Lu Xiou Fu terkejut ketika satu tangan memegang bahunya. Begitu ia berbalik, wajahnya lebih terkejut lagi.
Saat itu ia sedang berjalan menyusuri pasar hendak membeli beberapa barang keperluan dan menghentikan langkahnya tiba-tiba ketika itu terjadi.
Yun Se tersenyum menyeringai kearahnya. Tatapan matanya tak berubah seperti pada malam kejadian mereka bertarung.
"Yun Se!" ucapannya terdengar mendesis. Seketika mukanya yang terkejut berubah memerah menahan marah.
Rekaman dalam kepalanya langsung memainkan sebuah drama yang terekam sangat jelas. Kematian 2 orang sahabatnya malam itu mendorongnya untuk segera berbuat sesuatu pada Yun Se yang saat ini tepat dibelakangnya. Tetapi, ia mencoba menahan diri. Ia sadar, ilmu beladirinya tidak sebanding dengan lelaki itu.
Yun Se tersenyum dingin, pandangan matanya menelisik dari ujung kepala hingga ujung kaki Lu Xiou Fu.
"Mau apa kau?" Lu Xiou Fu bertanya dengan tidak menunjukkan rasa sopannya.
"Aku ingat, kamu adalah orang yang membantu orang dalam gambar ini," Yun Se berkata sambil menunjukkan kertas yang baru saja ia keluarkan dari balik bajunya.
Wajah Lu Xiou Fu nampak biasa saja dan tak menunjukkan rasa terkejut, ia menatap dingin ke arah Yun Se.
"Oh, orang itu," Lu Xiou Fu berkata dengan nada ringan.
"Kau pasti mengetahui keberadaan orang ini," katanya.
Lu Xiou Fu tersenyum dan terkesan acuh tak mau tahu. Lalu membalikkan tubuhnya memilih untuk tidak meladeni Yun se.
Merasa dilecehkan, buru-buru tangan Yun Se mencabut pedang dan meletakkan sisi tajamnya pada leher Lu Xiou Fu membuatnya menghentikan langkah.
"Kau tahu kalau pedangku ini beracun, jadi mengiris sedikit saja, nyawamu tak bakal selamat!"
Perlahan, Lu Xiou Fu membalikkan badannya kembali menghadap Yun Se, senyumnya tetap dingin.
"Apa maumu?" tanyanya kemudian.
"Dimana orang ini?" Yun Se malah balik bertanya.
"He.he.he... Dasar bodoh!" ejeknya, membuat wajah Yun Se memerah sambil mengatupkan giginya,"Kau sendiri yang mengatakan, luka seiris akibat goresan pedangmu akan membawa kematian. Sekarang kau malah bertanya padaku tentang orang dalam gambar ini. Pisau yang kau lemparkan dengan cara pengecut bukan hanya menggores tetapi menusuknya cukup dalam. Pastilah ia mati!"
"Pembohong!" maki Yun Se. Ia tak mempercayai lelaki yang diancamnya.
Buk!!
Selesai meneriaki Lu Xiou Fu sebagai pembohong, kakinya langsung menjejak tubuh lelaki didepannya hingga membuat Lu Xiou Fu terdorong dan jatuh ke tanah.
Orang-orang lalu lalang yang menyadari akan ada keributan tatkala melihat Lu Xiou Fu diserang, mereka langsung berlarian tak berani mendekat, takut kalau-kalau terjadi salah sasaran. Akhirnya, Yun Se mendapatkan keleluasaan untuk bergerak.
"Dimana orang ini!?" Yun Se berkata dengan mengarahkan ujung pedangnya kembali ke leher Lu Xiou Fu.
Yang diancam malah tertawa keras, Yun Se mengakui dalam hati kalau orang yang diancamnya tak memiliki rasa takut pada pedangnya yang beracun. Hal itu membuatnya semakin naik darah.
"Pastilah dia sudah mati. Dasar bodoh!" justru ia memaki lebih keras dari suara ancaman Yun Se.
"Baiklah! Tunjukkan padakku dimana kuburannya bila ia memang sudah mati!"
