Pagi yang cerah, usai menyeka tubuh dan menggantikan pakaian Li Yun, Yin Rou Yi dengan sabar dan cekatan menyuapi gadis itu. Tergambar dari wajahnya yang cantik dan senyumnya yang sesekali mengembang menunjukkan keikhlasannya untuk melakukan itu.
Li Yun nampak seperti menahan tangis, matanya berkaca-kaca memandang Rou Yi yang memperlakukannya dengan sangat istimewa. Kelembutan hati dan keanggunan gayanya terkadang membuat iri.
Ia teringat pada malam sebelumnya ketika ia mengatakan bahwa ia rela jika Rou Yi menggantikan posisinya, mengingat rasa keputusasaan akan cidera yang ia derita, disamping itu ia juga melihat kalau Rou Yi memiliki karakter yang sama dengan Suro. Gadis itu lebih pantas ketimbang dirinya.
"Nona Yi," disela-sela makannya, gadis itu berkata, "Terima kasih banyak, aku sudah merepotkanmu."
Rou Yi tersenyum, lalu meletakkan tempat makan di atas meja yang berada didekatnya. Ia menghela nafas sejenak. Matanya yang bening kemudian menatap mata Li Yun begitu lekat dan akrab, dan tangannya menggenggam tangan Li Yun.
"Ini memang sudah merupakan tugasku sebagai Tabib. Kelak aku akan menggantikan tugas ayahku. Nona Li tak perlu sungkan," jawabnya,"apa lagi, orang yang kurawat adalah orang yang sangat spesial."
Li Yun membalas senyum Rou Yi. Gadis itu sangat dewasa dan mandiri, apakah itu terrbentuk karena Rou Yi sejak dulu adalah seorang yatim? Suaranya yang lembut begitu nyaman didengar dan menentramkan hati, mengingatkan pada suara ibunya.
Ah, aku jadi merindukan ibu. Saat-saat begini, biasanya ia bergelayut manja dilengan ibunya. Ia membatin.
Di bantu Rou Yi, ia mencoba bergerak merubah posisinya yang setengah berbaring, rasa sakit menusuk membuat wajahnya mengernyit sambil menggigit tepi bibirnya.
"Dimana kakak Luo?" Li Yun bertanya.
"Kakak Luo sedang membantu ayah di ruang depan."
Li Yun mengangguk faham.
"Nona Li, bersabarlah. Aku yakin cidera tulang belakangmu akan segera pulih. Kakak Luo sudah mengirim paman Tan Bu ke Shao Lin. Beberapa hari lagi, mereka akan datang," Rou Yi memberi semangat pada Li Yun.
"Sebenarnya, saat ini aku sudah merasa putus asa. Aku berharap pada waktu itu aku juga ikut mati bersama orang tuaku," katanya mengeluh. "Semua ini sebenarnya karena kesalahanku yang keras kepala. Jika waktu itu aku menuruti kata-kata ibu dan kakak, kejadiannya tidak akan seperti ini."
Rou Yi hanya tersenyum mendengarnya, ia lalu membelai rambut Li Yun yang panjang seperti dirinya. Li Yun seperti tertekan karena rasa bersalah.
"Kakak Luo pernah berkata, bahwa kematian itu pasti datang, dan janganlah meminta untuk disegerakan. Keluh kesah barangkali itu sebagai hal yang wajar. Berkeluh kesah seringkali membuat kita terdramatisasi oleh masalah. Seakan-akan rencana dan keinginan kita lebih baik daripada yang terjadi. Padahal, belum tentu. Siapa tahu, di balik kejadian yang mengecewakan menurut kita, ternyata sarat dengan perlindungan Allah dan sarat dengan terkabulnya harapan-harapan kita. Tiap melakukan kekeliruan, kita ditolong Allah dengan memberikan tuntunan-Nya. Tuntunan itu tidak harus dengan terkabulnya keinginan yang kita mohonkan. Bisa jadi terkabulnya do'a itu bertolak belakang dengan yang kita minta. Karena Allah Mahatahu di balik apapun keinginan kita. Baik keinginan jangka pendek, maupun keinginan jangka panjang. Baik kerugian duniawi maupun kerugian ukhrawi. Baik kerugian secara materi maupun secara kerugian mental. Kita tidak bisa mendeteksi secara cermat. Kadang-kadang kita hanya mendeteksinya sesuai dengan keperluan hawa nafsu kita." Rou Yi menngatakan apa yang pernah ia dengar dari Suro sebagai nasehat. Kini ia mengulang kembali perkataan Suro.
