Amsterdam, Netherlands
One day before...
Eva melihat dengan teliti gerbang tinggi dan megah, dimana Mansion milik keluarga Stefangush terpampang nyata di hadapannya. Keadaannya masih sama seperti tiga tahun lalu.
Sebuah sentuhan di bahu menyadarkannya dari lamunan panjang.
"Ibu mu sudah menunggu..."
Eva mengangguk samar. Tak lama kemudian, mobil yang mereka tumpangi memasuki gerbang, setelah gerbang berhasil di buka dengan pasword oleh sang supir.
Ya. Halaman luas, dan beberapa tanaman masih sama pada tempatnya. Hanya saja, kali ini bunga bunga yang di tanam sudah bermekaran, hampir seluruhnya.
Mobil berhenti tepat di depan lobi mansion. Jullian keluar terlebih dahulu, di ikuti Eva di belakangnya. Dengan ragu, wanita itu mengekori ayahnya.
Pintu utama terbuka, menampilkan sesosok wanita cantik yang sudah berumur. Raut wajah khawatir terpampang jelas di hadapannya.
"Eva..."
Suara lirih di sertai pelukan hangat itu menyabut Eva. Eva dengan erat membalas pelukan sang ibu.
"Ibu...maafkan aku..."
Tangan wanita paruh baya itu menyentuh lembut rambut sang putri. Lalu menangkup wajah tirus itu.
"Aku sangat khawatir padamu. Syukurlah kau baik baik saja!"
"Maaf, bu....maaf...."
Jullian berdehem.
"Sebaiknya kita masuk terlebih dahulu. Tidak enak di pandang oleh para pelayan."
...
"Hidupku baik baik saja, bu! Berkat keluarga Steven. Mereka sangat baik padaku. Aku dan Jane berusaha membuka usaha. Tak menyangka usaha yang kami kerjakan membuahkan hasil. Sekarang, cafe kami berkembang...."
Eva terdiam. Ia baru teringat tentang Allan. Lelaki itu yang telah mengambil alih usahanya sekarang. Tiba tiba, ia merasa bersalah. Karena terlalu bahagia bertemu kembali dengan ibunya, ia sampai melupakan Allan.
Tunggu?! Apa hubungannya?!!
"Hei, Ev. Kau baik baik saja??" Tanya sang ibu lembut.
Eva tersenyum kecil.
"Ya. Aku baik baik saja. Hanya....aku baru ingat jika cafe itu sudah di ambil alih oleh seseorang. Sayangnya, cafe itu bukan milik kami lagi."
"Tetapi, hal itu tetaplah menjadi hal yang membanggakan. Belum tentu bangsawan lain ingin bersusah payah sepertimu."
Eva kembali termenung. Omong omong tentang Allan, apakah ia harus mengabarinya?? Walau bagaimanapun, lelaki itu juga turut membantunya selama tinggal di New York. Apa yang terjadi?? Khawatir tentang pria gila itu??! Atau...dirinya lah yang sudah gila??
"Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu??" Tanya lembut sang ibu.
"Um...apa ibu tau siapa yang telah mengambil alih cafe milikku??"
Kerutan kerutan tajam muncul di wajah Melisa, sang ibu.
"Dia, lelaki yang terkenal dengan pengusaha nomor satu di Amerika...Allanard Bergin."
Seketika, kedua mata sang ibu melotot.
"H-ha?"
"Kenapa, bu?? Apa ibu mengenal lelaki itu??"
Telrihat gerakan sang ibu yang berusaha menutupi sesuatu.
"A-ah! Tentu saja! Siapa yang tidak mengenal sang pengusaha terkenal dari Amerika itu??"
Kini, raut wajah curiga milik Eva mengintimidasi Melisa.
"Benarkah??"
"Y-ya. Ah! Dia juga salah satu kolega ayahmu bukan??"
Perkataan Melisa membuat Eva mengangguk pelan, meski belum merasa puas dengan jawaban sang ibu.
