Seorang lelaki gagah, berbadan tegap dan kekar dengan rambut panjang, menggunakan ikat kepala merah muncul dari balik sisi pembatas kapal berjalan mendekati Suro sambil tertawa terkekeh kekeh. Di pinggang kirinya tergantung sebuah pedang. Sejarak kira-kira tiga langkah dihadapan Suro yang sedang menyandera satu perompak, lelaki itu berhenti.
Dengan senyum sinis, ia memandangi sosok Suro sambil mengangguk-anggukkan kepala, sementara yang dipandangi balas menatap tajam dengan senyum datar. Tak nampak rasa takut di wajahnya.
"Barang kali orang inilah yang bernama Cheng Yu" batinnya.
Suro meyakini hasil latihannya selama ini meskipun belum banyak pengalaman bertarung, sudah cukup membuatnya percaya diri dan mampu menundukkan bakal lawannya jika terjadi pertarungan. Entah mengapa hatinya merasa senang, hal itulah yang membuat ia tersenyum.
"Barusan kudengar, ada yang mencariku," ujar lelaki itu. Senyumnya nampak sinis dan meremehkan.
"Aku yang mencarimu!" seru Suro,"Apakah kamu yang bernama Cheng Yu itu?"
Tak langsung menjawab, lelaki yang memang bernama Cheng Yu si pemimpin para perompak itu malah tertawa lebar.
"Apa-apaan, ini. Anak baru kemarin sore sudah berani berlagak didepanku!" bentaknya kemudian.
Suro melirik ke arah Tan Bu, memberinya isyarat agar mundur menjauh dari tempatnya untuk melindungi Yang Meng. Melihat itu, Tan Bu menundukkan kepala sekali tanda mengerti, lalu melakukan yang diisyaratkan oleh Suro.
"Kamu mau apa?" tanya Suro dengan tegas, membuat Cheng Yu sedikit kaget. Tak disangka dalam perompakannya kali ini ada yang berani menantang kata-katanya.
"Kuakui kamu memiliki keberanian yang orang lain saja takut walau hanya mendengar namaku disebut!' katanya.
"Apa yang mesti kutakutkan?" jawabnya singkat tanpa melepaskan pandangannya pada Cheng Yu.
Cheng Yu mendengus, ia terlihat kesal dengan Suro, "Siapa namamu?"
"Luo Bai Wu!" ia menjawab lagi dengan singkat nama Chinanya.
Cheng Yu bergerak berjalan mondar-mandir sambil memperhatikan Suro yang masih menyandera anak buahnya. Ada yang kurang pas dipikirannya begitu melihat wajah Suro meskipun samar-samar.
"Huh! Orang asing ternyata..... Mau apa kamu masuk ke negeri ini?"
Suro tak menjawab, ia tampak malas meladeni pertanyaan Cheng Yu, tampangnya acuh sambil melempar pandangan ke tempat lain. Kelakuan ini membuat Cheng Yu nampak naik pitam.
Tanpa basa-basi, ia langsung menerjang Suro dengan tendangan melayang. Suro mengegos ke kanan, lalu melakukan tendangan balik.
Kaget karena lawan tiba-tiba meladeni serangannya dengan serangan lagi yang cukup keras, ia berusaha menghindar dengan cara buru-buru menurunkan terjangannya, lalu membuat gerakan menunduk sehingga kaki Suro yang menendang lewat di atas kepalanya. Disusul kemudian, dia berguling dan melompat kebelakang.
Suro kembali tersenyum. Dari serangan singkat Cheng Yu, ia sudah bisa meraba sejauh mana kemampuan bela diri kepala perompak itu.
"Kurang ajar!" umpatnya, lalu menarik pedangnya keluar dan diayunkannya ke arah Suro.
Suro langsung menendang sandera dikakinya hingga tubuh sandera itu terseret dan meluncur ke arah Cheng Yu, lagi-lagi serangan pedangnya kandas karena ia harus menghindari sosok tubuh yang meluncur kearahnya dengan cara melompat. Begitu kakinya menjejak ke tanah, mengambil ancang-ancang menyerang, pedangnya ia tusukkan ke arah dada Suro. Pemuda itu sapukan tongkat rotannya ke arah dalam, menepis serangan pedang, belum selesai, Cheng Yu memutar badannya dan melayangkan tinjunya.