"Hei, apa urusanku denganmu? Orang ini bukan apa-apaku. Aku tak punya urusan dengannya. Jadi aku tidak tahu dimana ia dikuburkan!"
Yun Se nampak kehabisan kesabaran, pedangnya yang sudah terhunus langsung ditusukkan ke tubuh Li Xiou Fu tanpa mau berbasa-basi lagi.
Lelaki itu dengan cepat menepisnya dengan pedang yang masih belum tercabut dalam sarungnya lalu menggulingkan diri menjauh.
Dengan gerakan gesit, tubuhnya melenting dan berdiri sekaligus mencabut pedangnya sambil melakukan tangkisan ketika pedang Yun Se yang beracun menyasar kembali tubuhnya.
Suara dentingan pedang beradu berkali-kali. Lu Xiou Fu mendapat serangan bertubi-tubi dari Yun Se. Ia tahu, ilmu pedangnya kalah jauh dengan Yun Se karena ia sudah pernah membuktikan ketika bertarung pada malam itu bersama dua orang rekannya yang tewas terkena pedang ular milik Yun Se.
Tetapi tak ada cara lain selain menghadapi Yun se, ia tak mau menyerah begitu saja tanpa mengadakan perlawanan.
Yun Se begitu gesit, tangannya lincah mengayunkan pedangnya kesana-kemari dengan gerakan menusuk seperti ular menyambar. Beberapa kali ia harus jatuh bangun berusaha menghindari serangan Yun Se si Pedang Ular!
Sret!
Satu sabetan berhasil mengiris lengan kiri Lu Xiou Fu, disusul luka irisan yang menetes membasahi pakaiannya.
Saat itu, Lu Xiou Fu sudah merasa ia akan segera mati, lalu bergerak menyerang secara membabi buta dan serampangan. Dalam hatinya ia pun sudah menyadari bahwa yang ia lakukan adalah gerakan yang salah dan akan membuat racun Tujuh Ular bekerja lebih cepat.
Ia tidak ingin berlama-lama bertarung dan ingin segera mati.
Yun Se tersenyum lebar melihat lawannya yang nampak sudah putus asa. Serangan yang membabi buta dari Lu Xiou Fu semakin salah sasaran dan menguras tenaganya sendiri. Dalam keadaan demikian, Yun Se tak perlu susah payah lagi meladeni permainan pedang Lu Xiou Fu, maka ia meladeni gerakan Lu Xiou Fu seperti sedang bermain-main.
Dibiarkan saja, Lu Xiou Fu akan segera tewas dengan sendirinya akibat terkena racun dari Pedang Ular, demikian ia membatin.
Dugaan Yun Se benar, Lu Xiou Fu tak berapa lama langsung jatuh terduduk dan nyaris tersungkur jika ia tidak menggunakan pedangnya untuk menyangga tubuhnya sendiri.
Lu Xiou Fu menatap nanar ke arah Yun Se yang tertawa mengejek. Ia tersenyum, karena walaupun dia kalah dalam pertarungan, tetapi ia mati dalam kemenangan. Ia sudah mengatakan pada Suro, mati pun ia rela demi melindunginya.
Hanya segores irisan kecil pada bahu kirinya, membuat racun tujuh ular menyebar lebih cepat mengikuti aliran darahnya, ditambah lagi tenaganya yang semakin terkuras membuat daya tahan tubuhnya juga semakin lemah.
Darah berwarna hitam tiba-tiba menyembur dari mulutnya seiring bola matanya yang mengarah ke atas, tak lama kemudian tubuhnya oleng dan tersungkur dengan mulut mencium tanah.
Yun Se yang melihat Lu Xiou Fu merasa heran, bagaimana mungkin orang dihadapannya masih bisa tersenyum menghadapi kematian.
Kini, nyawa Lu Xiou Fu sudah lepas dari jasad, darah yang mengalir dari mulutnya perlahan menggenang di atas tanah untuk kemudian terserap masuk ke dalam bumi.
Akhirnya ia benar-benar mati demi menyembunyikan keberadaan Suro!
