Chereads / Pendekar Lembah Damai / Chapter 27 - Liu Xiou

Chapter 27 - Liu Xiou

Suro memperhatikan apa yang ditulis oleh Rou Yi yang duduk berseberangan dalam satu meja dan saling berhadapan dengannya.

Gadis itu tampak lincah menggerakkan tangannya yang memegang pena, menulis dan menggambarkan beberapa coretan-coretan yang membentuk alur diagram. Isinya saling terkait satu sama lain.

"Beberapa hari ini, ayah sudah mengenalkan beberapa macam teori pengobatan, sampai dengan sistem organ tubuh dan hubungannya dengan fenomena alam," Rou Yi memulai bahasannya. "Untuk kali ini, kita akan memulai bahasan yang menyangkut dengan herbal. Bahwa ada lima rasa dalam pengobatan yakni rasa pedas, manis, asam, pahit dan asin. Kecuali lima rasa ini masih ada rasa sepat dan rasa tawar.

Rasa pedas, manis dan tawar digolongkan kedalam Yang. Rasa asam, pahit dan asin digolongkan kedalam Yin."

Sebelum melanjutkan, ia mengambil sebuah kertas kosong yang lain, lalu dengan pena ditangannya, sambil menulis ia pun bersiap menjelaskan.

"Herba yang mempunyai rasa pedas memiliki efek meredakan gejala penyakit luar, melancarkan aliran Qi (energi) dan Xue (darah). Herba yang mempunyai rasa manis memiliki efek menambah Qi dan darah, menguatkan kondisi tubuh. Herba yang mempunyai rasa asam dan sepat memiliki efek menahan, menekan keringat, diare, batuk dan pendarahan. Herba yang mempunyai rasa pahit memiliki efek meredakan peradangan dan gejala penyakit panas-lembab. Herba yang mempunyai rasa asin memiliki efek melunakkan kekerasan dan pencahar, dan herba yang mempunyai rasa tawar memiliki efek melancarkan kencing dan meredakan penyakit lembab....."

Selesainya, ia memandang ke arah Suro dengan matanya yang bening dan senyumannya yang manis, "Sampai disini, apakah kakak sudah faham?" tanyanya.

Suro berfikir sejenak, matanya mengarah pada tulisan-tulisan yang tertuang di atas kertas dihadapannya.

"Apakah herbal dengan rasa tertentu itu selalu mengarah pada sifat efeknya?"

Rou Yi mengangguk, "Secara umum, iya."

"Bagaimana rasa itu jika berlebihan?"

"Sesuatu yang berlebihan, selama tubuh mempunyai daya tahan yang kuat, secara alami akan terbuang dari tubuh. Tetapi jika tidak, akan menjadi racun." Jawabnya, "Misalkan rasa manis, berefek menambah Qi dan darah, tetapi sifat manis itu adalah lengket dan lembab, maka jika berlebihan akan membuat tubuh menjadi berat terkait sifat lembab yang berat dan ke arah bawah."

Mendengar jawaban itu, Suro mengangguk tanda yang menjadi pertanyaannya sudah terjawab.

"Baiklah, jika kakak sudah faham. Rou Yi akan melanjutkan kembali pelajarannya."

Gadis itu kembali pada kertas yang lain yang diatasnya sudah tertulis bahasan pelajaran.

"Kalau yang tadi adalah mengenai rasa, maka sekarang mengenai sifat Qi (energi)," tangannya bergerak kembali pada tulisan. "Empat sifat Qi adalah dingin, panas, hangat dan sejuk. Sifat panas dan hangat digolongkan kedalam Yang. Sifat dingin dan sejuk digolongkan kedalam Yin. Herba yang dingin atau sejuk berefek menurunkan panas tubuh dan meredakan gejala panas atau gejala Yang. Herbal yang panas atau hangat berefek menghangatkan tubuh dan meredakan gejala dingin atau gejala yin....."

Tanpa terasa, waktu sudah berlalu lebih dari dua jam. Terlihat keduanya juga seolah begitu asyik dalam lautan ilmu, hingga waktu pun berlalu begitu cepat.

Mereka sama-sama menoleh ke arah pintu yang terbuka, disusul masuknya Tabib Hu ke dalam ruangan perpustakaan tempat Suro belajar.

