Zhou Lin menumpahkan segala isi hatinya, ia mengomel tiada henti, meskipun dengan kalimat atau perkataan yang berulang-ulang. Kejengkelan yang terpendam sejak Li Yun pergi diam-diam kini mengalir bak air terjun yang deras.
Bagaimana tidak, Li Yun pergi diam-diam menyusul rombongan Suro tanpa pamit, hanya meninggalkan sepucuk surat berisi tulisan pendek. Tentu saja hal itu membuatnya sangat khawatir sepanjang siang dan malam selama beberapa hari. Hatinya selalu diliputi ketakutan akan keselamatan puterinya itu.
Li Yun berlutut dengan kepala tertunduk dihadapan ibunya yang memarahinya habis-habis sambil duduk di kursi. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya seperti hari-hari biasa jika sang ibu memarahinya. Tapi, untuk kali ini ia tak berani membalas perkataan sang ibu. Wajahnya menunjukkan rasa penyesalan dan bersalah yang teramat dalam.
Sementara, Yang Meng dan Suro cuma berani memandang kejadian itu tapi tak berani menyela omelan Zhou Lin. Dari tatapan mata dan raut wajahnya menunjukkan rasa kasihan melihat Li Yun yang disengat habis-habisan oleh ibunya.
Cukup lama, mungkin karena merasa lelah atau kehabisan kata-kata atau pun juga karena kasihan melihat puteri kesayangannya itu, Zhou Lin menghentikan omelannya berganti dengan wajah cemberut membuang muka.
Li Yun sedikit mengangkat kepala dan melirik wajah ibunya yang memalingkan wajah ke arah lain.
Dengan suara pelan dan ketakutan, ia akhirnya mengeluarkan kalimat, "Sudah, Bu?"
Sontak Yang Meng dan Suro terkejut mendengarnya, sementara Zhou Lin langsung menatap Li Yun dengan mata melotot seperti mau keluar.
"Apa?!" dia bertanya dengan nada membentak, "Masih kurang?! Atau kamu sedari tadi tidak mendengarkan kata-kata ibu, hah!?"
Suro langsung buru-buru melangkah pergi meninggalkan ruangan itu sambil meggaruk-garuk kepalanya.
"Aduh, kumat lagi!" batinnya.
Tapi begitu di luar ruangan, ia tersenyum geli. Ia memang sudah sangat maklum akan sifat adik angkatnya itu.
Baru tadi pagi mereka tiba dan belum sempat beristirahat setelah sarapan, Li Yun langsung dieksekusi di ruang tengah. Untunglah, dalam perjalanan pulang, mereka semua tidak menunggang kuda masing-masing, melainkan menaiki kereta kuda bersama Yang Meng dan Tan Bu. Jadi, badan tidak terlalu pegal dan penat. Sementara, masing-masing kuda mereka tuntun dengan cara mengikatnya di kereta kuda.
Suro memutuskan untuk istirahat dikamar. Ia masih mengantuk.
Setelah menyibak pembaringannya, ia langsung merebahkan diri dengan berbantal lengan. Pikirannya melayang.
"Ayah, Kakak Tan," Suro memulai diskusi diruang tengah di kediaman Cho Jin Chu, Li Yun juga ada di situ, "Mengingat kejadian-kejadian yang telah ananda alami, maka ananda memutuskan akan meninggalkan keluarga sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan."
Yang Meng menggeleng sedih, wajahnya terlihat putus asa.
"Luo, sebenarnya ayah tidak rela kau pergi. Masalah ini bisa kita hadapi bersama," sahutnya.
"Benar, adik Luo!" Tan Bu berkata, setuju dengan yang disampaikan oleh Yang Meng. "Tak perduli nyawa taruhannya, kakak Tan akan membelamu!"
Tan Bu terlihat memendam emosi, ia sudah bertekad akan melindungi Suro meskipun bayarannya adalah kematian.
Suro tersenyum, ia melirik Li Yun yang terus menundukkan kepala. Gadis itu terlihat menangis.