***
Keesokan hari, saat lewat tengah hari...
"Luo," tiba-tiba tabib Hu memasuki ruang pengobatan dimana Suro tengah sibuk membantu Rou Yi menyiapkan bahan racikan untuk para orang-orang yang datang berobat di lembah Gezi, tempat kediaman tabib Hu.
Suro langsung menoleh ke arah tabib Hu, ia merasa heran dengan kedatangannya memasuki ruangan seperti diburu.
"Ada seseorang yang datang berobat barusan, kemarin siang ada dua orang yang bertarung, salah satunya tewas terkena racun. Dari ciri-cirinya, kuduga ia terkena racun tujuh ular yang sama denganmu. Kemudian orang yang tewas itu ciri fisiknya sama dengan pendekar Lu Xioau Fu!"
Begitu mendengar penuturan Tabib Hu, jantungnya langung berdetak. Wajahnya juga berubah. Nyaris mangkuk berisi racikan yang dipegangnya terjatuh. Jika benar itu adalah Lu Xiou Fu dan tewasnya karena racun Tujuh Ular, tidak salah lagi, itu pastilah Yun Se si Pedang Ular.
Tapi Suro berani memastikan itu adalah Lu Xiou Fu, karena keduanya pernah terlibat pertarungan yang menewaskan dua rekan Lu Xiou Fu. Meskipun dalam hati ia berharap kalau dugaannya itu salah.
Kebetulan, Tan Bu yang juga berada dalam ruangan hampir terlonjak kaget, meskipun ia baru mengenal Lu Xiou Fu di tempat kediaman Tabib itu, namun karena pernah bersama-sama pergi ke kuil Shao Lin menjemput Biksu So Lai, ia sudah merasa sangat dekat. Tatapannya menunjukkan rasa antara percaya dan tidak.
"Lalu, apakah orang itu mengatakan kalau jasad Lu Xiou Fu dikuburkan?"
Tabib Hu mengangguk cepat, mereka langsung menguburkan jasadnya ditempat pemakaman umum, karena mereka tidak mengetahui posisi keluarganya."
"Adik Luo," Tan Bu memegang bahu Suro, "bagaimana menurutmu jika kita pergi ke kota mencari tahu. Aku khawatir, jangan-jangan memang benar kalau yang tewas itu adalah pendekar Lu Xiou Fu, mengingat beberapa hari ini ia tidak pernah mengunjungi kita disini."
Suro mengangguk.
"Kalau begitu, sekarang juga kita harus pergi ke kota!" katanya sambil meletakkan bahan racikannya di atas meja, lalu bergegas mempersiapkan diri.
"Kalian harus berhati-hati," Tabib Hu memperingatkan, yang dijawab dengan anggukan buru-buru.
"Kakak," Li Yun berkata sesaat sebelum pemuda itu pergi meninggalkan ruangan, "Jangan berlama-lama, ya."
"Kalau bisa, sebelum malam kau harus sudah ada disini. Li Yun pasti panik jika kakak terlambat pulang," kali ini Rou Yi langsung menyela sebelum Suro menjawab perkataan Li Yun.
"Hmm.... Sepertinya tidak hanya aku yang panik," Li Yun mengatakannya sambil melirik ke arah Yin Rou Yi, matanya menunjukkan kesan mengejek.
Rou Yi menjawabnya dengan mendelikkan kedua matanya ke arah Li Yun, membuat gadis itu tertawa.
"Iya, kami akan segera kembali secepatnya!" jawab Suro kemudian. Sambil berlalu diiringi Tan Bu, kepala Suro terlihat menggeleng-geleng beberapa kali dengan bibir tersenyum melihat kedua gadis itu.
***
Setelah bertanya kesana-kemari, akhirnya mereka menemukan sebuah tempat khusus yang memang sengaja digunakan sebagai tempat pemakamam.
Areal pemakaman memang agak jauh dari lokasi pemukiman padat, dan untuk menuju kesana, mereka harus melewati sebuah tempat yang banyak ditumbuhi pepohonan yang tidak terlalu luas sebagai pembatas.
