Beberapa hari kemudian, Biksu So Lai beserta Hang Se Yu dan Yung Se Kuan sudah meninggalkan lembah Gezi menuju perjalanan pulang ke biara Shou Lin.
Keadaan Yang Li Yun setelah pembetulan tulang belakang semakin baik, dengan adanya tanda-tanda ujung jari kakinya sudah bisa digerakkan dan dapat merespon sentuhan yang diberikan pada kakinya. Hanya saja, selama beberapa hari, bahkan bulanan, gadis itu tidak boleh melakukan gerakan-gerakan yang dapat memicu pergeseran tulang belakangnya kembali. Ia harus beristirahat total dengan meminum ramuan-ramuan penguat tulang dan syaraf.
Suro membuat kursi khusus yang diberi roda terbuat dari kayu yang dibentuk sedemikian rupa agar bisa ditarik dan digeser kemana-mana, sehingga jika Li Yun merasa bosan, ia bisa membawanya pergi berjalan-jalan.
Malam itu, Suro berdiri di tengah halaman dimana ia biasa melakukan latihan, ditemani Yang Li Yun, Yin Rou Yi, tabib Hu, tetua Huang Nan Yu dan Tan Bu.
Ia memutuskan untuk melakukan latihan dasar seseuai dengan apa yang terukir pada tongkat pendeknya dari tingkat satu sampai tingkat ketujuh.
"Garis khayal pelindung? Lautan energi panas? Punggung?" ia berfikir dengan bertanya-tanya dalam hati.
"Tingkat satu!" ia berkata dalam hati.
Ia membentuk kuda-kuda tengah, posisi tubuhnya dibuat serendah mungkin hingga kedudukan pahanya datar dengan lutut. Kemudian ia menarik nafas lembut dan menekannya dibawah pusar. Seketika ia merasakan kondensasi udara yang tertahan menimbulkan hawa panas lalu mengalirkannya menyebar keseluruh tubuh.
"Tingkat dua!" katanya lagi.
Kuda-kudanya berubah, kaki kanannya maju ke depan membentuk sudut, menyorong kedua tangannya ke depan kemudian membukanya dengan lembut sambil menarik nafas dan menahannya seperti gerakan pada tingkat satu. Ia pun merasakan hawa panas yang sama.
"Tingkat tiga!"
Kali ini kuda-kudanya berupa kuda-kuda berdiri, tubuhnya berayun seperti batang bambu yang tertiup angin, tangannya pun bergerak lembut persis seperti gerakan Tai Chi. Udara yang tertahan dalam perutnya perlahan dirasakan berputar kemudian menyebar.
Gerakan nafas pada masing tingkatan pada dasarnya sama, hanya saja yang membedakan adalah posisi kuda-kuda dan tubuh. Semakin tinggi tingkatan, energi yang ditimbulkan semakin dingin.
Tingkat empat,... Tingkat lima, ..... Tingkat enam .... Tingkat tujuh.
Sampai disini Suro tidak menemukan apa-apa dari hasil latihannya. Maka, ia pun duduk bersila ditengah halaman untuk berfikir.
Jika pada latihan biasa, gerakan pernafasan dilatih sesuai dengan masing-masing tingkatan. Jika tingkat satu, maka pernafasan tingkat satu harus dilakukan berulang-ulang, demikian juga pada tingkatan-tingkatan diatasnya.
Dalam penafsiran Suro terhadap tulisan yang ia lihat pada tongkatnya, bahwa gerakan pernafasan tingkat satu sampai tingkat ketujuh dilakukan satu-persatu dan digabungkan menjadi satu jurus. Tetapi setelah ia melakukannya, ia tidak merasakan perubahan apa-apa.
Melihat Suro tampak sedang merenung, tetua Huang Nan Yu langsung mendatangi Suro. Setelah memperhatikan apa yang dilakukan Suro, ia seperti melihat sesuatu yang mesti ia kemukakan sebagai masukan untuk pemuda itu.
"Aku melihat teknik pernafasanmu pada setiap gerakan sudah menyatu, bagaimana jika kau melakukannya seperti prinsip gerakan Tai Chi sebagai meditasi berjalan. Kau bergerak seperti tanpa kehendak, melupakan kalau sedang bernafas, dan melupakan kalau kau sedang bergerak." Wanita ahli Tai Chi itu memberi saran.
Mendengar saran dari tetua Huang Nan Yu, wajah Suro berubah cerah seperti menemukan sesuatu jalan yang membuatnya bingung.
"Benar juga!" katanya berseru gembira, lalu memandang ke arah tetua Huang Nan Yu, "Terima kasih tetua. Aku akan melakukannya lagi!"
