Chapter 6 - Bab 06

Sudah tiga hari Soully sadar dari komanya. Dia menjalani terapi perawatan pasca pemulihannya. Kondisinya pun sudah mulai membaik. Bagaimana tidak, Erick yang selalu menemani dan membimbingnya melakukan hal terbaik dan segala cara agar Soully sembuh lebih cepat.

Saat itu, Erick menyodorkan botol air minum kepada Soully yang sedang duduk istirahat setelah melakukan terapi.

"Terima kasih..." ucap Soully menerima botol minum air mineral itu, menengadahkan wajahnya melihat Erick yang tinggi menjulang karena berdiri dihadapannya, Soully pun tersenyum manis.

"Berikan, biar aku yang membukanya. Memangnya kamu kuat membukanya?" sambar Erick mengambil botol air minum mineral dari tangan Soully.

"Memangnya aku takkan kuat cuma sekedar buka ini?" Soully mengerucutkan bibirnya kesal. Diminumnya segera air itu setelah Erick menyodorkannya kembali.

Sungguh menggemaskan melihat ia merajuk seperti itu.

Erick sengaja menepuk botol minum itu menjahili ketika Soully minum. Ulahnya itu membuat Soully tersedak dan airnya tumpah membasahi bajunya.

"Ya ampun, kau ini keterlaluan!" Soully kesal seraya mengusap mulut dan dagunya serta bajunya yang basah. Erick tertawa lebar karena berhasil menjahili perempuan yang ada dihadapannya itu. Sedangkan Soully hanya mendelik kesal memutar bola matanya jengah.

Kemudian, Erick membantu mengusap mulut dan dagu Soully, wajah mereka berdua kini bertatapan langsung, mata mereka bertemu satu sama lainnya. Suasana menjadi hening sesaat, melihat wajah Soully yang cantik bulat nan mempesona meskipun tanpa polesan make up serta bibirnya yang merah membuat hasrat Erick bergejolak. Rasanya ingin sekali ia menerkam langsung bibir Soully yang ranum. Soully memalingkan wajahnya merasa salah tingkah saat Erick tanpa sadar hampir mendekatkan wajahnya. Suasana canggung terbentang seketika di antara mereka berdua.

"Ehm...besok apakah aku sudah boleh pulang?" tanya Soully memecah suasana.

"Kurasa harus beberapa hari lagi," jawab Erick.

"Tapi aku mau pulang. Makin lama di sini mungkin tagihan rumah sakit akan semakin membengkak. Ditambah aku tidak bisa hanya berdiam diri saja, bukan? Aku harus segera pulang dan mencari pekerjaan," sanggah Soully.

"Ke mana kamu akan pergi dan tinggal? Bahkan keluargamu saja tidak pernah sekalipun mencarimu?" tanya Erick yang perasaannya mulai tak karuan ketika Soully bersikukuh ingin segera pulang. "Kamu tak usah khawatir soal biaya rumah sakit," sambungnya sedikit menenangkan Soully.

"Entahlah, mungkin aku akan mencari kontrakan kecil," jawab Soully polos. "Aku akan mencari pekerjaan untuk membayar uang sewanya," jelasnya kemudian.

"Kalau begitu tinggallah bersamaku," ucap Erick. "Atau...lebih tepatnya, jadilah pendamping hidupku, Soully. Jadilah istriku dan tinggal disampingku selamanya." lamar Erick tiba-tiba membuat Soully hanya diam ternganga.

Tanpa membiarkan kesempatan Soully berbicara Erick langsung berkata lagi. "Ya, aku melamarmu! Aku mencintaimu, Soully..." digenggamnya erat tangan Soully lalu dikecupnya perlahan.

Perasaan Soully campur aduk saat itu. Bagi Soully cinta bukan hanya sekedar kebaikan saja. Erick memang yang terbaik, dia yang selama tiga tahun ini merawatnya, menjaganya tanpa rasa lelah. Tapi Soully merasa ada seseorang yang sedari dulu dikaguminya. Namun sosok itu terlupakan sehingga Soully pun tak mengerti siapa orang yang singgah dalam hatinya itu.

"Maaf dokter Erick. Ini...ini...terlalu mendadak..." Soully merasa canggung.

"Tak apa. Aku mengerti dan memahamimu. Maaf kata-kata ini spontan saja keluar dari mulutku." Erick tersipu malu. "Tapi tolong pertimbangkanlah," mohonnya.