Secara refleks, Suro kembali menepis kali ini dengan tangannya yang bebas, dan balas menendang ulu hati. Serangan Suro luput. Lalu ia mundur kebelakang. Rupanya, Cheng Yu tak mau memberikan kesempatan pada Suro, dikejarnya tubuh Suro. Pemuda itu lantas mengambil posisi berkelit ke samping, dan kembali balik menendang.
Jual beli serangan terjadi, dengan gerakan yang cepat dan gesit, tanpa putus dan saling mengejar tanpa memberi kesempatan satu sama lain untuk lari dari jual beli serangan.
Pertarungan itu menjadi tontonan yang seru dan menegangkan dua belah pihak, tak ada yang bergerak dari tempat berdiri mereka masing-masing.
Hingga satu kesempatan, Suro mendapat peluang melayangkan sebuah pukulan yang cukup keras telak mendarat di dada lawan.
Buk!
Pukulan itu membuat tubuh Cheng Yu terdorong ke belakang beberapa langkah. Refleks, tangan lelaki perompak itu langsung memegangi dadanya yang terkena pukulan. Dadanya terasa sangat sesak, nafasnya tertahan, lalu dari mulutnya menyembur darah segar. Bersamaan dengan itu, lututnya menjadi lemah dan nyaris jatuh jika ia tidak menegakkan pedang di tangan kanannya sebagai tumpuan.
"Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!!!" teriakan panjang keluar dari mulut Cheng Yu berusaha melegakan nafasnya.
Matanya terasa berkunang-kunang. Mulutnya yang berwarna merah terkena darah itu komat-kamit penuh makian. Ia seperti tak menyangka kalau hanya dengan satu pukulan saja bisa membuatnya terluka demikian parah.
Suro cuma memandanginya tanpa bergerak dari posisi terakhir ia menyerang. Raut wajahnya masih tetap sama, menunjukkan ketenangan.
Melihat kejadian itu, para perompak anak buah Cheng Yu sama berseru, beramai-ramai mendekati ketua mereka dan bermaksud membantunya untuk berdiri, sebagian lainnya menyerang bersamaan ke arah Suro.
Sangat ringan, pemuda itu membuat sebuah putaran 360 derajat dibarengi dengan ayunan kakinya.
Buk! Buk! Buk!.....Buk!
Suara hantaman telak terdengar dibarengi dengan jatuhnya beberapa orang perompak yang menyerang Suro.
"Ketua!!!"
Cheng Yu langsung mengayunkan pedangnya melarang para anak buahnya mendekat. Kesal, ia merasa dipermalukan.
Selama malang melintang di dunia persilatan sebagai penjahat, belum pernah ia dikalahkan, apalagi oleh seorang pemuda seperti Suro.
"Jangan mendekat!!" bentaknya, "Aku tak butuh bantuan!"
Pandangan penuh amarah ditujukan kepada Suro, berbagai macam makian kembali ia lontarkan. Dengan sisa kekuatannya ia berusaha bangkit, lalu kembali menyerang Suro dengan menusukkan pedang.
Pemuda yang diserang nampak menarik nafas cepat, mulutnya mengucapkan sesuatu, tongkat yang semula dipegang di tangan kanan beralih di tangan kiri, lalu telunjuk tangan kanannya diarahkan kepada Cheng Yu yang begitu brutal menerjang. Suro menggerakkan telunjuknya seolah menggambar sesuatu ikatan menyilang.
Buk!!
Cheng Yu kembali jatuh tanpa sebab dengan posisi tersungkur. Kakinya merapat seperti terikat sesuatu yang membuatnya tidak bisa melangkah.
"Kurang ajar!" makinya dengan penuh emosi.