"Tidak kakak." Suro mengatakannya dengan senyuman getir, terharu dengan kata-kata Tan Bu. "Biarlah adik yang menanggungnya!"
Li Yun tiba-tiba berteriak,"Tidak, Kakak Luo!"
Semua menoleh ke arah Li Yun. Air matanya deras, sambil terisak, ia melanjutkan, "Ini salahku! Ini adalah salahku! Biarkan aku ikut kakak kemanapun!"
"Tidak, Li Yun!" menyahut Yang Meng, "Tidak ada yang pergi dari rumah keluarga Yang!"
Suro menenangkan ayahnya dengan memberi isyarat mengangkat tangan.
"Tenanglah ayah. Ini demi kebaikan bersama."
"Lalu, apa rencanamu?" Tan Bu kemudian bertanya.
Semula Suro berencana akan kembali ke negerinya. Tetapi ia berfikir lagi. Ia harus waspada terhadap ancaman yang bisa datang sewaktu-waktu pada keluarga Yang. Ia harus berada di suatu tempat yang sewaktu-waktu ia ataupun keluarganya bisa saling bertemu.
Akhirnya ia menggeleng.
"Aku berencana untuk pergi kemana pun kaki melangkah... Entah kemana, yang jelas aku harus bersembunyi di suatu tempat. Suatu saat jika waktu mengijinkan, aku bisa mengunjungi kalian."
Suasana hening. Mereka terlihat berfikir.
Untuk beberapa hari ke depan, keadaan bisa dipastikan masih aman. Karena Perwira Chou harus memullihkan kesehatannya terlebih dahulu sebelum mengadakan pencarian. Dampak pukulan Telapak Kupu-kupu tempo hari akan mengakibatkan kesulitan bernafas jika tidak diobati. Paling tidak membutuhkan waktu sebulan lamanya.
"Adik Luo, aku akan menemanimu pergi!' Tan Bu berkata serius.
Suro tersenyum sambil menggeleng, "Tidak kakak, aku mengandalkanmu untuk menjaga keluarga Yang. Maka, kakak tidak boleh ikut."
Perdebatan dan diskusi yang panjang itu tetap berakhir dengan sebuah keputusan. Suro harus keluar dari rumah keluarga Yang. Meskipun, dengan berat hati Yang Meng mau menerimanya.
"Barangkali, kau bisa bersembunyi di biara Shao Lin," Yang Meng berkata, "Aku kenal baik dengan Kepala Biaranya, nanti aku akan menulis surat pengantar untukmu."
Suro berfikir, Kuil Shao Lin sangat terkenal di negeri itu sebagai tempatnya para ahli bela diri. Ia tidak tahu apakah dia nanti akan kesana atau justru melanglang buana seperti yang ia katakan, kemanapun kakinya melangkah.
"Yang menjadi masalah sementara ini adalah, bagaimana membicarakannya dengan Ibu. Ibu pasti sangat khawatir."
"Ibumu sangat sayang padamu, jika ia tahu kau menjadi buronan, pasti ia akan sangat terkejut. Maka lebih baik tidak perlu menceritakan peristiwa yang kau alami selama ini. Nanti kita fikirkan alasan yang tepat," jawab Yang Meng.
***
Selepas Isya, keluarga Yang Meng berkumpul di ruang tengah. Bercakap-cakap dan sesekali terdengar suara tawa bahagia.
Suasana malam itu sungguh membahagiakan bagi Suro. Seolah-olah adalah malam terakhir dia berada dalam keluarga itu. Selama puluhan tahun, baru kali ini ia merasa betul-betul memiliki sebuah keluarga, meskipun statusnya adalah seorang anak angkat. Tapi, Yang Meng maupun isterinya tak pernah mempermasalahkannya, justeru ia merasa sangat diistimewakan.
Kejadian tadi pagi nampaknya sudah terlupakan oleh Zhou Lin, raut wajahnya nampak cerah dan bersinar. Walaupun usianya yang sudah lanjut, sisa-sisa kecantikannya diusia muda masih sangat jelas terbaca, yang kini diwariskan kepada Li Yun, puteri kandungnya.
