Chapter 3 - Bab 03

Suara sirine ambulance membahana menembus padatnya jalan raya. Ambulance tersebut segera berangkat menuju rumah sakit terdekat membawa Yafizan yang masih pingsan dan Soully yang penuh luka dengan kondisinya sangat kritis.

Polisi sibuk memeriksa olah TKP. Memasang police line di area tersebut. Sebagian sibuk memotret di TKP, sebagian lagi menginterogasi sopir truck yang selamat namun masih shock.

Ambulance sampai di rumah sakit. Seorang laki - laki tampak cemas menunggu di depan pintu ruang masuk IGD. Menggerutu dirinya sendiri.

"Bodoh, bagaimana nanti bilang sama Big Bos? Bos kecil buat masalah yang ujung - ujungnya aku lagi harus turun tangan." Sambil mondar mandir memukul - mukul kepalanya sendiri karena kesal bercampur cemas dia terus menunggu.

Hingga akhirnya dia melihat sesosok tubuh yang keluar dari ambulance tepat di depannya.

Yafizan setengah sadar saat brankar yang membawa tubuhnya diturunkan lalu dipindahkan menuju brankar yang akan di bawa masuk IGD.

"Bos, Bos!" seru laki - laki yang berwajah pucat panik itu menghampiri Yafizan.

"Ron.." ucap Yafizan lemah, ia memberi isyarat dengan tangannya menunjukan bahwa ada seseorang yang harus ditangani.

Rona pun langsung melihat ambulance yang satunya lagi, selagi sibuk memindahkan sosok tubuh basah yang penuh dengan darah dan wajahnya hampir tak dikenali karena darah memenuhi raut wajah Soully yang sebenarnya cantik. Rona tampak bergidik ngeri.

Rona adalah seseorang yang diutus mendampingi Yafizan saat dia diturunkan ke bumi. Rona adalah seorang Panglima Pengawal kerajaan dengan jabatan tertinggi di usianya yang masih muda saat itu. Dirinya harus meninggalkan negeri langit karena diberi tugas khusus oleh Rajanya. Mereka sama - sama hampir seribu tahun lamanya berkelana di bumi ini. Susah senang dia tetap setia mendampingi Yafizan yang sifatnya labil, dia sudah kebal dengan temperamen majikannya itu. Dia mengurusi segala hal yang berkaitan dengan Yafizan. Hampir bisa di bilang dia bagaikan seorang manajer yang sudah handal dalam mengurusi segala pekerjaannya dan dia bagaikan saudara yang selalu ada ketika dibutuhkan.

***

Yafizan dibawa para petugas rumah sakit untuk segera ditangani oleh dokter - dokter spesialis yang profesional. Mereka menangani Yafizan dengan sangat telaten karena Yafizan adalah pemilik bangunan dan saham terbesar di rumah sakit tersebut. Tentu saja para petugas beserta dokter sampai direktur rumah sakit pun turun tangan menangani Yafizan.

"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Rona cemas.

"Tuan Yafizan mengalami luka ringan saja, beberapa hari ke depan harus istirahat yang cukup untuk memulihkan kesehatannya," terang dokter itu lalu pamit pergi meninggalkan ruangan.

Yafizan menatap Rona tajam.

"Kau tak usah melihatku segitunya, Bos," sahut Rona. "Aku cemas bukan karena mengkhawatirkanmu. Aku cemas para dokter dan orang - orang di rumah sakit ini akan menggosipkan yang tidak - tidak tentangmu," sambung Rona memperjelas.

Yafizan mengerutkan kening, dia tak memgerti sekaligus heran apa yang di maksud Rona.

"Hei, come on. Apa kau mengalami gegar otak parah? Ke mana fikiran jeniusmu itu?" pekik Rona.

Yafizan masih terdiam penasaran.