"Apakah sudah selesai pelajaran hari ini?" tabib Hu bertanya sambil tersenyum, dan berhenti dihadapan mereka berdua.

Suro mengangguk memberi hormat yang dibalas tabib Hu dengan sedikit menunduk.

"Sudah Ayah," Rou Yi menjawab, "Kakak Suro sangat cerdas dan mampu memahami yang Rou Yi sampaikan."

Tabib Hu mengangguk sambil mengelus janggutnya. Ia tersenyum pada Suro.

"Kamu memang berbakat, aku mengakuinya," katanya.

Suro tampak merasa sungkan, lalu sambil menundukkan kepala, ia berkata, "Seperti yang Luo sampaikan, semua adalah berkat dari keikhlasan tabib Hu dan adik Rou Yi dalam mengajar dan memberikan ilmunya. Sehingga, Allah memudahkannya untuk Luo."

Tabib Hu dan Rou Yi tertawa. Mereka berdua seperti kagum pada pribadi rendah hati yang dimiliki pemuda itu.

"Oh, ya," tiba-tiba Tabib Hu seperti teringat sesuatu, "Ada orang yang ingin bertemu denganmu di ruang tengah."

Suro mengernyitkan dahinya. Siapa kira-kira orang yang ingin bertemu dengannya. Di daerah ini, tak ada yang kenal dengan dirinya.

"Baiklah, jika demikian, Luo akan menemui orang itu," katanya sembari berdiri, lalu melangkah bersama dengan tabib Hu dan Rou Yi.

Di ruang tengah, seorang lelaki tampak duduk santai sambil memandangi pemandangan atribut dan hiasan dekorasi dalam ruangan itu. Lalu tak lama, ia langsung berdiri ketika melihat Suro muncul diikuti oleh tabib Hu.

"Salam hormat tuan pendekar!" ia menangkupkan kedua telapak tangannya kedepan sembari merunduk.

Suro membalasnya, lalu mempersilahkannya untuk kembali duduk.

"Kalau tidak salah, tuan adalah orang yang membawa saya waktu itu?" tanya Suro. Ia mengenali lelaki itu yang diingatnya tempo hari membawanya kekediaman tabib Hu.

Lelaki itu tertawa kecil, sambil kembali menangkupkan tangannya.

"Ha.ha.ha.....ha. Benar sekali," jawabnya, "Syukurlah kalau tuan ingat."

"Alhamdulillah, saya sangat berterima kasih pada tuan, karena sudah menyelamatkan nyawa saya," ujar Suro.

Lelaki itu mengangkat tangannya, "Jangan begitu tuan pendekar. Jika waktu itu tuan pendekar tidak turun tangan, saya pasti sudah mati malam itu."

Sesaat mereka saling tertawa kecil dan Tabib Hu tiba-tiba menyela, "Mohon maaf, tuan. Izinkan saya untuk kembali ke ruang praktek. Silahkan anda berdua bercakap-cakap dengan leluasa. Anggaplah berada di rumah sendiri."

Lelaki itu tersenyum membungkukkan badan.

"Terima kasih banyak sebelumnya tuan Tabib. Saya sangat menghargai kebaikan hati tuan," jawab lelaki itu.

Tabib Hu tersenyum, balas membungkuk dan langsung berbalik meninggalkan mereka berdua menuju ruang prakteknya.

Kemudian ia kembali berkata pada Suro setelah tabib Hu benar-benar tidak terlihat lagi, "Mohon maaf tuan pendekar. Kita belum berkenalan. Nama Saya Liu Xiou Fu. Sebelumnya saya sudah berjanji pada nona Rou Yi ketika tuan pendekar dalam keadaan pingsan, akan kembali kemari untuk melihat kondisi tuan."

Suro mengangguk-angguk sambil menyunggingkan senyum.

"Nama saya Luo Bai Wu. Terima kasih atas perhatian dan kebaikan Tuan Xiou Fu, Saya sangat lemah dan berharap tuhan membalas kebaikan tuan," katanya.

Mereka berdua sama-sama tertawa. Suasana keakraban langsung terjalin, seolah-olah mereka sudah saling kenal sangat lama.