Suro, Yang Meng, maupun Li Yun tampaknya tak ingin mengungkit cerita pengalaman yang telah terjadi selama diperjalanan kepada Zhou Lin. Mereka tak ingin merusak suasana malam itu dengan kekhawatiran Zhou Lin. Entah beberapa hari ke depan.
Saking gembiranya malam itu, Zhou Lin sengaja secara khusus membuat berbagai macam hidangan kue untuk dinikmati bersama.
"Malam ini adalah malam yang kutunggu-tunggu, dimana ayah kalian akan selalu bersama kita. Perjalanan panjangnya sudah selesai dan sekarang tinggal menikmati hasilnya saja," Zhou Lin menjelaskan, inilah alasannya malam itu ia merasa sangat bahagia.
Yang Meng sekarang tidak lagi melakukan perjalanan panjangnya sebagai pedagang, seperti yang sudah direncanakannya, ia sudah banyak memiliki aset dimana-mana yang akan menjadikan penghasilannya terus mengalir.
Yang Meng tersenyum mendengar ucapan istrinya sambil mengangguk-angguk setuju. Tetapi batinnya terasa sedih. Saat ini mereka akan bersama-sama dalam satu keluarga yang bahagia, tetapi ke depan ia tak tahu apa yang akan terjadi pada isterinya itu jika kelak mengetahui anak angkatnya Suro akan segera pergi meninggalkan keluarga Yang, entah sampai kapan.
Dihadapan isterinya, ia berusaha untuk tidak menampakkan kegelisahannya. Tetapi ia khawatir terhadap Li Yun, anaknya. Beberapa kali ia melihat Li Yun agak kurang fokus dan lebih banyak diam. Meskipun terlihat anak gadisnya itu juga berusaha untuk bersikap seperti biasa untuk tidak menimbulkan pertanyaan dari ibunya. Untuk sementara barangkali Zhou Lin masih berfikir Li Yun bersikap begitu akibat ia menyadari rasa bersalahnya atau bisa jadi akibat ia memarahinya pagi tadi.
"Alhamdulillah, semoga keluarga kita akan selalu diberi keberkahan sampai anak cucu," Suro berkata sebagai doanya.
"Kakak," Li Yun tiba-tiba berkata sambil tersenyum,"beri aku nasihat."
Zhou Lin menatap heran ke arah Li Yun yang berada disebelahnya dengan senyum seperti mengejek.
"Tidak seperti biasanya, sejak kapan kamu mau dinasehati?" tanya ibunya bercanda mendengar kalimat Li Yun yang dianggapnya tidak seperti biasa.
Hal itu langsung membuat mereka semua tertawa, termasuk Li Yun. Yang Meng menarik nafas, ia sudah menyangka macam-macam tadi begitu mendengar candaan isterinya.
Suro diam sejenak sambil menundukkan kepala. Ia seperti sedang berfikir. Tak lama kepalanya memandang Li Yun.
"Baiklah, semoga apa yang kakak sampaikan bisa bermanfaat," katanya kemudian.
Sebelum melanjutkan, ia mengambil nafas untuk memulai kalimat. Bayangan Ki Ronggo langsung muncul dalam kepalanya.
Waktu itu di padepokan, hampir setiap malam Ki Ronggo selalu memberikan wejangan-wejangan kepada para santrinya.
"Di dunia ini tiada satu kejadian pun yang sia-sia, sangat pasti ada hikmah, ada nasehat dibalik setiap kejadian," ia memulai berkata.
Karena itu, Allah merasakan kepadamu rasa pahitnya (musibah), untuk memudahkan bagimu cara meninggalkannya (musibah itu). Dan hanya orang-orang yang bersabar saja yang mendapat keberuntungan dari setiap kejadian yang dialaminya.
Allah SWT berfirman, "Innama yuwafas shabiruuna ajrahum bi ghairi hisaab?" "Sesungguhnya hanya orang-orang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas!" (QS. Az Zumar [39]: 10).