Li Yun langsung memandang ke arah Rou Yi, ia merasa senang dengan gadis dihadapannya itu.
Masalah sebenarnya bukan pada cidera tulang belakang yang mengakibatkan ia menjadi lumpuh, tetapi lebih kepada rasa bersalahnya yang begitu besar dimasa lalu.
Sejak kejadian itu, ia tak pernah tenang. Meskipun ia sudah sering mengutarakannya pada Suro, tetapi tak sekalipun pemuda itu menyalahkannya. Jika peristiwa ini tidak terjadi, barangkali seiring waktu rasa bersalahnya tidak akan sebesar ini.
"Nona Li sangat beruntung, banyak orang-orang disekeliling yang menyayangimu. Termasuk kakak Luo yang begitu memperhatikan keadaanmu." Ia melanjutkan.
Li Yun langsung menarik tangan Rou Yi lebih dekat kedadanya.
"Nona Rou Yi, apakah kau juga menyukai kakakku?" Li Yun tersenyum menggoda.
Puteri tabib Hu itu tersentak kaget mendengar pertanyaan Li Yun. Ah, ia ingat Suro pernah mengatakan kalau karakter Yang Li Yun itu ceria, suka bercanda dan pertanyaan-pertanyaannya sering membuat orang lain salah tingkah. Saat ini, ia sedang mengalaminya sendiri. Wajahnya langsung memerah.
Buru-buru ia berusaha menyembunyikan perubahan raut wajahnya untuk bersikap santai. Tapi terlambat, Li Yun sudah sempat menangkap ekspresi wajahnya.
Gadis itu tak mampu menjawab pertanyaan Li Yun, hanya mampu untuk menundukkan kepala. Sikapnya yang demikian membuat Li Yun tersenyum.
"Nona Yi tak perlu menjawab," Li Yun semakin erat menggengam tangan Rou Yi, lalu menempelkan dipipinya.
Rou Yi hanya pasrah atas tindakan yang dilakukan Li Yun, dan ia cukup terkejut begitu mengangkat kepala, melihat mata Li Yun yang berkaca-kaca, tetapi masih dengan senyumnya yang tanpa dibuat-buat.
"Maafkan aku, nona Li....." Rou Yi berkata begitu karena ia merasa Li Yun sudah tahu apa yang ada dalam hatinya bahwa ia juga mencintai Suro.
Li Yun menggeleng.
"Aku tak rela jika ada gadis lain yang mencintai kakakku," katanya, "Tetapi, jika gadis itu adalah nona Yi, sungguh, aku ikhlas, sangat-sangat ikhlas. Engkau berhati lembut dan penuh kasih, sama dengan karakter kakak Luo."
Tiba-tiba, mata Rou Yi yang memang sejak tadi berkaca-kaca, perlahan menetes membentuk aliran parit kecil dipipinya. Ia menarik tangan Li Yun yang menggenggam tangannya, lalu menciumnya dengan sayang.
"Aku tidak akan menerimanya, meskipun jujur aku juga mencintainya...." Rou Yi mengatakan itu dengan suara terbata-bata. Ia merasa tidak perlu lagi menyembunyikan kecintaannya pada Suro. "Aku minta maaf, Nona Li....Sungguh aku minta maaf.... "
***
Beberapa hari berlalu, wajah Suro tersenyum lebar menyambut kedatangan Tan Bu dan Lu Xiou Fu dengan membawa serta Biksu So Lai, seorang ahli, kepala pengobatan biksu Shao Lin di halaman pintu masuk kediaman Tabib Hu. Tak hanya itu, biksu So Lai rupanya juga mengajak serta Hung Se Yu da Yung Se Kuan.
Mereka saling berpelukan. Suro betul-betul tak menyangka jika biksu So Lai mau datang memenuhi undangannya untuk mengobati Li Yun.
