"Maaf…" Hanya satu kata yang ia ucapkan. Ia menunduk. Jarak kami sangat dekat.
"Aku…" Perlahan ia mengangkat wajahnya. Tangan kanannya ia angkat untuk membelai pipiku yang basah karena air mata. Keningnya menempel pada keningku. Ia mendekatkan wajahnya sampai ujung hidung kami bertemu.
aku bisa merasakan nafasnya menerpa wajahku. Perlahan ia beralih mengecup keningku lembut.
Hangat,
itu yang kurasakan. Tidak sedikitpun aku takut akan kehadirannya.
Perlahan mataku tertutup. Berharap waktu berhenti saat ini juga.
…
Lima menit, waktu yang mereka butuhkan untuk kembali sadar dengan apa yang mereka lakukan saat ini.
Perlahan mata coklat Merisa terbuka saat dirasakannya kehangatan bibir Leon yang tak lagi menempel dipucuk kepala nya.
"Aku yang salah…" Leon berucap lirih. Matanya semakin terpejam erat saat mengatakannya.
Merisa bisa merasakan dahi Leon berkerut seakan menahan sesuatu yang sangat sulit ia katakan. Lama mereka dalam keadaan seperti ini. Sampai…
"Nampan."
"Hem…?"
"Na-nampan…" Merisa menunjuk sesuatu benda di belakang Leon.
Leon terdiam, berusaha mencerna apa yang dikatakan Merisa.
Perlahan matanya melihat arahan tangan Merisa yang menunjuk sesuatu di belakangnya.
Dengan berdecak pelan, Leon akhirnya menghentikan adegan romantisnya. Ia berbalik masuk kedalam kamarnya, mengambil nampan yang ia jatuhkan beberapa saat yang lalu. Wajah dongkol tergambar jelas diwajahnya.
"Nih!" Ia menyodorkan nampan itu pada Merisa.
"Te-terima ka-kasih." Merisa menunduk kikuk dengan wajah memerah. Segera ia memberi hormat dan berbalik pergi, cepat-cepat kabur dari tempat itu.
.
.
.
.
Apaan tuh? Begini doang?
.
.
.
.
.
Tidak ingin adegan romantisnya itu berakhir seperti angin lalu. Sang tokoh utama kita yang punya harga diri tinggi setinggi puncak Himalaya menarik paksa Merisa sehingga gadis tokoh utama kita ada dipelukannya. Tanpa pemanasan ataupun tahapan adegan kissing, Leon langsung saja mencium Merisa di bibir bukan lagi di kening , bahkan berbuat lebih? mungkin saja.
BRUK…
Bunyi benturan kembali terdengar disusul dengan erangan dari mulut keduanya.
"Lidahku jangan digigit Merisa…" Leon meringis kesakitan. Rasa darah yang khas dapat ia rasakan dimulutnya. Ia menyernyit kesakitan saat lidahnya mencoba bergerak.
"Ma-maaf..." Merisa pun mengiris kesakitan. Ia membungkuk mengusap-usap punggung kakinya yang memerah dan sedikit bengkak.
"A-aku ti-tidak sengaja. Na-nampannya ja-jatuh mengenai kakiku. Ma-maaf tanpa sadar aku menggigit lidahmu …" Ucapnya menyesal. Ia kembali berdiri dan memeriksa luka yang ia sebabkan.
"Ba-bagaimana i-ni…" Ia mulai panic melihat darah yang keluar dari mulut Leon, takut kena marah lagi dari tuannya itu.
"Dasar bodoh…" Leon terkikik pelan.
"…harusnya ini adegan romantis kenapa jadi aneh begini?" Ia mendecak sambil menggelengkan kepalanya prihatin atas nasibnya sendiri.
"Ma-maaf…"
.
.
.....