Pandangan Yuan Wei menatap Suro terkesan meremehkan. Secara usia, Yuan Wei memang berusia sekitar 30 atau 40 tahun, dari gerakannya sewaktu menyerang Suro membuktikan kalau ia adalah seorang ahli kungfu yang berpengalaman dan berilmu tinggi, terutama gerak meringankan tubuhnya.
Suro sedikit mendesis ketika luka sabetan pedang Yuan Wei terasa berdenyut dan pedih di bagian punggungnya. Wajahnya lekat menatap Yuan Wei yang juga memandangnya dengan senyuman menyeringai.
Ia tak mau gegabah, lalu melalukan gerakan melingkar perlahan melakukan kembangan, sementara Yuan Wei matanya tak lepas dari pergerakan Suro, seperti mata seekor kucing yang sedang mengincar mangsanya.
"Kungfu apa itu?" Yuan Wei bertanya tanpa merubah raut mukanya.
Suro tak menjawab, ia berdiam dari geraknya ketika hampir mendekati jarak serang dengan bersikap menunggu.
Yuan Wei merasa tak sabar karena Suro tak kunjung bereaksi, diiringi dengan dengusan pendek dari bibirnya, ia bergerak cepat secara zig-zag dan ayunan pedangnya bergerak seolah tak beraturan bertujuan membuat Suro bingung.
Wuut!
Pedang Yuan Wei menebas ke bagian perut Suro, lalu disusulnya dengan sebuah tendangan memutar begitu Suro berhasil menghindar. Pemuda itu menggeser tubuhnya ke kiri, satu ayunan kembali menyerangnya dari atas ke bawah, dengan gerakan sangat cepat ia lalu memajukan kaki kanannya dan menyerang Yuan Wei dengan gerakan Hantaman Bukit Baja.
Serangan Suro membuat Yuan Wei terlempar, tetapi lelaki itu berhasil membuat tubuhnya tetap berdiri dengan kuda-kuda yang kokoh, kakinya seperti kuat menghujam bumi, lalu kembali melancarkan serangan balik ke arah Suro dengan tusukan yang tidak terduga.
Suro mengira kalau tusukan pedang Yuan Wei tidak akan mengenainya karena jarak serang yang tidak maksimal, tetapi ia keliru. Tubuh Yuan Wei seperti memanjang dengan menyorongkan tubuhnya lebih jauh ke depan. Hal itu memaksa Suro untuk melangkah mundur lalu melompat ke samping Yuan Wei.
Sebenarnya serangan Yuan Wei biasa saja, dan Suro masih bisa meladeninya, tetapi dari segi gerakan ia kalah cepat, karena kegesitan Yuan Wei dengan ilmu meringankan tubuhnya yang mumpuni membuat semua serangan si Rase Terbang itu terlihat sangat cepat.
Jika ia tak banyak menguasai teknik pertarungan, tubuh Suro bakal tersayat-sayat oleh pedang Yuan Wei. Dari situ, ia mengakui secara jujur bahwa nama Yuan Wei itu sesuai dengan julukannya, Rase Terbang. Benar-benar gesit!
Pemuda itu harus berusaha mendapatkan satu kesempatan untuk menyarangkan beberapa serangannya dalam sekali hitungan. Namun, beberapa kali selalu gagal. Ia harus bertarung menggunakan taktik menyerang jarak dekat mengantisipasi sabetan dan tusukan pedang Yuan Wei.
Setelah bertarung beberapa saat, Suro membuat gerakan kaki menghentak secara tiba-tiba yang membuat Yuan Wei bereaksi untuk menghindar. Pada saat itulah, Suro berhasil memprediksi arah gerak tubuh Yuan Wei, bersamaan dengan itu ia menusukkan tongkatnya ke perut Yuan Wei.