Ia mencoba membuka kakinya, tetapi tidak bisa. Ia mengira kakinya terikat sesuatu hingga ketika ia memperhatikan kakinya, tidak ditemukan ada tali yang mengikatnya, lalu apa? Dicobanya terus, semakin emosi, semakin kuat pula kakinya tidak bisa ia buka.
Semua orang terpana melihat kejadian itu, termasuk Tan Bu dan Yang Meng. Mereka merasa heran atas apa yang terjadi.
"Ilmu apa itu?" bisik Yang Meng pada Tan Bu.
"Saya tidak tahu," jawab Tan Bu,"Ini pertama kali saya menyaksikannya..."
Melihat Cheng Yu dalam kondisi demikian, Suro melangkah mendekati Cheng Yu yang terus berontak. Tahu bahwa Suro melangkah mendekatinya, Cheng Yu kembali mengayun-ayunkan pedangnya kesana-kemari tanpa bisa menggerakkan kakinya.
"Tenanglah,....tenanglah..... Semakin anda emosi, semakin kuat pula anda tidak bisa bergerak!" ujar Suro.
Kepala perompak itu sebenarnya sadar dan merasakan keadaan dirinya, bahwa semakin dia berontak, semakin ia tidak bisa bergerak. Namun, emosi mengenyahkan semua itu, ia terus memaksakan diri untuk menyerang, sampai akhirnya ia tertelungkup dengan nafas satu-satu. Ia sangat kelelahan.
"Apa yang sudah kau perbuat padaku? Kau memakai sihir?" lirih Cheng Yu berkata sambil berusaha mengangkat kepalanya yang terasa berat, suaranya nyaris tak terdengar.
Suro tak menjawab, cuma tersenyum.
Dilihatnya Cheng Yu sudah nyaris pingsan dan tak mampu melakukan gerakan menyerang, Suro merunduk dan duduk dengan posisi jongkok di dekat kaki kepala perompak itu, lalu mengusapnya beberapa kali.
Hal di luar nalar terjadi, tiba-tiba saja kaki Cheng Yu terbuka dan bisa digerakkan kembali. Menyadari itu, perlahan dengan sisa tenaganya ia bangkit dan mengambil posisi duduk. Dadanya masih terlihat turun naik, sesak akibat pukulan telak Suro.
Perlahan, Suro menempelkan telapak tangan kanannya ke dada Cheng Yu sambil menyalurkan tenaga dalam. Sementara Cheng Yu nampak pasrah, ia tak bisa berbuat apa-apa dan membiarkan Suro melakukan itu semua. Lambat laun, kepala perompak itu terlihat sudah bisa menarik nafas panjang.
Sekitar beberapa menit, dan dirasakan cukup, Suro pun menarik tangannya dan duduk persis dihadapan Cheng Yu sambil terus memperhatikan kondisi lelaki itu.
Cheng Yu mengusap sisa-sisa darah yang keluar dari mulutnya. Lalu tersenyum sinis dengan sesekali terbatuk. Pandangan sombongnya masih belum hilang.
"Mengapa kamu tidak sekalian membunuhku saja," katanya, nafasnya masih agak tersengal ketika mengeluarkan kata-kata.
Suro menarik nafas sebentar dan mengeluarkannya dengan panjang, menunduk lalu kembali menatap wajah lelaki dihadapannya.
"Aku bukan tuhan yang punya hak mengambil nyawa mahluk. Tuhan beri kita kehidupan agar kita bisa menjalankan dan bermain dengan peran kita masing-masing. Maka, bermainlah dengan cantik," jawab Suro santai, sambil mengambil posisi duduk bersila, dia meneruskan kalimat, "Hidup cuma sekali, buat apa buru-buru minta mati...."
Mendengar ucapan Suro yang tenang dan nampak tulus, Cheng Yu tidak bisa berkata apa-apa lagi. Senyum sinisnya yang penuh dengan kekesalan kini berubah datar. Ia lalu tertunduk seolah malu dan takut menatap mata Suro. Bagaimana tidak, seorang pemuda belia justru malah menasihatinya, membuat dia seperti terbenam di dasar lautan yang dalam. Seorang penjahat berilmu tinggi seperti dirinya bisa dikalahkan hanya dalam waktu singkat dengan satu pukulan. Ia kalah telak!
