Chapter 7 - Bab 07

Soully melepaskan pegangan tangannya dari tangan Yafizan. "Maaf, aku tadi tak bermaksud memanggilmu Paman dan..." Soully hendak menjelaskan karena dirasa tampak familiar saat melihat wajah Yafizan. Fikirannya berusaha mengingat namun tak ada bayangan sebersitpun di memorinya karena efek kecelakaan tiga tahun lalu membuat sebagian memori di otaknya rusak dia bahkan menjadi pelupa. Lalu dengan panik dia segera mengangkat kakinya yang tanpa sengaja menginjak kaki Yafizan saat hendak terjatuh tadi, Soully langsung berjongkok dan membersihkan jejak sepatunya yang menempel pada sepatu Yafizan yang berkilau itu.

Tindakan Soully sontak membuat Yafizan merasa tidak enak. Biasanya dia memang selalu ingin membuat orang-orang berlutut dihadapannya. Namun tidak kali ini, seolah ada perasaan amarah yang tak ingin jika Soully menunduk di bawah kakinya bahkan membersihkan sepatunya yang kotor dengan tangannya yang kosong tanpa memakai sesuatu apapun.

"Sudah cukup!" Yafizan membungkukkan badannya segera meraih tangan Soully yang sedang membersihkan sepatunya.

Dicengkramnya lengan Soully dengan kencang dan menatapnya tajam. Matanya menyipit namun sejurus kemudian, mulutnya terasa kelu dan tak tahu harus bicara apa. Dihelanya nafas kasar lalu ia berucap. "Aku paling tidak suka jika ada orang yang dengan berani menyentuhku!" Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Yafizan yang sebenarnya merasa canggung.

"Tapi kau yang menyentuhku, Tuan. Bahkan kau memegang tanganku," celetuk Soully tersenyum getir membalas ucapan Yafizan dengan arahan matanya menunjukkan kearah tangannya.

Dengan perasaan emosi karena malu Yafizan melepas cengkramannya. Lalu berdiri kembali dengan tegak dan membalikkan badannya. Tak lupa dia melepas sepatu yang tanpa sengaja diinjak Soully tadi lalu meninggalkannya begitu saja. Yafizan terus berjalan hanya beralaskan kaus kaki. Diikuti Rona dan Clara dari belakang. Rona tampak bingung.

Soully berdiri lalu menghela nafas dalam dan mendengus dengan kesal. Diambilnya kedua sepatu itu lalu BRAKK dia melemparkan kedua sepatu itu tepat ke punggung Yafizan.

Sontak semua orang yang sedang menikmati makan siang di kantin itupun langsung teralihkan pandangannya hanya untuk melihat adegan perang antara Bos Pemilik Perusahaan dengan gadis cantik jelita asing yang tak kenal takut. Bahkan Rona dan Clara yang memang sedari tadi berada di situ ikut kaget menyaksikan adegan itu.

Yafizan menghentikan langkahnya lalu mendengus kesal, aura di seluruh tubuhnya menggelap. Dikepalan tangannya sudah keluar cahaya merah jingga seperti dia ingin menghempaskan energinya itu dengan membakar Soully hidup-hidup. Yafizan berbalik lalu menghampiri Soully seperti Banteng yang hendak menerkam bendera merah sang matador. Kini dirinya berada tepat dihadapan gadis mungil itu. Jarak mereka sungguh dekat. Soully sebenarnya pun takut, dia perlahan berjalan mundur hendak menghindar. Yafizan mengikuti langkahnya. Namun dengan kekuatan kecilnya, Soully mendongakkan wajahnya. "Apa?! Kau mau memukulku?"

Cih, gadis kecil ini menantangku.

"Pergi dari sini segera dengan sukarela atau ku panggil security dengan paksa?" ucap Yafizan dengan tegasย  menahan emosinya.

"Oke, aku akan pergi dari sini!" Soully melangkah pergi meninggalkan Yafizan. Lalu di ambilnya sepatu Yafizan dan kembali ke arah di mana Yafizan berdiri membelakanginya. Dengan sigap Soully menghampiri dan berdiri di depannya, lalu ditaruhnya sepatu itu tepat di kakinya.

"Aku tahu kau orang kaya dan kau bisa membeli sepasang, tidak, bahkan mungkin puluhan pasang sepatu bagus dan bermerk seperti ini. Hargailah sesuatu yang sudah kau beli atau kau dapatkan. Jangan meninggalkannya begitu saja hanya karena suatu hal kecil yang sebenarnya bisa diatasi," tegas Soully lalu pergi.

Namun kejadian tak terduga pun terjadi lagi. PLAKK suara tamparan keras membahana saat itu. Clara menampar pipi lembut Soully. Kini wajah cantik Soully memerah hingga disudut bibirnya berdarah.

"Dasar jalang! Beraninya kamu bersikap seperti itu pada Bos Yafi!" teriak Clara membuat suasana semakin memanas saat itu.

