"Hm , aku mengerti." Leon kembali menghela nafas.
Sesampainya di Kantor, secepat kilat Leon masuk kedalam ruang meeting yang sudah di penuhi oleh semua pemegang saham lainnya.
Mereka menatap kehadirannya dengan waspada seakan-akan ia adalah ancaman besar yang akan menghancurkan mereka.
Sebagai pemimpin rapat, Leon duduk kursi yang kosong yang ada di ujung meja sedangkan Ferdi duduk di kursi yang ada di belakang Leon bersama dengan dua orang sekertaris Leon yang lain.
"Kita mulai rapatnya."
Ucapan Leon menjadi awal di bukanya rapat. Ferdi dan sekertaris Leon yang lain dengan sigap memberikan satu jilit kertas pada masing-masing pemegang saham.
Terlihat mereka memperhatikan dengan seksama isi dari kertas-kertas itu.
Keadaan terlihat tegang, ada beberapa dari mereka yang berbisik. Sementara Leon hanya menatap lurus kedepan, pikirannya sedang melayang kemana-mana. Sebenarnya ini bukanlah hal baik ditengah keadaan genting seperti ini pikirannya tidaklah fokus.
Hal ini membuat Ferdi hanya bisa harap-harap cemas memikirkan nasib dari Alvalendra Corp.
Pertanyaan pun mulai bergulir. Seperti yang dikatakan oleh Ferdi beberapa saat yang lalu. Para pemegang saham mulai mempertanyakan tentang masalah penundaan produksi mobil yang seharusnya sudah diluncurkan di pasar akhir musim gugur lalu. Sebenarnya masalah ini sudah dirapatkan saat awal musim panas tetapi mereka masih mempermasalahkan tentang hal ini sementara pelakunya sudah ditahan dan masalah kerugian yang ditanggung oleh perusahaan tidaklah besar karena produksinya langsung dihentikan. Pro dan kontra terus terjadi tanpa adanya konfirmasi langsung dari Leon. Bukannya tidak ada hanya saja Leon malas untuk bercakap terlalu banyak. Ia hanya menumpukan kepalanya pada tangan kanannya yang ada di atas meja sambil melihat kebawah meja, lebih tepatnya pada ponselnya yang dia sembunyikan di bawah meja. Raut wajahnya terlihat tegang.
"Heh, seharusnya anak muda tidak perlu melakukan pekerjaan orang dewasa." Ucap seorang pria tua sambil memandang remeh pada Leon. Para pemegang saham lain yang tidak mendukung kepemimpinan Leon hanya bisa menyeringai puas. Sementara yang pro Leon sekuat tenaga menahan emosi.
"Kau! Kau pikir siapa yang selama ini mengurus perusahaan dan membuatnya maju, hah!"
Keadaan semakin riuh, mereka saling beradu argument sampai-sampai mereka berdiri dari bangkunya dan saling menantang.
"Cukup!" Leon berteriak.
"Heh, kalian tidak beda seperti anak TK." Ia menyeringai, memamerkan senyumannya yang bisa dikatakan menyeramkan itu. Matanya tajam memandang satu persatu para permegang saham. Membuat mereka harus bersusah payah menegug ludahnya.
Leon menumpukan dagunya dikedua tangannya.
"Aku pastikan, tidak ada satu pun dari mereka yang akan hidup tenang jika mereka terlibat dalam hal ini." Keringat dingin bercucuran dari kening mereka. Suasana semakin terasa tegang.
Diam sejenak, tidak ada yang berani berbicara bahkan membuat suara sekecil apapun.
"Aku rasa semuanya cukup. Rapat ku tutup." Leon berjalan keluar. Membuka pintu dan membantingnya. Semua yang ada di dalam ruangan hanya bisa tersontak kaget tanpa sadar mereka memejamkan matanya. Hening.
"Tidak ku percaya, dia semakin mirip dengan Ayahnya ."
…
Blam…
Pintu ruangan Presdir ditutup dengan keras. Suaranya yang seperti ledakkan membuat kaget semua sekertaris Leon yang ada di depan ruang kerjanya. Mereka menggelengkan kepala dan saling berpandangan dengan wajah horror.
Sementara Ferdi yang biasanya selalu mengikuti Leon, sekarang tidak berani berada dalam jarak radius dua meter dari majikannya itu.