Tusukan tongkat Suro telak bersarang ditubuh lelaki itu hingga membuatnya tertunduk. Dengan gerakan setengah melompat, ia mengambil posisi menempel di badan Yuan Fei dibarengi serangan sikut kanan menyasar kepala, kemudian sikutannya berubah menjadi hantaman punggung tangan, lalu telapak tangan kiri mengambil alih dengan pukulan ke arah dagu. Serangan ini dilakukan tanpa jeda, ibarat satu kedipan mata menghasilkan 3 kali gerakan. Serangan ini disebut Pukulan Cempaka Mengorak!
Tubuh Yuan Wei tersurut mundur, kesempatan itu dimanfaatkan oleh Suro dengan menyabetkan Tongkatnya ke arah kepala.
Plak!
Kerasnya sabetan tongkat Suro membuat kepala Yuan Wei terputar diikuti dengan tubuhnya yang kemudian terbanting ke tanah.
Mata lelaki itu membelalak sesaat disertai erangan tertahan dengan tarikan nafas turun naik, disusul dengan mengalirnya darah dari telinga, dua lubang hidung dan mulutnya. Tak Lama kemudian, tubuhnya mengejang dan akhirnya ia tewas dengan kondisi luka mengerikan!
Melihat lawannya tewas mengenaskan, Suro langsung menoleh ke arah Tan Bu yang masih terpukau atas apa yang dilihatnya.
"Ayo, kita harus segera pergi!" Suro berseru.
Tanpa banyak bicara lagi, mereka berlari meninggalkan tempat itu, khawatir jika ada orang-orang perwira Chou atau rekan dari Yuan Wei yang datang.
***
Dua hari kedepan adalah bulan kedelapan hari kelima.
Di Lembah Gezi, seusai shalat Subuh, semua orang dikediaman tabib Hu sudah berkumpul melepas kepergian Suro menuju Lembah Awan Perak.
Rou Yi, nampak sedang mempersiapkan segala perbekalan yang akan dibawa oleh Suro. Tampangnya terlihat sedih, sama dengan wajah-wajah yang ada disitu.
Mereka tahu, bahwa ini adalah pertarungan hidup dan mati antara Suro dan Ye Chuan Si Naga Api. Mendengar dari apa yang diceritakan Suro tentang Ye Chuan, lelaki itu memiliki ilmu kungfu yang sangat tinggi. Pertarungan hari itu di kuil Shao Lin, Suro dapat bertahan hidup hanyalah suatu yang bisa dianggap keberuntungan.
Apalagi, sejak hari itu, Ye Chuan pasti sudah sangat mempersiapkan diri untuk menghadapi pertarungan dengan Suro.
"Adik Luo," Tan Bu berkata, "Aku ingin ikut bersamamu."
Suro menggeleng sambil tersenyum, "Luo mempercayakan keluarga ini padamu. Jika kakak Tan ikut, sungguh itu akan membuatku kehilangan konsentrasi ketika melawan Ye Chuan.."
"Kakak Luo, bisakah kakak tidak usah pergi ke sana?" Rou Yi menyambung.
Suro kembali menggeleng.
"Jika aku tak kesana, bisa saja ia yang akan kemari. Tentu akan lebih berbahaya lagi. Jelas aku tak mau mengorbankan keluarga ini."
Tabib Hu terlihat manggut-manggut, yang dikatakan Suro memang benar. Tapi ia berfikir, jika Suro tak berangkat dan Ye Chuan mencarinya hingga kemari, sewaktu-waktu ia bisa membantunya. Tapi tentunya Suro tak akan pernah mau melibatkan orang lain dalam pertarungannya.
"Kami hanya bisa berdoa, semoga engkau bisa selamat," katanya.
"Hmm," Suro mengangguk, "Insyaallah, aku pasti kembali secepatnya."
Suro nampak begitu yakin bahwa ia akan pulang dengan selamat. Keyakinannya bahwa Allah SWT akan selalu melindunginya sangat tinggi. Hal itu terlihat dari raut wajahnya.
Pemuda itu menoleh ke arah Li Yun yang duduk dikursi roda yang memandangnya dengan pandangan tak rela, apalagi ketika Suro berlutut dihadapannya.