Diam-diam ia menyadari bahwa perasaan kagum sedang merayap perlahan, Ia merasa tak sanggup menatap wajah pemuda yang nampak teduh dan bercahaya itu.
"Pendekar Muda," katanya sembari menguatkan hati untuk memandang wajah Suro,"Hidupku ini penuh dengan pembunuhan, tak terhitung jumlah orang yang sudah kubunuh, maka alangkah baik bagiku jika engkau membunuhku sekalian!"
Suro tertawa kecil, melihat berkeliling sebelum ia mengeluarkan kalimat.
"Saya tak tahu menahu tentang itu. Toh jika pun benar, itu bukan tugas saya untuk menghakiminya. Tugas saya hanya mengajak siapa pun untuk berbuat kebaikan..."
Kalimat sederhana yang keluar dari bibir Suro membuatnya terperangah, semakin menambah kekagumannya. Seorang pemuda belia mempunyai fikiran yang bijak seperti itu.
"Walaupun bagi seorang pembunuh?" tanya Cheng Yu serius.
"Ya," jawabnya singkat.
Kembali Cheng Yu menundukkan kepalanya. Ia sebenarnya juga menyadari bahwa apa yang dia lakukan selama ini adalah salah. Semua dilakukan sebagai bentuk pelampiasan kekesalan atas kedzaliman penguasa saat ini, Dinasiti Qing. Hanya saja yang menjadi korbannya justru kebanyakan orang-orang yang tidak bersalah.
Berhadapan dengan Suro, entah mengapa tiba-tiba muncul penyesalan, dirinya merasa sangat berdosa atas segala perbuatannya selama ini. Jika pun neraka itu ada menurutnya, maka ia sangat layak mendapat tempat yang paling dasar.
"Sungguh, aku tak tahu siapa yang melatihmu. Hatimu dipenuhi dengan kebaikan, ia pasti bangga memiliki murid sepertimu," katanya.
Susah payah Cheng Yu menegakkan tubuhnya dengan lutut dibantu oleh Suro, "Salam hormat untuk pendekar Luo...."
Tiba-tiba ia menjatuhkan diri dihadapan Suro, lalu melakukan posisi bersujud. Suro buru-buru menahan bahu Cheng Yu mencegahnya sebelum posisi kepalanya menyentuh lantai.
"Apa yang kau lakukan!" bentak Suro dengan suara cukup keras.
Cheng Yu langsung mengangkat badannya, lalu menyatukan kepalan tangannya di depan dada sambil sedikit menunduk.
"Pendekar Luo," katanya, "Saya tidak tahu kenapa anda membentak saya. Saya melakukannya sebagai bentuk tunduk dan hormat pada anda."
Suro terdiam sejenak, ia baru menyadari bahwa adat dan kebiasaan orang disetiap tempat berbeda-beda. Ia melihat apa yang dilakukan oleh Cheng Yu barusan merupakan bentuk penyembahan baginya, itulah sebab mengapa secara spontan langsung mengeluarkan suara keras.
"Semuanya!" Cheng Yu berseru sambil menatap berkelilling pada anak buahnya yang diam terpaku, "Beri hormat pada Pendekar Luo!"
Mendengar perintah Cheng Yu, para perompak yang ada di kapal Yang Meng langsung mengepalkan kedua tangannya seperti yang dilakukan oleh Cheng Yu, lalu sama-sama berkata, "Hormat untuk Pendekar Luo!"
Kebingungan nampak pada wajah Suro, ia cuma memandangi mereka semua, tak tahu apa yang mesti ia lakukan. Tanpa sengaja, ia melihat Tan Bu memberi isyarat untuk melakukan hal yang sama seperti mereka.
"Oh...." katanya, lalu melakukan seperti yang diisyaratkan oleh Tan Bu,
"Jangan berlebihan seperti ini." Lanjutnya kemudian.