Nyatalah bahwa setiap kejadian yang Allah timpakan pada diri kita adalah nasehat dan merupakan tarbiyah dari-Nya, dan hanya orang yang bersabar saja yang dapat mengambil hikmah dibalik setiap kejadian.
Maka janganlah ingin amal kita diketahui orang lain. Belajarlah menikmati amal yang tangan kanan memberi, dan tangan kiri tidak tahu. Insya Allah itu akan lebih dekat kepada ridho Allah. Daripada kita sibuk dengan sesuatu yang kita yakini akan mengangkat diri dan derajat kita, berupa pujian dan penghargaan makhluk tapi Allah tidak ridho.
Sangat luar biasa sekali orang yang berfikir bukan apa yang dia inginkan, tapi orang yang memikirkan apa yang terjadi adalah apa yang Allah ridhoi, maka dia tidak akan terbelenggu dengan keinginan-keinginannya.
Dia akan selalu menikmati apa yang Allah takdirkan untuk dia. Begitu juga dengan hatinya terus menerus ingat kepada Allah, sebab Allah pasti akan memberikan petunjuk ke dalam hatinya. Untuk dapat menyikapi hikmah dibalik setiap kejadian.
Mendengar apa yang disampaikan oleh Suro membuat Yang Meng, Zhou Lin dan Li Yun tercengang. Bagaimana bisa, seorang anak muda seperti Suro bisa berkata seperti itu. Selama ini, belum pernah ada bahasa-bahasa seperti yang disampaikan oleh Suro, santun dan penuh kelembutan.
"Luo, apa yang kau katakan pada kami itu sungguh sangat menyentuh hatiku, terutama ketika engkau membacakan sesuatu bahasa yang belum pernah kami dengar, lalu kau bahasakan terjemahannya pada kami," Yang Meng berkata sambil menggeleng-gelengkan kepala karena takjub.
"Inilah yang diajarkan Guru kepada ananda di padepokan, ayah. Beliau sedang memaparkan dan menjelaskan dari Al Qur'an dan penerapannya dalam kehidupan mahluk," jawabnya.
Ia melirik ke arah Yang Li Yun, matanya nampak berkaca-kaca.
"Adik sering mendengar kakak membacakan bahasa itu pada waktu-waktu tertentu ketika melewati kamarmu. Entah kenapa, jiwa adik seperti masuk ke dalam dunia lain yang kedamaiannya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata," Li Yun langsung berkata-kata begitu ia melihat Suro melirik kearahnya.
Dalam hati, Suro langsung mengucapkan kalimat syukur. Itu satu pertanda bahwa jiwa adiknya itu mengenali apa yang disampaikan Al Qur'an. Ya, walaupun dalam bahasa yang tidak dimengerti dalam kehidupan dunia, tetapi bahasa secara universal sudah terhubung dengan jiwa Li Yun.
Dari tatapan mata Yang Meng dan Zhou Lin, nampaknya mereka berdua juga mengalami hal yang sama ketika Suro menyelipkan satu ayat Al Qur'an dalam penyampaiannya.
"Ibu juga demikian, anakku. Jantungku terasa bergetar mendengar kalimat yang kau sampaikan," sahut Zhou Lin.
Mendengar itu, Suro kembali mengucap syukur, tebakannya benar. Ia berharap bisa mengenalkan apa yang diyakininya itu secara perlahan. Ibarat menanam padi, biarkan akarnya dulu yang menghujam kuat dalam tanah hingga suatu saat kelak akan tumbuh menjadi padi yang bagus. Membiarkan ilmu dulu yang ditanamkan.
Tak terasa, percakapan mereka menghabiskan waktu yang lumayan panjang, sehingga malam pun tak terasa sudah berada di pertengahan.
Yang Meng dan Zhou Lin memutuskan untuk beristirahat, sementara Suro yang perlahan juga akan beranjak meninggalkan ruangan tertahan oleh Li Yun yang memegang tangannya.
"Kakak, aku ingin berbicara di Gazebo denganmu," katanya.
Suro berfikir sebentar, lalu mengangguk setuju.
Akhirnya mereka berdua berjalan beriringan menuju gazebo yang berada di tengah halaman.