Tetua Huang Nan Yu tersenyum, selesai mengangguk, ia membalikkan tubuhnya dan berjalan kembali ke arah semula ia berdiri mengawasi.
Suro berdiri kembali, melakukan gerakan awal dari tingkat satu sampai tingkat tujuh mengikuti petunjuk tetua Huang Nan Yu. Ia merasakan suatu energi baru pada pertengahan gerakan, tetapi kemudian buyar karena konsentrasinya terpecah gara-gara ia terlalu gembira pada energi yang baru muncul.
Ia mengulangi lagi dan gagal!
Sampai akhirnya, setelah kegagalannya beberapa kali, ia berhasil menuntaskan keseluruhan tingkatan, tubuhnya bergerak tanpa ia kehendaki membuat sebuah gerakan baru. Kedua tangannya berputar mengayun dari arah luar ke dalam, tangan kiri melipat di depan dada tangan kanan turun di sisi pinggang dengan telapak tangan membuka lalu menyorong ke depan.
Tidak ada yang terjadi dihadapannya saat tangan kanannya menyorong, tetapi ada satu energi besar menggumpal menyelimuti telapak tangan kanannya seperti kabut dingin!
"Telapak Bunga Mekar!" ia berseru kegirangan sambil menutup gerakan dan memandangi tangan kanannya yang diliputi energi dan juga merasakan secara perlahan energi itu lenyap.
Ia lalu menatap orang-orang yang memperhatikan latihannya dengan senyum lebar.
"Aku berhasil!" serunya lagi dengan mata berbinar-binar.
Tabib Hu, tetua Huang Nan Yu, dan lainnya nampak turut tersenyum gembira melihat keberhasilan Suro.
"Coba lagi sekarang!" tetua Huang Nan Yu kembali memberi instruksi, yang dijawab dengan anggukan kepala Suro.
Kali ini, Suro tak melakukan semua tingkatan gerakan, karena energi bentukan dari kumpulan gerakan yang menjadi jurus itu sudah membentuk energi baru. Maka dengan gerakan memutar dan mengayun, energi yang sama langsung terbentuk seiring dengan telapak tangan kanannya yang menyorong ke depan. Hanya saja, energinya masih belum terlalu kuat.
Ia kembali menoleh dan mengangguk senang. "Aku tinggal melatihnya berulang-ulang agar energi yang terbentuk semakin besar!"
"Kakak hebat!" Li Yun juga berseru girang.
Suro lalu mendatangi orang-orang yang mengawasi latihannya. Tabib Hu menepuk pundak Suro seolah memberi ucapan selamat dengan senyumannya.
"Benar-benar pemuda yang cerdas!" pujinya lalu tertawa kecil membuat barisan giginya yang putih terlihat.
"Aku salut padamu, tuan muda Yang. Salut dari awal kita bertarung!" tetua Huang Nan Yu mengatakan itu sambil tertawa seperti mengingat bagaimana ia bisa dikalahkan oleh pemuda itu.
Suro langsung mengingat kejadian itu dan tersenyum merendah, "Ah, tetua Nan Yu, waktu itu kuanggap kau tidak serius."
Saat Suro mengatakan itu, tetua Huang Nan Yu malah tertawa makin keras disusul dengan Tan Bu sambil memandang Li Yun.
Li Yun pun rupanya baru sadar, mengapa orang yang menjadi guru kungfunya itu tertawa. Maka tak lama dan untuk pertama kalinya, Suro mendengar kembali suara tawa Li Yun. Suro tertunduk malu sambil menggaruk kepalanya.
Mereka yang tidak mengetahui cerita, hanya memandang heran. Namun setelah wanita itu menerangkan kejadian dimasa lalu disaat ia selesai melakukan pertarungan latihan, barulah mereka semua ikut tertawa.
Setelah puas, Rou Yi langsung mengambil secawan teh yang sudah disiapkannya pada Suro.
"Ini minumlah dulu," katanya sambil menyodorkan cawan berisi teh.
"Terima kasih," jawabnya, lalu mengambil posisi duduk dan langsung meneguk habis isi dalam cawan.
"Lebih baik, latihannya tidak usah terburu-buru," Li Yun berucap dari kursi rodanya, sementara tubuhnya tidak boleh terlalu tegak, "Kakak bisa mulai lagi besok malam."
Suro mengangguk sambil tersenyum mendengarkan saran adik angkatnya itu. Ia memang merasa, energi yang dikeluarkan dalam jurus Telapak Bunga Mekar begitu besar dan cukup menguras tenaganya. Rupanya, Li Yun memperhatikan kondisi Suro sehingga ia bisa memberi saran seperti itu.