"Mohon maafkan saya tuan pendekar, sudah tujuh hari tuan disini saya baru bisa mengunjungi anda. Ada urusan yang harus saya selesaikan di kota,"

Pemuda itu menggeleng sambil berkata, "Tidak apa, saya yakin anda sedang banyak urusan di luar yang tidak bisa anda tinggalkan, saya sangat maklum dan tidak mempermasalahkannya."

Lelaki bernama Liu Xiou Fu itu tertawa kecil, lalu raut wajahnya seperti hendak bertanya, memajukan sedikit tubuhnya kedepan. Matanya memandang wajah Suro lebih dalam seolah sedang meneliti.

"Jika tak keberatan saya ingin bertanya, dan mohon maaf karena sebelumnya begitu lancang membuka topeng anda..... dan ketika itu, saya terkejut memandang kulit wajah pendekar Luo dan memprediksi kalau anda adalah orang asing di negeri ini. Apakah benar demikian, pendekar Luo?"

Tak lama, Rou Yi datang, ditangannya membawa sebuah nampan berisi beberapa buah cangkir dan sebuah teko, kemudian meletakkannya di atas meja lalu menuangkan isi teko ke dalam cangkir.

Dengan sopan dan senyum ramah, ia mengambil sebuah cangkir yang sudah berisi teh dan memberikannya kepada Liu Xiou Fu.

"Silahkan diminum," katanya mempersilahkan yang disambut oleh lelaki itu.

"Terima kasih," jawabnya.

Setelah selesai melayani dan memberi suguhan, Rou Yi kembali masuk ke dalam ruangan.

"Tuan tidak perlu merasa bersalah. Jasa tuan Liu pada saya lebih besar dari pada itu," Suro menjawab, "Memang benar, saya bukan berasal dari sini, melainkan dari negeri seberang...."

Wajah Liu Xiou Fu menampakkan keheranan. Barangkali ia tidak atau belum pernah mendengar tentang negeri yang ada di seberang samudera.

Akhirnya, Suro menceritakan kisah perjalanannya dari padepokan di tanah Jawa hingga ia sampai di negeri China secara runtut. Tentu saja, beberapa pertarungan yang ia alami sengaja tidak ia paparkan. Tetapi, tampaknya Liu Xiou Fu sudah bisa menarik kesimpulan dari paparan yang ia dengar dari Suro. Apalagi menghubungkan kisah pendekar bertopeng yang mengalahkan perwira Chou dengan kehadirannya yang langsung terlihat mata dalam pertarungan melawan Yun Se si Pedang Ular.

Makanya, pada beberapa ucapan yang diceritakan padanya, ia mengangguk-anggukkan kepala dan tersenyum.

Suro pun sebenarnya sudah bisa menebak, bahwa kisah perjalanan yang disampaikannya itu secara tidak langsung membuka kedoknya sendiri kepada Liu Xiou Fu. Tapi, ia cukup percaya pada lelaki itu dari beberapa kejadian yang ia lihat dan buktikan sendiri, bahwa Liu Xiou Fu adalah pria sejati yang sangat setia kawan dan bertanggung jawab.

Disaat kawannya terluka ia tidak mau melarikan diri, dan disaat Suro sekarat terkena serangan pisau beracun, lelaki itu bahkan dengan susah payah menempuh perjalanan malam membawanya kekediaman tabib Hu untuk mendapatkan pengobatan, tidak meninggalkannya begitu saja tanpa berusaha.

Selesai Suro menceritakan kisah perjalanannya, Liu Xiou Fu mengangguk-angguk, wajahnya menunjukkan empati pada apa yang dialami pemuda itu.

"Itu artinya, andalah pendekar yang sudah mengalahkan Perwira Chou," Liu Xiou Fu berkata, nadanya agak sungkan.

Suro mengangguk. "Saya tidak bisa lagi menutupinya dihadapan anda."

Ia berkata begitu sambil tersenyum ikhlas. Artinya ia sudah tidak masalah jati dirinya terbuka dihadapan lelaki itu.

"Berarti, dugaan saya benar. Perwira Chou tidak mati. Tetapi masalah hubungannya dengan kemunculan Ye Chuan si Naga Api, saya masih menerka-nerka."

Pemuda itu menarik nafas panjang, lalu kembali memandang ke arah Liu Xiou Fu.