Dilihatnya air mata Li Yun sudah membasahi pipi, dadanya terlihat berguncang menahan sebak didadanya yang terasa mendesak.
"Adik Li," katanya, "Ingatlah kata-kata kakak, bahwa Ye Chuan itu adalah orang jahat yang bisa membuat kerusakan di muka bumi. Maka, membunuhnya adalah sebuah jihad. Jadi, jika terjadi sesuatu pada kakak, dan kakak tidak kembali dalam waktu 4 hari ini, jangan mengharapkan kakak lagi, mohon untuk adik agar jangan bersedih."
Mendengar ucapan Suro, Li Yun tak bisa lagi menahan suaranya. Ledakan yang tertahan didadanya langsung keluar bersamaan dengan suara tangisnya.
"Kakak, jangan tinggalkan aku," katanya, "Berjanjilah bahwa kau akan kembali dengan selamat."
Jawaban Suro hanya senyuman, perkataannya akan membuat Li Yun tambah sedih. Maka ia memutuskan untuk diam.
Rou Yi menyerahkan bungkusan bekal kepada Suro dengan satu tangan, sedang tangan lainnya digunakan untuk menutup mulutnya. Tetapi, air mata yang terlanjur membasahi pipinya tak bisa ia sembunyikan.
Setelah memandang berkeliling akhirnya ia bangkit berdiri, lalu melangkah pergi diiringi pandangan mata orang-orang yang ada didalam ruangan itu.
***
Lembah Awan Perak, hari pertarungan.
Ye Chuan duduk bersila di mulut gua, matanya tertutup seperti tengah bermeditasi.
Udara disekelilingnya masih terasa dingin, sinar matahari pagi juga baru menembus sela-sela tumbuhan yang ada di lembah itu.
Suro melangkah menyusuri jalan setapak, dan menyibak beberapa tumbuhan yang menghalangi jalannya hingga ia tiba di hadapan Ye Chuan.
Ye Chuan perlahan membuka matanya, lalu mulutnya tersungging seringai senyumnya sambil mengangguk-ngangguk mengakui keberanian pemuda yang sudah berdiri dihadapannya.
"Aku salut padamu, masih muda, berilmu tinggi. Jika kau seusiaku, pasti kau bisa menjadi raja didunia persilatan ini," katanya, lalu berdiri santai dan menggoyang-goyangkan seluruh tubuhnya seperti menggeliat.
Suro menangkupkan kedua tangannya sambil menunduk hormat.
"Aku tak butuh pengakuan dunia. Apa yang kumiliki, semua adalah titipan, termasuk nyawa ini," Suro mengatakannya dengan yakin dan tenang, tak ada kesan takut yang keluar dari mulutnya.
Ye Chuan tertawa keras sampai tubuhnya terguncang-guncang.
"Anak kecil, beraninya menceramahiku!" katanya dengan suara keras dan berat. Ye Chuan seperti tak terima mendengar perkataan Suro.
"Aku tak bermaksud berceramah. Aku mengatakannya untuk diriku sendiri."
Ye Chuan kembali tertawa. Lalu berjalan bolak-balik sambil mengamati Suro. Tatapannya yang sangar ditambah tubuhnya yang tinggi dan besar, sedikit membuat Suro sedikit gentar.
Pemuda itu masih tetap berdiri dengan posisinya yang tenang, senyumnya sedikit mencuat dari bibirnya untuk menyembunyikan rasa gentar. Ia sudah beberapa kali bertarung dengan Ye Chuan, sehingga ia sudah bisa mengukur ketinggian ilmu beladiri Ye Chuan.
Tapi, kondisi Ye Chuan yang kemarin sudah tentu berbeda dengan kondisi Ye Chuan sekarang. Suro dapat merasakan getaran energi yang keluar dari tubuhnya begitu besar. Seperti ada pusaran angin puyuh yang melingkari tubuhnya.