Malam sudah begitu larut. Soully sudah tertidur lelap ketika Erick diam-diam membuat hiasan air warna-warni untuk menerangi ruang kamarnya dengan bermacam-macam bentuk hati.

Aku seharusnya melamarmu dengan membuat kejutan ini dan membuatmu menerima diriku. Aku harus mendapatkanmu, my Angel...

***

Yafizan meninggalkan sarapannya lagi pagi ini. Dia selalu bergegas pergi untuk bekerja. Dia memang orang yang super sibuk. Rona hanya bisa pasrah mengikutinya ke mana-mana. Dia sudah tahu Yafizan terbiasa meninggalkannya ditengah ia sedang menikmati sarapannya.

Oh...sungguh sikapmu itu sampai kapan menyebalkannya, Bos..

.

.

.

Suasana jalanan saat itu begitu padat. Seperti biasa Yafizan tidak terlalu memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Rona hanya menjelaskan jadwal apa saja yang harus Yafizan kerjakan. Tanpa penolakan maupun sanggahan, Yafizan selalu memenuhi jadwalnya itu.

"Bos, apa kau mau membeli sebuket bunga dulu sebelum datang ke acara talk show siang ini?" tanya Rona.

"Untuk apa dan siapa?" Yafizan bertanya balik dengan dingin.

"Untuk...ya siapa saja yang kau kagumi nanti di Y.A Entertaiment. Di sana banyak gadis-gadis yang cantik," jawab Rona sembarang. "Atau kau bisa berikan bunga itu untuk miss Clara. Dia yang selama ini mengurus bisnis entertainment mu itu."

"Terserah kau. Yang jelas bilang saja buket bunga itu darimu, karena sedikitpun tak pernah ada niatanku memberi bunga kepada perempuan mana saja, bahkan setangkai pun," sinis Yafizan mempertegas.

Hanya dengan melihat suasana aura di tubuh Yafizan membuat Rona mengurungkan niatnya. Seketika Rona bergidik ngeri jika dirinya dibakar hidup-hidup oleh bosnya itu. Rona menggelengkan kepalanya ketika ia membayangkan hal mengerikan itu.

***

Saat tiba di kantor, Yafizan bersama Rona bergegas pergi menuju acara talk show para artis yang dikelola Y.A-Entertaiment. Gedung kantor itu sungguh luas dan besar. Seluruhnya melingkupi dan mewakili beberapa macam pekerjaan. Mulai dari bisnis properti sampai entertaiment semuanya lengkap di gedung itu. Maka tak kurang dari 10 menit hanya dengan berjalan kaki, Yafizan telah sampai di gedung Y.A-Entertaiment.

Yafizan disambut dengan penuh rasa hormat dari para pegawai dan orang-orang yang sedang beraktivitas di dalam gedung itu. Mulai dari Direktur pelaksana, produser, dan juga para artis. Yafizan hanya berjalan tegak tanpa ekspresi menampilkan senyum dingin di wajahnya. Namun, wajah yang penuh dengan aura hitam itu, tetap memberikan kharisma dari dirinya yang membuat para wanita jatuh cinta padanya serta bertingkah hanya untuk mencari perhatiannya saja.

***

"Ini sudah satu minggu sejak aku keluar dari rumah sakit. Aku harus mencari pekerjaan kemana? Ijazah serta dokumen lainnya masih ada di rumah bibi. Dan bibi entah pindah ke mana? Saatku datangi rumahnya, bibi sudah tidak tinggal di sana lagi." Soully berbicara pada dirinya sendiri ketika ia sedang duduk di halte bus dengan pemandangan gedung tinggi menjulang langit yang ada dihadapannya.

"Ohh..Aku begitu iri melihat para pekerja kantor itu," gumam Soully saat melihat karyawan yang berlalu-lalang hanya untuk makan siang. Lalu pandangannya tertuju pada seseorang perempuan cantik yang dilihatnya dengan yakin jika Soully mengenalnya.

"Kak Clara?" Soully mengerutkan dahinya mencoba mengingat. "Ya, itu kak Clara!" Soully tergesa-gesa menyebrangi jalan raya yang untungnya selalu sepi meski terletak di antara gedung-gedung perusahaan. Seolah di desain agar jalan tersebut aman untuk para karyawan yang bekerja di gedung-gedung itu.

Soully segera mengejar sosok perempuan cantik berambut pendek di bawah telinga yang terlihat begitu elegant dengan balutan blezer dan rok kerja yang sangat pas di tubuhnya.