Diantara beberapa puluh makam yang ada di dalam lokasi itu, Suro melihat sebuah makam yang nampak baru, letaknya agak terpencil dan tanpa nisan. Yang ia lihat adalah sebuah gundukan tinggi dengan sebuah pedang menancap dalam mengujam bumi hampr menyentuh gagang pedang diujung gundukan, dan ia mengenali pedang itu.
"Kakak Tan, aku sekarang yakin jika Pendekar Lu Xiou Fu memang sudah wafat, dan ini memang makamnya," katanya sembari duduk merendahkan dirinya.
Tan Bu mengangguk, ia juga mengenali pedang itu sehingga membuat hatinya yakin, jika yang berada dalam kubur memang Lu Xiou Fu.
"Aku tak menyangka, secepat ini ia pergi," jawabnya merasa kehilangan.
Suro menarik nafas dalam, ia memejamkan matanya sejenak untuk berdoa. Tak lama kemudian, ia memandang berkeliling.
"Perasaanku mengatakan, kalau ia tewas dibunuh oleh Yun Se si Pedang Ular bukan karena dendam pendekar Lu Xiou Fu atas kematian rekan-rekannya. Sebab, ia pasti sadar, ilmu kungfunya tak cukup tinggi untuk menghadapi Yun Se," Suro berpendapat.
"Apakah ada hubungannya denganmu?" Tan Bu bertanya sambil memandang ke arah Suro yang seperti mewaspadai sekitarnya.
Sebelum berkata, ia mengangguk, "Luo menduga, memang ada hubungannya denganku. Barangkali, Yun Se tertarik dengan sayembara untuk menangkapku, lalu kebetulan bertemu dengan Lu Xiou Fu yang memang setelah ia melarikan diri dari pertarungan, dan waktu kondisiku terkena tusukan pisau beracunnya, Lu Xiou Fu yang terlihat mengurusku. Maka dia Yun Se mencari keberadaanku hidup atau mati dengan menekan Lu Xiou Fu untuk mengatakannya. Tetapi Lu Xiou Fu lebih memilih bertarung hingga mati demi melindungi keberadaanku."
"Aku khawatir, Yun Se mengawasi orang yang datang kemakam ini, lalu mengikuti kemana orang itu pergi,"
Suro sekali lagi menghela nafas dalam, lalu menunduk sebentar kemudian kembali memandang berkeliling.
"Itulah yang Luo takutkan," katanya. "Kita harus benar-benar waspada, mungkin kita akan pulang pada saat hari sudah gelap."
Lelaki disampingya mengangguk, lalu ikut berdiri ketika dilihatnya Suro berdiri, setelahnya mereka keluar dari areal pemakaman.
Tan Bu melihat Suro tidak berkata-apa tetapi ia menangkap isyarat dari tatapan mata pemuda itu agar berjalan tidak terburu-buru, dan tidak menoleh ke samping.
Tak lama, mereka sudah berada agak jauh dari pemakaman, dan melewati sebuah tempat yang sepi, merupakan batas antara pemukiman penduduk dan areal pemakaman.
Tanpa diduga oleh Tan Bu, Suro menariknya dengan tiba-tiba menyingkir dari jalan hingga membuatnya seperti terseret. Suro langsung mendorong tubuh Tan Bu ke arah batang pohon yang cukup besar untuk berlindung, dan ia sendiri bersembunyi di batang pohon lainnya.
Dari tempatnya bersembunyi, Suro meminta Tan Bu untuk melihat ke arah jalan yang mereka lalui.
Cukup lama, sekitar beberapa menit kemudian, seorang lelaki terlihat setengah berlari dengan gelagat mencurigakan, ditangannya terdapat sebilah pedang. Sesekali, ia juga bersembunyi dibalik batang pohon terdekat, lalu kepalanya terlihat mengamati jalanan dihadapannya.
Dari gelagatnya, ia seperti pemburu yang kehilangan jejak. Tak lama kemudian, ia langsung meneruskan langkahnya, barangkali ia merasa orang yang sedang ia amati sudah berada jauh di depan.