"Seperti yang tuan Liu sampaikan di rumah makan malam itu, kemunculan Ye Chuan memang ada hubungannya dengan Perwira Chou. Perwira Chou pada saat itu pasti tidak akan muncul untuk beberapa hari, karena pukulan Telapak Kupu-kupu itu menyerang dan bahkan mampu menghancurkan organ dalam jika orang yang terkena tidak memiliki tenaga dalam yang tinggi. Jika Perwira Chou memilikinya, maka paling tidak, untuk mengembalikan fungsi organ dalamnya harus diobati dengan tepat yang membutuhkan pemulihan tujuh sampai 30 hari, jika tidak organ dalam tubuhnya akan terluka, meradang dan mati.

"Bisa jadi, ketika dalam masa pemulihan, ia mendatangi Ye Chuan ke tempat yang ia tahu. Sementara ia beristirahat, maka ia memanfaatkan Ye Chuan untuk mencariku."

Liu Xiou Fu mengangguk-angguk sepakat.

"Berarti saat ini tuan Luo menjadi buronan dua orang yang sangat berbahaya. Perwira Chou akan menggunakan kekuasaannya sebagai aparat pemerintah Dinasti Qing dan Ye Chuan Si Naga Api yang terkenal ketangguhan dan ketinggian ilmu kungfunya," kata Liu Xiou Fu.

Ia menghela nafas, raut wajahnya berubah gelisah.

"Apakah Ye Chuan itu sedemikian menakutkan? Karena dari obrolan tuan tempo hari menimbulkan bayangan dalam kepala, jika Ye Chuan itu seolah-olah seperti hantu. Siapapun yang berhadapan dengannya, pasti mati!" Suro bertanya penasaran.

Lelaki dihadapan Suro tampak sedang mengingat-ingat sesuatu, kepalanya agak mendongak ke atas memandang langit-langit ruangan.

"Dari apa yang kudengar, Ye Chuan itu sangat ingin menjadi nomor satu di dunia persilatan. Ambisinya membuat beberapa banyak pendekar kungfu tingkat tinggi tewas ditangannya. Jika dia mendengar ada pendekar kungfu terkenal, maka ia pasti akan datang mencari dan menantangnya bertarung. Termasuk guru dari Yun Se si Pedang Ular. Ia juga tewas ditangan Ye Chuan seperti yang tuan dengar malam itu."

Sebenarnya, Suro tidak pernah takut pada siapapun meskipun ia harus mati, apalagi dalam sebuah pertarungan.

Cuma saat ini ia terikat dengan orang-orang yang menyayangi dan mengasihinya. Ia memikirkan, akibat pertarungan dengan aparat, membuat keluarga dan orang-orang terdekatnya terancam.

Jika berhadapan dengan Ye Chuan, ia tak takut sama sekali jika hanya untuk membunuhnya. Berbeda dengan Perwira Chou, jika ia membunuhnya, permasalahan tidak akan berhenti disitu saja, pemerintahan dinasti Qing pasti akan heboh dan tentu ia akan menjadi buronan seumur hidup, sementara orang-orang terdekatnya akan tersandera dan tersiksa.

"Konon menurut berita, Ye Chuan memiliki kungfu yang membuatnya tak mempan senjata tajam, apalagi pukulan," Liu Xiou Fu menambahkan.

"Sedahsyat itukah kungfunya?" Suro seperti tak percaya.

Lelaki itu mengangkat bahunya, tanda ia sendiri kurang mempercayainya.

"Itu berita yang kudengar. Masalah benar tidaknya, aku tidak tahu," jawabnya.

Liu Xiou Fu kemudian mengepalkan tangannya di depan dada, wajahnya terlihat serius dan bersungguh-sungguh, "Jika tuan Luo membutuhkan bantuan saya, suatu kehormatan buat saya untuk membantu tuan. Meskipun mesti bertaruh nyawa!"

Suro tersenyum mendengarnya, dan ia merasa ucapan Liu Xiou Fu berlebihan, "Tidak perlu sampai begitu, tuan Liu. Siapa yang tega menyodorkan nyawa orang lain demi menyelamatkan dirinya sendiri."

Mata Liu Xiou Fu menunjukkan kekaguman pada pemuda dihadapannya. Ia mampu melihat bahwa Suro adalah pemuda yang rendah hati dan bijaksana, oleh karena itulah, ia tak akan pernah merasa sia-sia jika harus mengorbankan dirinya demi keselamatan pemuda itu.