Jullian balik menatap Allan dengan penuh selidik. Tak lama setelah itu, ia menunduk, menutup mata sambil menghembuskan nafas kasar.
"Duduklah, Allan. Senang melihatmu datang memenuhi undangan tidak resmi dariku ini."
***
Allan hanya tersenyum tipis sebelum memutuskan untuk duduk di sebelah Eva.
Jullian menatap Eva dan Allan secara bergantian. Sedangkan Eva menatap Allan serta Jullian keheranan.
"Apa....yang terjadi disini?? Mengapa kau mengundang Allan??"
Jullian menghela nafas
"Tidak ada. Aku hanya ingin mengatakan terimakasih kepadanya karena telah menemukan putriku yang hilang."
"Wait?? What? Untuk apa berterimakasih padanya?? Itu hanya kebetulan." Kesal gadis itu.
Allan tersenyum miring.
"Ah, begitu rupanya. Mungkin, Eva benar, Sir. Itu hanya kebetulan saja."
Eva menatap Allan yang sedang menatapnya dengan pandangan geli seolah olah perkataan Eva tadi begitu lucu untuknya.
Tak lama, seorang pelayan datang membawakan pesanan. Jullian yang merasa tidak enak menyodorkan waffle miliknya kepada Allan.
"Maaf, aku lupa memesankannya untukmu. Kau bisa ambil ini. Aku akan pesan lagi."
"Ah, kalau begitu, aku akan pesan Ice americano satu." Balas Allan di angguki oleh Jullian. Pelayan kemudian pergi setelah mencatat pesanan tambahan.
Eva yang merasakan aura canggung tak tahan dengan situasi.
"Um...aku ke toilet sebentar."
Allan memperhatikan Eva, dari awal ia berjalan hingga hilang di balik dinding menuju toilet.
"Tadinya, aku sempat melupakan undangan yang ku berikan padamu." Suara Jullian mengalihkan Allan dari keterpakuannya pada Eva.
Lelaki tampan itu tersenyum tipis.
"Jadi, itu benar benar dia??"
"Ya. Kau mengenalnya dengan sangat baik." Balas Jullian.
"Apa kau tertarik padanya??" Ucap Jullian lagi. Kali ini penuh penekanan seolah olah menegaskan Allan agar tidak kurang ajar.
Allan tersenyum miring.
"Kalau menurutmu bagaimana??"
Terlihat rahang Jullian mengeras.
"Perjanjian kita sebelumnya tidak seperti ini, Allan. Tugasmu hanyalah melindunginya dari bahaya. Aku sudah menegaskan padamu berulang kali."
"Lalu?? Apa aku tidak bisa menyukainya?? Semua orang memiliki hak untuk mencintai orang yang ingin di cintainya, Sir." Balas Allan membuat tatapan tajam milik Jullian tak bisa beralih dari wajahnya.
"Perjanjiannya tidak seperti itu. Kau tau ketentuannya. Aku pikir kau tidak bodoh."
"Kenapa?? Katakan alasan mengapa aku tidak bisa memilikinya."
Diam. Jullian hanya terdiam ketika Allan mengajukan pernyataan itu.
"Karena kau sudah memiliki sekitar 45% saham milikku, sesuai permintaanmu. Kesepakatan terjadi ketika aku memintamu melindungi Eva sebagai balasannya."
Allan mendengus.
"Kau pikir anakmu seharga 45% saham perusahaanmu, begitu??"
Brak!
Meja yang ada di hadapan Allan sedikit tersentak akibat tinjuan Jullian.
"Beraninya kau.."
"Aku tidak mengatakannya. Kau yang melakukannya tadi."
Jullian terdiam. Ia menutup matanya sejenak, kemudian menyalakan sebatang rokok. Allan dengan wajah yang kembali datar hanya memperhatikan gerak gerik milik lelaki tua itu.
"Aku tak bisa menempatkannya di sisi mu lebih lama. Ku ingatkan oadamu jika musuh mu lebih banyak dari musuhku. Hal itu tidak akan menjamin keselamatan putri tercintaku."
Allan tersenyum sinis.
"Jadi, kau tidak percaya padaku?? Lalu, mengapa kau meminta jasa ku untuk melindungi putrimu itu?"
"Ck!! Mengapa kau susah sekali untuk mengerti?! Ku pikir kau adalah orang yang cerdas mengingat siapa dirimu sebenarnya." Kesal Jullian.
Tak lama, lelaki tua itu mematikan puntung rokok miliknya.
"Tentu saja aku percaya padamu. Tapi jangan berharap aku menaruh seluruh kepercayaanku padamu. Untuk keadaan ku saat ini, aku belum bisa mempercayai siapapun."
"Maka dari itu, kau hanya perlu tenang. Sudah ku bilang putrimu aman bersamaku."
Lelaki tua itu mendengus geli.
"Well, memang ku akui caramu bekerja sangat unik dan efisien. Setelah kau membawa putriku dalam rencanamu beberapa hari yang lalu di Bali, aku meragukan segalanya."
Jullian memperhatikan gerak gerik pria di depannya. Walaupun aura membunuh serta mencengkam miliknya membara, namun Lelaki tampan itu tidak terpengaruh. Bawaannya selalu tenang, tanpa emosi, sehingga pria ini dapat di percaya oleh semua orang.
"Ah, kau memata mataiku ternyata..."
"...Begitulah caraku bekerja, Jullian. Aku tau putrimu berbakat. Maka dari itu, ketika sudah bersama nanti, aku tak ingin mengekang dirinya, sepertimu. Dia masih muda. Hidup dalam sebuah sangkar sama saja dengan mati.."
Melihat pria tua itu hanya diam, Allan kembali melanjutkan.
"Dan satu hal yang perlu kau tau, aku melakukan itu untuk menjaga putrimu. Agar selalu berada dalam jangkauanku. Kau juga mengakui bahwa musuhku lebih banyak dari dirimu, seorang pemimpin negara. Aku tak ingin mengambil resiko, meninggalkannya begitu saja."
Tampak senyum tipis terukir di wajah Jullian.
"Hm..alasanmu cukup masuk akal."
Allan menghembuskan nafasnya gusar.
"Untuk itu, kau tidak perlu mengkhawatirkan Eva. Aku tahu apa yang aku lakukan, Sir. Aku tak mungkin membiarkannya terluka."
Melihat senyum manis terukir di bibir Jullian, Allan mendengus kesal.
"Aku tahu kau hanya mengujiku, old man."
Suara kekehan milik Jullian terdengar setelah ucapan itu terlontar dari mulut Allan.
"Hahaha. Kau sangat cerdas, anak muda. Terlalu sulit untuk membohongi dirimu! Ah, aku iri!! aku jadi ingin cerdas juga seperti mu."
"Melihat kau tidak merestui ku dengan Ev—"
"Vader..."
Kedua lelaki itu serempak menatap ke sumber suara. Eva tampak berjalan pelan, menghampiri mereka dan berhenti di sebelah Allan dengan wajah sendu.
"Eva? Apa yang terjadi padamu? Mengapa kau lama sekali??" Tanya Jullian khawatir.
"Mum...."
"Ada apa dengan Mum?"
"Mum...dia...baru saja meneleponku, Vader."
-PrincessEscape-
——————————————————
-We're almost there-
——————————————————
I HOPE YOU LIKE IT!!
Thank you for always suport me!!
See you in next chapter!!
XoXo!
@deerouxx
@FranklinPrincess
Inst : @Qiqi_rz