"Lihat keningmu itu, dan perban di lenganmu," ujar Rona sambil mencabut perban yang ada di kening Yafizan lalu mengusapnya. "Mana ada orang yang habis kecelakaan dan keningnya sobek dalam beberapa jam mulus kembali. Kau ingin semua orang melihatmu sebagai anak ajaib? Beruntung masih ada waktu saat para dokter itu menanganimu yang masih terluka," sambung Rona menjelaskan.

Yafizan baru mengerti maksud Rona. Dia melihat lengannya dan memegang keningnya yang memang tidak apa - apa. Sejenak dia lupa bahwa dirinya 'manusia spesial'.

Rona memasangkan kembali perban di kening Yafizan. "Untuk sementara kita berakting saja," ucap Rona.

"Bagaimana dengan gadis itu?" celetuk Yafizan tiba - tiba membuat Rona kaget.

"Gadis yang mana?" tanya Rona heran.

"Gadis yang turun dari ambulance bersamaan denganku. Kami mengalami kecelakaan bersama. Ayo antarkan aku ke ruangannya. Aku harus pastikan agar tak punya utang budi dengannya di kemudian hari." Yafizan bergegas menuju ruangan di mana Soully di rawat. Dia hendak turun dari tempat tidur, namun tiba - tiba pertahanan dirinya tak bisa terkontrol, Yafizan sempoyongan, beruntung Rona dengan sigap menahannya.

"Hati - hati, memangnya kau mau ke mana? Siapa gadis yang kau cari?" tanya Rona penasaran.

"Bodoh, percuma saja kau mengikutiku selama seribu tahun ini. Tapi kau sedikitpun tidak mengerti," ucap Yafizan ketus lalu duduk lagi di tempat tidurnya.

"Mana ku tahu Bos siapa gadis yang kau maksud itu," ucap Rona mencebikkan bibirnya. "Oh, apa yang kau maksud gadis yang berlumuran darah itu?"

"Ya, betul." Yafizan berbinar saat Rona akhirnya menyadari seseorang yang dilihatnya ngeri tadi waktu dibayangkan olehnya.

"Kurasa dia di kamar jenazah," ucap Rona datar.

"Apa? Tidak mungkin. Cepat kau periksa sana!" perintah Yafizan tidak percaya.

Seolah ada kilatan petir yang mengiris hatinya. Lebih sakit daripada saat dia di putuskan Tamara. "Kenapa dadaku..." Yafizan memegang dadanya dan matanya hampir berkaca - kaca. 'Ada apa dengan perasaan ini?'

"Apa kau baik - baik saja? Mau kupanggilkan dokter?" panik Rona melihat Yafizan.

"Cepat kau lihat dan cari tahu bagaimana perempuan itu!" perintah Yafizan dan Rona pun segera menurutinya.

***

Di kamar jenazah seorang petugas laki - laki hendak membawa tubuh seseorang yang ditutupi kain putih penuh noda darah. Tubuh itu hendak di bawanya ke ruang operasi untuk di ambil bagian organ yang akan di transplantasi.

Segera petugas itu mendorong brankarnya masuk ke ruang operasi.

"Ini Dok, mayat baru tanpa identitas yang sudah beberapa jam tidak ada satupun keluarga yang mencarinya," jelas perawat itu sambil mendorong brankarnya sejajar di samping orang yang akan di operasi transplantasi jantung.

'Deg deg' perasaan itu tiba - tiba membuat dokter yang akan mengoperasi menjadi tak karuan saat telapak tangan yang di anggap 'mayat' itu keluar dari penutupnya dan menyentuh tangan si dokter. Seperti ada sengatan yang mengalir deras di seluruh tubuhnya. Pandangannya terus terfokus pada tubuh yang masih tertutupi kain putih.

"Siapa dia? Kenapa perasaan ini tiba - tiba..." benaknya, merasa hatinya bergejolak tak karuan.

Ia lalu menghampiri tubuh yang tertutup kain putih itu. Dibukanya perlahan kain putih yang menutupinya mulai dari atas kepalanya.

"Mayra...??" ucapnya pelan.