"Kak Clara!" Teriak Soully memanggilnya namun Clara pura-pura tidak melihat ataupun mendengarnya. Soully terus mengejar Clara yang masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi oleh karyawan dengan aroma yang menggiurkan indra penciuman. Kantin.

"Sepertinya ada yang memanggilmu, miss Clara," ucap Rona mengedarkan pandangannya kebelakang mencari sumber suara yang memanggil Clara.

"Ah, cuma perasaan saja. Sebaiknya kita makan siang terlebih dulu. Aku begitu lapar, dan kurasa bos Yafi pun demikiam..." Ucap Clara manja dengan mencari alasan karena ingin segera makan siang bareng Yafizan dan membuat orang-orang iri padanya terutama kaum hawa yang sangat terobsesi pada Yafizan.

Clara menarik lengan Yafizan namun ditepisnya segera tangan itu. "Tolong, aku paling tidak suka seseorang menyentuhku," ucapnya dingin sehigga membuat Clara tercengang bercampur malu karena orang-orang di kantin itu tertuju padanya.

"Maaf miss Clara, bos Yafi memang seperti itu orangnya, tolong jangan dimasukkan ke dalam hati ya." Rona meminta maaf lalu menatap Yafizan dengan memberi isyarat wajah kalau perilakunya salah.

Rona meneruskan langkahnya dengan menarik lengan Clara guna membawa segera terhindar dari aura bosnya yang dingin itu.

"Kak Clara." Soully telah berhasil menemukan Clara, lalu ia memegang tangan Clara dengan nafas yang masih terasa naik turun karena ia berlarian mengejar dan mencari-carinya di kantin yang luas itu.

Clara begitu terkejut dan langsung gugup. "Kau...kenapa bisa di sini?"

" Kak, aku mencarimu dan Bibi tadi. Tapi, rumah kalian kosong. Kalian pindah ke mana?" tanya Soully kemudian karena ia merasa begitu senang karena bisa bertemu dengan saudarnya itu. ia hendak memeluk Clara. Namun, Clara segera menahan dan mendorong kasar tubuh Soully.

"Siapa dia?" tanya Yafizan mulai merasa kesal. "Aku akan makan siang di ruang kantorku. Rona, tolong kau siapkan makan siangku," perintahnya lalu pergi tanpa diliriknya sedikitpun kearah Soully. Clara pun mencoba membujuk Yafizan untuk makan siang bersamanya di kantin yang tak pernah sekalipun Yafizan makan di dalamnya.

"Bos Yafi, tunggu. Maaf aku tidak tahu siapa gadis ini," ucap Clara pura-pura tak kenal.

"Kak, aku Soully, adik sepupumu." Soully tidak percaya kalau Clara akan mengacuhkannya.

"Lepas!" Ucap Clara yang merasa jengkel karena Soully terus menempelinya. Lalu ditepisnya tangan Soully sehingga membuat tubuh Soully terpental beberapa langkah dan menabrak tubuh Yafizan.

Tanpa sengaja Soully memegang tangan Yafizan dan Yafizan pun refleks menahan tubuh Soully yang hampir jatuh.

"Oh maaf, Paman," maaf Soully tiba-tiba yang tanpa disadarinya ia memanggil Yafizan dengan sebutan 'Paman'.

Langkahnya pun terhenti ketika dia mendengar kata 'Paman' itu disebutkan.

Mereka saling berpandangan. Yafizan merasakan nyeri pada dirinya yang begitu menyayat di relung hatinya saat dia menatap wajah cantik nan polos, Soully. Hawa di tangan Yafizan pun berubah warna menjadi biru langit yang hangat bercampur warna putih berawan penuh kesejukan, tanpa Yafizan sadari. Namun dia merasa ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Walupun terasa menyayat hati, tapi dia merasa aman, nyaman, dan tentram.

Rona yang sedari tadi mengingat-ingat pun akhirnya mengetahui gadis yang membuat masalah pada bosnya karena sudah menyentuhnya adalah pasien koma tiga tahun lalu yang membuat Yafizan hampir terpuruk lagi. Namun dia melihat cahaya biru ditangan Yafizan bukanlah hal yang biasa. Setelah sekian lamanya, kekuatan itu muncul kembali dengan stabil. Dipandanginya Soully dan Yafizan bersamaan.

Kamu...mungkinkah orangnya?

***

Bersambung...

Sampai jumpa di next episode...

Terima kasih yang udah sabar membaca novel ini dan jangan bosan yaa 😉

Tolong bantu dan dukung Author dengan beri jempol kalian tekan Like, comment, ❤, juga vote'nya juga yaa 🙏🏻🤗😘