"Kalau begitu, aku akan mempersiapkan makan malam. Masuk dan mandilah."
Melisa melangkah memasuki mansion, meninggalkan Eva sendirian di gazebo halaman belakang.
Setelah merasa cukup, Eva melangkahkan kakinya menuju mansion.
Wanita itu melewati lorong mansion, hendak menuju ke kamarnya, jika saja sebuah pembicaraan penting tidak menarik perhatiannya.
Dari ruang kerja sang Ayah, terdengar dua suara lelaki. Yang satu suara Jullian, namun yang satunya lagi?? Eva tidak pernah mendengar suara itu sebelumnya.
"Aku tidak tau apa maksud kedatanganmu kesini, Edward. Tapi jika kau hanya ingin meminta kekuasaan padaku, kau berada di tempat yang salah!"
Edward??
"Hah. Kau masih saja naif seperti dulu, Jullian. Bagaimana bisa kau berpikir bahwa aku adalah kakak yang baik untukmu?"
Apa?! Kakak?? Apa maksudnya?? Apa yang terjadi saat ini?!!
"Awalnya. Kau dulu tidak seperti ini! Sangat penyayang pada diriku dan ibu! Sekarang?!! Apa yang ingin kau lakukan?! Kau adalah orang yang sudah membunuh ibuku!!"
Deg!
Ibu?? Ibu Jullian?? Mak-maksudnya.....nenek....
"Lihatlah. Bagaimana lancarnya lidahmu menuduh padaku."
"...hei! Dengarkan ini! Ibu meninggal karena penyakitnya! Bila kau terus saja menyalahkan aku karena hal itu, maka kau adalah orang yang sangat bodoh!"
"Ya! Aku tau ibu memiliki penyakit serangan jantung. Jika saja kau tidak datang padanya hari itu dan meminta hal yang mustahil, ibu masih hidup hingga sekarang!!"
Reflek, Eva mengintip ke sela sela pintu. Kedua lelaki itu kembali berdebat, hingga kalimat lelaki asing membuat Eva membulatkan matanya.
"Aku hanya mengingatkanmu untuk bersiap siap. Posisi mu kini sedang terancam. Dan tak lama lagi, aku akan merebut posisi itu."
Ketika lelaki itu berjalan menuju pintu, Eva bersembunyi di balik dinding, memperhatikan lelaki asing tadi dengan jelas. Sebuah tattoo aneh menempel pada bagian belakang leher pria itu. Tidak terlalu jelas memang, karena tertutupi oleh kerah baju. Tapi jika di lihat dengan seksama, akan tampak jelas di sana tertempel sebuah tattoo.
"Eva??"
Sebuah suara membuat Eva terkejut. Berdiri di sampingnya, Jullian yang menatapnya sambil membulatkan kedua matanya.
Tak lama kemudian, kedua mata itu menajam.
"Apa saja yang sudah kau dengar??" Ucap lekaki paruh baya itu penuh penekanan.
Eva gelalapan.
"Ah...ak-aku tidak sengaja! Tapi....sepertinya yang ku dengar bukanlah hal yang bagus."
Jullian menatapnya tajam.
"Jika kau sudah mendengar semuanya. Maka bersiaplah. Itu artinya, kau sudah siap memimpin negara ini, dengan menikahi seseorang. Ku harap kali ini kau tidak melarikan diri, lagi!"
Hehehe maaf kalo telat update ya gess, lagi mageran juga soalnya. Jadi, kalau Author telat update ya....maap:( Walau gimanapun, nulis itu butuh mood yang bagus, supaya hasil tulisannya juga bagus. Kalian pasti ngertikan tentang hukum yang gak asing lagi tentang hal itu??
So.. di mohon pengertiannya!🙏🏻🙏🏻😘🥰
-PrincessEscape-
——————————————————
-What was going on??-
——————————————————
I HOPE YOU LIKE IT!!
Thank you for always suport me!!
See you in next chapter!!
XoXo!
@deerouxx
@FranklinPrincess
Inst : @Qiqi_rz