Tiba - tiba sekelebat bayang - bayang seorang perempuan yang dipeluknya hinggap di ingatan dokter tersebut, tertawa dan berlarian bersamanya. Tiba - tiba tetesan airmata meluncur begitu saja melewati pipinya.

"Dokter Erick, apa kau mengenalnya?" tanya salah satu perawat yang ada di ruangan itu. Pertanyaan itu membuyarkan lamunannya.

Dengan cepat ia meraih tangan yang disebut mayat itu. Lalu diperiksanya dengan seksama, tangan yang hampir pucat bersimbah darah itu masih terasa sedikit hangat. Dipegangnya urat nadinya dan didengarkan detak jantungnya melalui stetoskop yang melingkar di lehernya, hidungnya masih terasa benafas walaupun sangat lemah.

"BODOH!!" teriak dokter Erick tiba - tiba membuat semua orang yang ada di ruang operasi itu terdiam kaget. "Orang yang masih ada detak jantungnya belum bisa di bilang mayat!" tegasnya lalu bergegas segera dengan telaten melepaskan kain penutup lalu menyuruh semua perawat membantu mengoperasinya.

"Tapi Dok, bagaimana dengan tuan Dikra yang akan melakukan transplantasi jantung hari ini?" tanya salah satu perawat

"Batalkan!" tegasnya. "Ada nyawa lain yang lebih penting untuk diselamatkan. Cepat persiapkan alat - alat, kita akan segera mengoperasi gadis ini!" perintahnya lalu semua orang kalang kabut sibuk mengurus gadis yang akan di operasi dokter Erick.

Soully. Ya, gadis itu masih hidup.

.

.

.

Hampir 3 jam berlalu, dokter Erick berhasil menghentikan pendarahan yang ada di kepala Soully. Detak jantungnya hampir melemah dan dia kehilangan banyak darah.

'One, two, three, SHOCK!!' dokter Erick memberi aba - aba saat tanda - tanda vital di tubuh Soully melemah. Berkali - kali dokter Erick melakukan defibrilator, hingga akhirnya yang terlihat hanya garis lurus yang ada pada monitor ICU.

Dokter Erick pun pasrah, dan semua orang yang ada di ruangan itupun menyerah dqn tertunduk lesu.

Maafkan aku...dokter Erick menyesal.

"Waktu kematian, Senin pukul 01.09 dini hari," ucap salah satu perawat.

Sejenak dokter Erick meratapi tubuh Soully. Tanpa terasa airmatanya menetes tiba - tiba. Dipegangnya tangan kecil putih yang masih bernoda darah itu.

"Dokter Erick apa kita akan melanjutkan operasi transplantasi jantung untuk tuan Dikra?" tanya salah perawat.

Namun pertanyaan perawat itu tidak begitu ditanggapi dokter Erick. Dia hanya terus fokus pada sesosok tubuh yang tangannya masih digenggamnya erat.

'Tut tut tut' tiba - tiba kurva di layar monitor ICU bervariasi, tanda kehidupan Soully kembali. Dokter Erick begitu senang, rasanya seperti semua usahanya tidak sia - sia, dia tak bisa membendung airmatanya yang terus menerus menetes.

Terima kasih, kau akhirnya kembali...

***

Sementara di tempat lain, Rona berlarian ke bagian informasi menanyakan tentang gadis kecelakaan yang di bawa bersamaan dengan Yafizan.

Salah satu suster menjawab. "Oh, gadis yang dikira meninggal itu ya? Dia saat ini masih di ruang ICU," terangnya.

"Terima kasih, Sust," ucap Rona lalu kembali ke kamar di mana Yafizan di rawat.

Saat itu Yafizan tertidur pulas. Dalam hati Rona merasa lega karena selama hampir tiga jam itu dia sebenarnya mencari tempat makan untuk mengisi perutnya yang terus berteriak ingin diberi asupan nutrisi. Lalu tanpa terasa Rona tertidur di sofa.

***

Bersambung....

Nantikan kisah selanjutnya..

Jangan lupa dukung Author dengan mengirim Like, Comment, ❤ jg yaa 🤗