"Luo benar-benar meminta maaf pada guru So Lai, dan saudara-saudara lainnya karena meminta anda datang kemari. Luo merasa tak sopan dan kurang ajar," katanya sembari menundukkan kepala memberi salam.
Mereka tertawa mendengar Suro berkata demikian. Biksu So Lai menepuk pundak Suro beberapa kali.
"Apa yang kau bicarakan, pendekar Luo...." katanya,"Justru kami sangat merasa bersalah jika tidak memenuhi harapanmu. Budi baik keluarga Yang hanya bisa kami balas dengan kedatangan kami."
"Selain itu, biksu kepala juga menitip salam, dan ucapan duka yang mendalam untuk keluargamu," kali ini Hang Se Yu menyahut.
Suro tersenyum dan mengangguk, lalu merendahkan kepalanya sekali lagi dengan menangkupkan kedua tangan.
"Terima kasih banyak atas perhatian saudara-saudaraku," jawabnya.
Tak berapa lama, Suro mengiring mereka masuk ke ruang pengobatan, dimana tabib Hu dan tetua Huang Nan Yu sudah berada didalamnya.
Setelah memperkenalkan diri kepada keluarga tabib Hu, biksu So Lai langsung memeriksa kondisi Yang Li Yun yang menunggu kedatangan mereka dengan jantung berdebar.
"Kondisi fisiknya sudah cukup kuat," ia berkata sambil meletakkan tangan Yang Li Yun di sisi pembaringan usai memeriksa denyut nadinya, "Aku meminta bantuan untuk membalikkan posisi nona Li Yun."
Rou Yi langsung mendekat, disusul kemudian dengan Suro. Secara perlahan dan sangat hati-hati, mereka melakukan apa yang diinstruksikan oleh biksu So Lai.
Sesekali, Suro maupun Rou Yi memicingkan mata dan menggigit bibirnya disaat mendengar jerit tertahan Li Yun akibat kesakitan.
Butuh waktu cukup lama untuk membalikkan tubuh Li Yun karena sakit yang amat sangat dirasakan oleh gadis itu pada punggungnya. Suro sampai-sampai seperti ikut merasakan kesakitan.
Biksu So Lai mengamati sebentar sambil meraba-raba tulang punggung Rou Yi yang cidera. Mulutnya terdengar mendesis seperti mengetahui dan ikut merasakan sakit. Gelengan kepala dan raut wajahnya yang menunjukkan keraguan membuat jantung Suro berdebar-debar.
"Ini benar-benar sakit." Katanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya lagi, "Nona Li Yun sungguh gadis yang kuat!"
"Bisakah untuk dipulihkan?" Suro bertanya, tetapi biksu So Lai tak memberi jawaban. Pandangannya terlihat serius. Agak lama ia berdiam, seperti sedang memikirkan sesuatu.
Suro dapat melihat, Biksu So Lai menarik nafas, entah ragu atau sedang mempersiapkan diri.
Rou Yi memegang telapak tangan Li Yun dengan erat. Ia tahu, pembenahannya akan menimbulkan rasa sakit yang amat sangat. Kepalanya ia dekatkan ke sisi telinga Li Yun.
"Bertahanlah sayang," ia berbisik dengan mata yang berkaca-kaca, "Jika terlalu sakit, peganglah tanganku kuat-kuat, bila perlu, menjeritlah."
Li Yun hanya bisa memberi isyarat dengan senyuman.
Rou Yi dapat merasakan telapak tangan Li Yun mulai berkeringat, wajahnya nampak begitu gugup. Di seberangnya pada sisi tubuh Li Yun yang lain, Rou Yi memperhatikan raut wajah Suro yang terlihat ragu untuk memegang tangan adiknya itu. Ia pun berdehem memberi isyarat agar pemuda itu menoleh kepadanya.
Suro mendengar isyarat suara Rou Yi, dan mengamati lirikan gadis itu yang bermaksud agar pemuda itu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Rou Yi.
Biksu So Lai menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan cepat sebagai persiapan sebelum ia melakukan hentakan. Lelaki itu kemudian menggoyangkan jari-jarinya melakukan usapan ringan pada punggung Yang Li Yun, memberinya sentuhan pelemasan.