Ye Chuan pasti sudah menghabiskan hari-harinya dengan berlatih untuk menghadapi hari ini. Begitu pun Suro. Hanya saja, pemuda itu masih belum yakin kalau hasil latihannya minimal mampu mengimbangi keahlian Ye Chuan.
Ye Chuan langsung mendengus dengan seringai meremehkan.
"Perwira Chou memang menawarkan kebebasan padaku dengan membunuhmu. Tetapi, saat ini niatku untuk membunuhmu bukan lagi karena perintah perwira Chou, tetapi memang karena kemauanku sendiri," katanya.
"Oh, jadi ternyata semua ini ada hubungannya dengan orang itu...."
"Awalnya demikian, tetapi seperti yang sudah kukatakan, niatku saat ini bukan karena siapa-siapa lagi!"
Suro tersenyum kecut mendengarnya. Terbuka sudah mengapa orang yang menghilang sepuluh tahun lalu dan ditakuti didunia persilatan, tiba-tiba muncul kembali, hanya untuk ditugaskan membunuh dirinya.
"Aku mungkin tak bisa mengalahkanmu dan mungkin aku juga akan mati ditanganmu," Suro berkata, "Seandainya itu terjadi, bisakah kau tidak membuat keresahan lagi dibumi ini?"
Ye Chuan menatap pemuda itu dengan lekat, seorang pemuda mau menawarkan kematiannya dengan kesenangannya?
Ia mendengus dan menertawakan tawaran Suro, menganggapnya permintaan yang aneh ditelinganya.
"Bagaimana mungkin aku menghentikan kesenanganku? Kematianmu itu tak ada harganya jika dibandingkan dengan permintaanmu yang tidak masuk akal diotakku!"
Suro kemudian melangkah maju, ia tak mau lagi menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang dengan Ye Chuan. Hari ini, kalau bukan ia yang mati, maka Ye Chuan lah yang harus mati.
"Kalau begitu," katanya sambil tersenyum dingin, matanya pun menatap Ye Chuan dengan pandangan tajam seperti elang, "Pertarungan dimulai!"
Suro langsung berlari dari langkah awalnya. Lalu melompat dan mengayunkan tinju kanannya ke arah kepala Ye Chuan.
Ye Chuan sempat tersenyum menyeringai, memiringkan kepalanya hingga pukulan Suro lewat disisi telinganya, tetapi tiba-tiba lutut Suro menekuk menghantam dada Ye Chuan dengan sangat keras.
Buk!!!
Tubuh Ye Chuan tersurut mundur beberapa langkah, ia seperti tak menyangka kalau dalam kondisi bersamaan, Suro bisa melakukan dua serangan dengan waktu yang sangat cepat.
Belum hilang rasa terkejutnya, Suro mengepalkan tinjunya kembali dan diayunkan dari bawah ke atas dengan menyasar dagu. Ye Chuan menarik kepalanya hingga pukulan Suro melewati mukanya.
Suro tak mau bermain-main, ia ingin segera mengakhiri pertarungan dengan melakukan serangan-serangan mematikan dan menggunakan tenaga penuh. Ia tak ingin memberi kesempatan pada Ye Chuan untuk memainkan tekniknya.
Begitu Ye Chuan mendapat kesempatan, Suro langsung memblokirnya dengan gerakan-gerakan Tai Chi Chuan. Tubuhnya memutar dan merunduk kebawah, kakinya mengayun menyapu kaki Ye Chuan.
Tubuh Ye Chuan yang belum siap dengan kuda-kudanya langsung terbanting keras. Suro melompat tinggi, tangannya menarik tongkat yang terselip dibalik punggungnya, lalu mengayunkannya ke tubuh Ye Chuan.
Ye Chuan menahan nafasnya, ketika tongkat Suro menghantam tubuhnya yang terbanting di tanah.
Buk!
Telak tongkat pemuda itu menghantam perut Ye Chuan, tetapi lelaki itu langsung menghantam wajah Suro dengan telapak tangannya membuat kali ini tubuh Suro terjengkang ke belakang.
