus. Ia sama sekali tidak menyangka ada rumor seperti itu mengenai gadis itu.

"Christ?"

"Ya, sir?"

"Temukan keberadaan Elyana secepatanya!"