Setelah dirasa orang yang mereka amati sudah tidak terlihat, Tan Bu lalu memberi isyarat pada Suro, ingin menanyakan tentang situasinya saat ini. Lalu dijawab oleh Suro dengan anggukan, tanda bahwa situasinya sudah aman. Tetapi mereka belum keluar dari persembunyian.
"Itukah orang yang bernama Yun Se?" Tan Bu bertanya.
Suro menggelang, "Bukan, aku khawatir itu salah satu dari orang suruhan Yun Se atau justru suruhan dari Perwira Chou!"
Tan Bu tampak termenung sejenak. Ia tak berani bergerak sebelum Suro bergerak. Suro tampaknya masih memerlukan lebih banyak waktu untuk membuat kondisi dirasa benar-benar aman.
Suro mendului keluar dan berdiri ditengah jalan yang mereka lalui sambil matanya memandang ke depan dimana sosok tubuh orang yang mengendap-endap tadi pergi.
"Sepertinya, kita harus buru-buru menghilang dari kota ini pergi ke lembah Gezi," katanya pada Tan Bu, berubah dari rencana semula.
Baru saja selesai mengatakan demikian, tiba-tiba dari hadapannya nampak orang yang tadi mengendap-endap berlari dengan sangat cepat sambil menghunuskan pedang yang siap diayunkan.
Suro mendorong tubuh Tan Bu ke sisi yang aman, sedangkan dia sendiri langsung bersiap dengan memasang kuda-kuda serang.
Seketika itu juga, tongkat pendek yang terselip dibalik punggung sudah berada ditangan kanannya langsung melakukan sebuah tusukan ke arah penyerang.
Diluar dugaan pemuda itu, lelaki penyerang tiba-tiba mengubah arah larinya menjadi ke samping seolah menghindar, tahu-tahu posisinya sudah berada di samping Suro sambil melakukan tebasan.
Gerakan demikian membuat Suro kaget bukan kepalang, tongkat diayunkannya kembali untuk menepis serangan yang ditujukan ke punggunnya. Ia berbalik, tongkat pendek dan pedang beradu pada sisi pedang tumpul, menimbulkan suara dentingan.
Sret!
Nyaris saja, tubuhnya terbelah. Tetapi naas, ujung pedang lawan berhasil menggores kain baju dan kulit tubuhnya membuat segaris goresan cukup panjang yang mengeluarkan luka.
Di sela-sela pertahanannya dari serangan lawan, ia meringis merasa perih. Ia membayangkan jika pedang itu beracun pastilah ia akan segera mati lebih cepat.
Sekali lagi serangan yang sama dilakukan dengan gerakan yang sama. Tak mau kecolongan dua kali, ia langsung membuat kuda-kuda yang flesksibel. Gerakan tepisan dengan tongkat ia pindahkan ke sisi lain.
Lagi-lagi, si penyerang merubah arah, kali ini dengan melakukan tusukan ke arah perut Suro. Gerakan yang tak terduga menjadikan Suro melompat lebih jauh hingga tusukan pedang lawan menemui tempat kosong.
"Hmm...." pedangnya diarahkan pada Suro sambil mulutnya menyungging senyum mengejek, "Pantas saja tuan Chou cukup kewalahan menghadapimu!"
Suro kaget luar biasa. Bagaimana lelaki dihadapannya itu tahu dia adalah orang yang bertarung dengan perwira Chou?
Otaknya langsung berfikir. Ia menyadari kesalahannya, bahwa keluar dari Lembah Gezi kemudian mengunjungi makam Lu Xiou Fu adalah sebuah kesalahan fatal! Dan itu petunjuk buat mata-mata Perwira Chou!
"Siapa kamu?" Suro berkata sambil mempersiapkan diri.
Ia sudah membaca, lelaki dihadapannya ini memiliki kegesitan yang luar biasa. Sampai-sampai, ia sendiri kesulitan membaca arah serangannya.
Dengan mulut menyeringai, ia menjawab, "Aku Yuan Wei, julukanku Rase Terbang!"