Ye Chuan bergulung di atas tanah menyusul tubuh Suro. Sebuah hentakan menggunakan tumit mengarah ke perut Suro. Dengan menyilangkan tangan, serangan tumit kaki Ye Chuan dapat ia redam, kemudian memberinya kesempatan untuk berguling mundur setelah mengenyahkan tumit Ye Chuan, lalu melenting berdiri dengan kuda-kuda bersiap.
Senyum Ye Chuan menyeringai menatap Suro dengan pandangan tajam.
Suro menyeka darah yang keluar dari lubang hidungnya sambil memperhatikan kondisi Ye Chuan yang masih tampak segar bugar. Belum ada tanda-tanda kalau tubuhnya terluka. Padahal, semua serangan yang dilancarkan oleh Suro begitu kuat. Orang biasa pastilah terluka parah!
"Ayo anak muda!" serunya, "Ini tadi belum apa-apa!"
Belum apa-apa? Suro membatin.
Selesai bicara, Ye Chuan melompat kehadapan Suro sambil menyorongkan cakarnya ke perut Suro. Pemuda itu menepisnya ke samping, tubuhnya memutar dan sikutnya menyodok wajah Ye Chuan. Sayangnya, Ye Chuan menghindar dengan cara merendahkan tubuhnya sekaligus membalas serangan Suro dengan memukulkan tinjunya ke perut Suro yang tak terlindung.
Menggeser sedikit, mengelak ke sisi tubuh Ye Chuan, Suro menghantamkan bahunya dengan teknik Hantaman Bukit Baja. Hantaman itu membuat tubuh Ye Chuan sedikit menjauh, pemuda itu langsung bergerak menendang.
Dengan keras, tendangan Suro ditepis oleh Ye Chuan, dan secara tiba-tiba tubuhnya memutar dan kaki belakangnya telak menampar pipi Suro hingga tubunya kembali terbanting ke tanah. Secepatnya ia berguling sebelum kaki Ye Chuan menjejak perutnya. Lalu ia melenting dan melangkah mundur beberapa langkah sambil membuka kembangan.
Kini, bukan hidungnya lagi yang berdarah, tetapi dari sudut bibirnya cairan merah darah mengalir perlahan.
Ia merasakan kepalanya sedikit pusing. Menggoyang-goyangkannya beberapa kali sambil melakukan gerakan kuda-kuda berjalan. Tangannya mengayun-ayun memainkan gerakan kembangan silat diiringi dengan tarikan nafas lembut.
"Kungfu apa itu?" Ye Chuan berkata sambil menaikkan sudut bibirnya.
Suro tahu, kalau Ye Chuan itu meremehkan kemampuannya dengan berdiri santai. Tapi dari matanya nampak kalau Ye Chuan sangat menikmati pertarungan itu.
"Selama ratusan kali pertarungan, baru kali ini aku menemui lawan yang mampu bertahan lebih lama menghadapiku. Ini membuatku terhibur," katanya lagi sambil memberi acungan jempol pada Suro, "Sungguh, kau pemuda yang sangat berbakat!"
Ye Chuan tak bergerak dari tempatnya berdiri, ia seperti sengaja memberi kesempatan pada Suro untuk mengatur nafas dan memulihkan tenaga.
"Ayolah pemuda asing!" serunya melihat Suro tak mengeluarkan kata-kata, "Aku ingin kau bertarung dengan kungfu yang menjadi beladiri dasarmu! Bukan dengan kungfu Tai Chi! Itu sudah basi!" katanya mengejek.
Selama ini, dalam menghadapi Ye Chuan, gaya bertarungnya menggunakan kungfu Taichi. Karena secara teori, hanya kungfu Tai Chi yang bisa meladeni kekerasan dan kekuatan kungfu Naga Api Ye Chuan. Ia belum pernah mencoba untuk melawannya dengan gerakan Silat daerahnya.