Telapak tangannya tiba-tiba membuka dan langsung memberikan tekanan kuat dan hembusan nafas pada punggung Li Yun.
Kreeeek!!!!
"Aaakkkkkkkkkkk!" Li Yun menjerit sekuat tenaga menyusul derak tulang yang berbunyi.
Tangannya mencengkeram kuat tangan Rou Yi dan Suro sambil menangis. Rou Yi nampak menangis panik, sedangkan mata Suro terlihat berkaca-kaca.
Rou Yi mengernyitkan keningnya menahan sakit akibat cengkeraman Li Yun yang begitu kuat. Tetapi ia bisa membandingkan, tekanan Biksu So Lai pada tulang belakang Li Yun pasti jauh lebih menyakitkan.
"Sakiiiit!" jeritnya lagi, nafasnya terasa sesak, dadanya terlihat turun naik.
"Yang kuat, sayang...Kamu dapat menahannya..." Rou Yi kembali berbisik memberi semangat. Ia mencium tangan Li Yun.
Perlakuan gadis itu pada Li Yun mendapat perhatian dari Suro. Ia sampai tak merasa kalau air matanya juga menetes karena terharu. Dalam hati ia sangat berterima kasih pada Rou Yi yang nampak sangat memperhatikan kondisi adik angkatnya itu.
Biksu So Lai kembali mengusap ringan mengikuti alur tulang belakang Li Yun beberapa kali, lalu sekali lagi ia membuat sentakan kuat pada daerah di atas tulang ekor.
Kreeeek!!!
Li Yun kembali menjerit.
Tapi tak lama, suaranya menghilang. Suro langsung panik, dan ketika ia memeriksa nadi Li Yun, wajahnya kembali tenang. Gadis itu pingsan!
Tangan Biksu So Lai memijit-mijit punggung Li Yun dengan lebih keras untuk memeriksa lebih dalam, sampai akhirnya sebuah senyuman menyeruak dengan rasa lega.
"Bagaimana, guru So Lai?" Suro bertanya.
Biksu So Lai menepuk-nepukkan kedua telapak tangannya satu sama lain, lalu memandang berkeliling ke arah orang-orang yang ada di ruangan itu.
"Tulangnya sudah kembali pada posisinya. Sekarang tinggal masa pemulihan saja."
Suro langsung bersujud dilantai sambil mengucapkan kalimat-kalimat syukur, tapi terdengar pula kalau ia sedang menangis haru. Sementara Rou Yi yang berada disisi lain terlihat menangis dengan senyum bahagia.
Biksu So Lai kemudian membalikkan badan dan datang menghampiri tabib Hu dan Huang Nan Yu disisi yang lain.
Lelaki itu menunduk kepada tabib Hu,"Anda bisa memberinya ramuan untuk mencegah luka dalam akibat hentakan pemulihan tulang tadi."
Tabib Hu melakukan hal yang sama memberi hormat,"Terima kasih Guru So Lai."
Tetua Huang Nan Yu menyusul, "Semoga tuhan membalas kebaikan Guru So Lai,"
"Tuan-tuan silahkan untuk beristirahat dikediamanku sebelum kembali," Tabib Hu berkata menawarkan pada Biksu So Lai dan biksu lainnya.
Bersamaan mereka menjawab sambil menundukkan kepala, "Terima kasih, tabib Hu!"
Rou Yi langsung tanggap begitu melihat ayahnya memberi isyarat untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Biksu So Lai dengan melangkah pergi menyiapkan beberapa tumbuhan obat sebagai bahan racikan untuk Li Yun.
Tan Bu yang sejak tadi berdiri di sudut ruangan, perlahan menghampiri Suro. Wajahnya pun tersenyum bahagia dengan mata berbinar-binar.
"Adik Luo," katanya sambil menepuk-nepuk bahu Suro,"Aku sudah dengar cerita tentang tantangan Ye Chuan, Sekarang adik sudah harus fokus berlatih."
Suro mengangkat kepalanya sambil menyeka air mata yang membasahi kedua pipinya. Ia mengangguk.