"Kau benar," jawabnya, "Energiku begitu terkuras untuk memainkan jurus ini, berbeda ketika melakukan gerakan jurus Telapak Kupu-Kupu."
"Baiklah kalau begitu, sebaiknya memang engkau berisitrahat. Tak baik terlalu memaksakan diri. " Tabib Hu memberi saran sambil berdiri, "Aku mau beristirahat duluan."
"Aku juga," Tan Bu dan tetua Huang Nan Yu tak lama menyusul langkah tabib Hu menuju ke dalam rumah.
Suro menundukkan kepalanya sambil tersenyum puas, "Silahkan, dan selamat beristirahat. "Ia kemudian menatap Li Yun yang juga menatapnya.
"Adik, kau juga sebaiknya beristirahat," ia berkata pada Li Yun, lalu pandangannya ia tujukan pada Rou Yi, "Biarkan aku yang membawanya masuk."
Rou Yi mencegah tangan Suro yang hendak menggantikannya mendorong kursi roda Li Yun.
"Biarkan aku saja, ya," jawabnya sambil tersenyum.
Tiba-tiba, Li Yun memegang tangan Rou Yi yang hendak mendorong kursinya.
"Aku masih ingin menikmati malam ini," ucapnya.
Suro menunduk berjongkok dihadapan adik angkatnya itu. "Adik Li harus banyak istirahat, jangan tidur terlalu larut malam."
"Aku tak bisa tidur cepat. Justru dengan berada disini aku bisa mengantuk," ia berdalih, "Apakah kakak ingin segera beristirahat?"
Suro menggeleng-geleng melihat tingkah adik angkatnya itu sambil tersenyum. Li Yun pasti tahu kalau ia selalu tidur larut malam.
"Kalau begitu, aku masuk dulu, ya," kali ini Rou Yi yang berkata, lalu melepas pegangannya pada kursi Li Yun. Ia ingin memberi kesempatan pada Li Yun agar bisa bersama Suro.
"Ah, nona Yi. Mengapa engkau meninggalkanku?" Li Yun berkata seperti anak kecil sambil mendongak ke arah Rou Yi.
Gadis itu tersenyum, lalu juga berjongkok disisinya, "Nona Li, sudah larut malam. Sudah waktunya untuk beristirahat."
Li Yun tersenyum menatap Rou Yi dengan pandangan tak percaya.
"Aku tahu, setiap malam kau juga susah tidur. He.he.he." ucapan Li Yun seperti menembak jantungnya ditambah lagi dengan tawanya seperti mengejek.
Rou Yi langsung menjepit hidung Li Yun gemas, membuat Li Yun seperti kehabisan nafas membuka mulutnya lebar-lebar untuk menghirup udara.
"Sudahlah!" jawabnya acuh sambil berbalik meninggalkan mereka berdua, "Aku mau istirahat!"
Tapi tangan Li Yun masih menahan tangan gadis itu. "Ayolah, paling tidak beberapa menit lagi."
Ia terdiam sejenak dan terlihat berfikir. Namun akhirnya ia mengalah lalu duduk di kursi disamping Li Yun.
Li Yun pun tersenyum, lalu memandang ke arah Suro yang masih berdiri didepannya.
"Kalau begitu, kakak masuk dulu, ya. Mau istirahat!" Suro bergerak melangkah hendak meninggalkan mereka berdua sambil memasang wajah senyum pura-pura, tapi Yang Li Yun langsung memasang muka cemberut.
"Kakaaak!" serunya yang langsung membuat Suro menghentikan langkahnya. Kali ini Suro yang tertawa.
Akhirnya ia mengambil sebuah kursi dan meletakkannya dihadapan dua gadis itu, membentuk posisi segitiga.
Rou Yi yang menyaksikan adegan itu nampak senyum-senyum sendiri. Ia sekarang tahu mengapa Suro begitu mencintai Yang Li Yun. Suro yang tidak bisa bercanda, pendiam, pemalu, dan lugu memang seharusnya sangat cocok berpasangan dengan Yang Li Yun. Saling melengkapi satu sama lain.
Ia membayangkan jika dirinya yang menjadi pasangan Suro, pasti akan sangat membosankan. Ia jadi merasa diri tidak pantas untuk Suro.
Seperti yang diceritakan Suro tentang Li Yun, gadis itu selalu punya bahan untuk diceritakan, sehingga waktu yang lama akan terasa cepat berlalu dan tak membosankan.
Tiba-tiba ia merasa tangannya sakit, begitu ia sadari, ternyata diam-diam Li Yun mencubit kulit lengannya hingga memaksa bibirnya mengernyit.
Dilihatnya wajah Li Yun tanpa ekspresi tak menatap kearahnya. Rupanya gadis itu tahu kalau ia sedang asyik memikirkan sesuatu.