Terdengar teriakan disusul dengan suara benturan benda pecah keluar dari dalam ruangan Leon. Setelah itu tidak beberapa lama Leon keluar dengan tergesah-gesah. Ferdi langsung menyingkir dari jalan, berusaha menghindari majikannya yang sudah terlihat dengan wajah sangat emosi.
Entah apa yang terjadi pada tuannya itu. Apa ini karena rapat pemegang saham yang baru saja berlangsung?
Tetapi setelah dipikirkan apa ini tidak terlalu berlebihan karena sebelumnya hal seperti itu sudah sering majikannya itu alami dan selama ini baik-baik saja.
Dipacu oleh rasa penasaran, Ferdi akhirnya menengok ke dalam ruangan presdir. Terlihatlah apa yang menjadi penyebab bunyi benda pecah yang terdengar beberapa saat lalu. Ponsel yang bisanya di pakai oleh Leon tergeletak di lantai dengan batrai yang terlepas dan beberapa bagian ponselnya hancur.
Dia hanya bisa berdoa hal baik akan terjadi pada Leon.
…
"Kakak, Kau sedang apa?"
Seorang wanita dengan rambut coklat sebahu sedang memperhatikan wanita di depannya yang sedang sibuk mengemas pakaiannya ke dalam ransel merahnya.
"Dia hanya memberiku cuti seminggu, Al . Jadi aku harus pulang sekarang." Wanita yang dipanggil 'Kakak' hanya tersenyum lembut sambil mengemas barang-barangnya, yang hanya ditanggapi oleh Alya dengan anggukan mengerti.
" Leon Alvalendra itu yah?"
Merisa hanya mengangguk.
"Apa ayah dan kak Ernest tau?"
Seketika Merisa diam. Ia lupa kalau ia belum mengatakan bahwa ia akan mulai kembali ke Mansion hari ini juga.
"Emm… i-itu…"
Drrrt... drrrt…
Bunyi getaran ponselnya mengalihkan perhatian Meeisa. Diambilnya ponsel yang tergeletak di atas ranjang. Raut wajahnya berubah berseri setelah ia tahu siapa orang yang mengiriminya email. Dark_blue, teman dunia mayanya. Orang selalu ia kirimi email setiap harinya.
Dark_blue: Kau sedang apa?
Dengan cepat Merisa langsung membalas email teman dunia mayanya.
E.L : Aku sedang berkemas. Kau sedang apa?
Tidak sampai beberapa satu menit email ini sudah terbalas.
Dark_blue : Mendengarkan celotehan orang-orang tua. Bagaimana kabarmu?
E.L : Baik. Kau tahu, aku sudah kembali kerumah orang tuaku. Andai kau ada di sini… Kemarin aku bertemu dengan dia
Dark_blue : siapa?
E.L : emmm… Cinta pertamaku.
Dark_blue : lalu?
E.L : Rasanya aneh melihatnya bersama wanitanya.
Tidak seperti email sebelumnya yang selalu dibalas dengan cepat, yang satu ini Merisa harus menunggu sekitar lima menit.
Merisa membiarkan Alya membantunya, melipat bajunya kemudian memasukkannya ke dalam ransel.
Dark_blue : Bagaimana dengan bosmu?
Merisa menyerngitkan dahinya membaca email dari temannya itu. Ini sudah sekian kalinya temannya ini menanyakan tentang bosnya.
E.L : Maksudnya?
Dark_blue : Lupakan.
E.L : kau membingungkan.
Dark_blue : ck…
Merisa meletakkan ponselnya di ranjang, kemudian melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.
Drrrt.. drrrt..
Ponsel Merisa kembali bergetar.
Dark_blue : Bagaimana perasaanmu, kau masih menyukai cinta pertamamu?
Merisa diam, tidak bergeming. Ia berusaha memikirkannya. Perlahan jarinya mulai mengetik sesuatu.
E.L : Iya… aku masih menyukainya.
Merisa meletakkan ponselnya dipangkuannya. Ia membuang nafas. Pandangannya menerawang kelangit-langit kamarnya. Seketika ia lemas. Entah kenapa setelah membalas emailnya, perasaanya jadi merasa tidak tenang. Rongga dadanya seperti berlubang.
"Kau baik-baik saja, Kak?" ucap Alya khawatir
Merisa hanya menggelengkan kepalanya lemah
To be continue ....