"Kakak," katanya pada Suro, tangannya tiba-tiba menarik kepala Rou Yi hingga pipi gadis itu menempel dipipinya, Suro yang melihat menjadi heran, "Menurutmu, siapa yang lebih cantik?"
Suor langsung terkejut.
"Heeeeh..... anak ini," ia berkata dongkol dalam hati.
Tangannya langsung bergerak menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Ia tak berani berkata apa-apa. Mana bisa ia menjawab pertanyaan yang dianggapnya lucu begitu?
"Ah, Nona Li...." Rou Yi merasa malu, wajahnya memerah. Untunglah suasana malam mengaburkan perubahan warna pada wajahnya. Lalu ia berusaha memisahkan jarak antara pipinya. Tetapi Li Yun menahan cukup kuat sehingga ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Tentu saja lebih cantik Nona Rou Yi!" jawab Suro sekenanya, ia juga bermaksud meladeni candaan Yang Li Yun.
Jawaban Suro membuat Li Yun tertawa gembira sambil melepas tangannya yang menahan kepala Rou Yi, lalu bertepuk tangan. Hal itu membuat Suro kembali kaget karena diluar dugaan, ia seperti dijebak. Gadis itu seperti sedang menjalankan rencana!
"Kakak Luo punya mata yang bagus!" ucapnya senang.
Rupanya, Rou Yi juga merasakan hal yang sama dengan Suro. Li Yun ingin mengungkapkan sesuatu pada Suro yang membuat jantungnya jadi berdebar lebih kencang.
"Kakak Luo, beri kami nasehat!" katanya dengan cepat.
Li Yun langsung menoleh ke arah Rou Yi yang tersenyum padanya sambil menjulurkan lidah mengejek Li Yun. Gadis itu langsung memasang wajah cemberut.
"Baiklah!" Suro menjawab seketika, memutus rencana dari adik angkatnya itu sambil tersenyum lega.
Pemuda itu menghela nafas sejenak, lalu membacakan ayat dalam kitab Sucinya. Kembali ia mengingat gaya Ki Ronggo yang mengajarkan banyak hal tentang ajaran Islam.
"Dan bahwasannya manusia tidak akan memperoleh (sesuatu), selain dari apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasannya kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberikan balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna." (QS. An Najm {53} : 39-41), demikian firman Allah Azza wa Jalla.
Kebaikan yang ditunaikan dan kejahatan yang diperbuat seseorang pastilah akan kembali kepada pelakunya. Jika berbuat kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala sesuai dengan takaran yang telah dijanjikan-Nya. Sebaliknya, jika berbuat kejahatan, niscaya ia akan mendapatkan balasan siksa sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukannya. Sedangkan kebaikan dan kejahatan tidaklah bisa berhimpun dalam satu kesatuan.
Orang yang hatinya tertata rapih adalah orang yang telah berhasil merintis jalan ke arah kebaikan. Ia tidak akan tergoyahkan dengan aneka rayuan dunia yang tampak menggiurkan. Ia akan melangkah pada jalan yang lurus. Dititinya tahapan kebaikan itu hingga mencapai titik puncak. Sementara itu ia akan berusaha sekuat-kuatnya untuk berusaha sekuat-kuatnya untuk memelihara dirinya dari sikap riya, ujub, dan perilaku rendah lainnya. Oleh karenanya, surga sebaik-baiknya tempat kembali, tentulah telah disediakan bagi kepulangannya ke yaumil akhir kelak. Bahkan ketika hidup di dunia yang singkat ini pun ia akan menikmati buah dari segala amal baiknya.
Dengan demikian, sungguh betapa beruntungnya orang yang senantiasa bersungguh-sungguh menata hatinya karena berarti ia telah menabung aneka kebaikan yang akan segera dipetik hasilnya dunia akhirat. Sebaliknya alangkan malangnya orang yang selama hidupnya lalai dan membiarkan hatinya kusut masai dan kotor. Karena, jangankan akhirat kelak, bahkan ketika hidup di dunia pun nyaris tidak akan pernah merasakan nikmatnya hidup tenteram, nyaman, dan lapang.
Marilah kita senantiasa melatih diri untuk menyingkirkan segala penyebab yang potensial bisa menimbulkan ketidaknyamanan di dalam hati ini. Karena, dengan hati yang nyaman, indah, dan lapang, niscaya akan membuat hidup ini terasa damai, karena berseliwerannya aneka masalah sama sekali tidak akan pernah membuat dirinya terjebak dalam kesulitan hidup karena selalu mampu menemukan jalan keluar terbaiknya, dengan izin Allah. Insya Allah!