Soully memegang pipinya yang terasa panas dan kesemutan. Mata Soully berkaca-kaca, dia tidak percaya kakak sepupunya melakukan itu padanya setelah dia bahkan berpura-pura tidak mengenalnya.

Yafizan begitu terkesiap menyaksikan adegan yang berlangsung dihadapannya itu. Ada perasaan amarah yang tidak bisa dibendung ketika Soully ditampar dengan gamblang tepat di depan kedua matanya. Dia yang tadi saja merasa kesakitan karena punggungnya dilempar sepatu bisa menahan segenap amarahnya saat melihat wajah Soully yang polos. Tapi ketika melihat Soully tersakiti, dirinya merasa emosi.

"Apa-apaan ini?!" Bentak Yafizan tidak habis fikir. "Clara, kau bereskan masalahmu dengan saudarimu itu! Dan kalian, teruskan menikmati hidangan lezat yang ada dihadapan kalian, cepat habiskan lalu kembali bekerja tepat waktu!" sambungnya lalu pergi disusul dengan Rona yang membawa sepasang sepatu bosnya itu.

Tatapan Clara penuh dengan kebencian. Ditariknya segera tangan Soully untuk keluar.

"Sudah aku bilang kalau aku tidak mengenalmu!" ucap Clara dengan lantang. "Kakak sepupu? Itu masa lalu. Masa kini ya masa sekarang. Sudah tiga tahun aku dan ibu merasa bahagia dan tentram karena kau menghilang jadi tolong, ku mohon jangan pernah kau menginjakkan kakimu di sini dan jangan coba-coba menemuiku lagi!" peringatannya lalu pergi meninggalkan Soully sendiri.

Dengan langkah gontai Soully berjalan keluar. Perlahan dia menuju halaman depan gedung kantor yang besar itu. Lalu berjongkok menurunkan seluruh tubuhnya. Dia menangis sejadinya...

Di tempat lain diam-diam Yafizan memperhatikan Soully dari atas melalui jendela kaca ruang kantornya. Rona yang melihat merasa iba. Yafizan tetap dengan tatapan dinginnya namun sebenarnya hatinya pun yang entah bagaimana merasa sakit saat melihat Soully menangis.

***

Sore hari ketika Soully sampai di kontrakannya. Sesosok pria memakai pakaian formal tampak menyambut dengan tersenyum riang menunggu kedatangannya. Soully hanya diam saja dan tidak memperhatikan kedatangan Erick yang menunggunya sejak tadi. Soully hanya menunduk berjalan lurus melewatinya berpura-pura agar Erick tidak memperhatikan pipinya yang sedikit memar dan sudut bibirnya yang terluka akibat tamparan dari Clara.

Erick melepas senyum riangnya itu dilanjutkan dengan kerutan di keningnya merasakan ada sesuatu yang aneh pada diri Soully.

"Hei!" Erick menahan Soully saat hendak masuk ke dalam kontrakannya. "Kenapa kau ini? Bukannya menyambutku, kau malah melewatiku?" tanya Erick lalu disadarinya ada sesuatu yang aneh pada wajah Soully.

Dengan sigap tangannya menarik dagu Soully lalu mendongakkan wajahnya. "Apa ini?" tanyanya lagi saat melihat memar di pipi dan luka di sudut bibirnya, yang sekali lagi dipenuhi bermacam-macam pertanyaan. Erick yang selama tiga tahun ini selalu berhati-hati agar tidak sedikitpun bahkan siapapun boleh melukai salah satu anggota tubuh Soully merasa emosi saat melihat kondisi Soully seperti itu.

"Aku tanya sekali lagi, apa ini?" Erick sedikit menekankan nada bicaranya karena merasa jengkel Soully tak menjawab satupun pertanyaannya.

Soully menepis tangan Erick dan hanya terdiam. Dia membuka kunci pintunya lalu masuk ke dalam. Erick tetap mengikuti dan masih penasaran dia terus mencoba mendesak Soully agar berbicara. Dia menahan langkah Soully dan menghadangnya ke depan, kedua tangannya merangkup bahu Soully lalu dipandanginya sekali lagi. Soully memalingkan wajahnya, matanya mulai berkaca-kaca seakan tak bisa menahan kepenatannya lagi. Melihat ekspresi Soully seperti itu segera Erick menenggelamkan wajah Soully ke dalam dadanya lalu dipeluknya erat, membiarkan Soully melepas semua penat yang ada di hatinya.

***

"Yang Mulia, hari ini saya melihat sesuatu yang tak terduga telah terjadi setelah sekian lamanya, hampir seribu tahun ini. Di tangan bos Yafi mengeluarkan cahaya jingga kebiruan memberikan kehangatan dan bayangan seputih awan memberi kesejukan." Laporan Rona melalui telepatinya kepada sang Raja sekaligus ayahnya Yafizan yang ada di negeri langit.

"Mengapa bisa demikian?" tanya Yang Mulia Raja.

"Itu...saat seorang gadis memegang tangannya. Dan...gadis itu adalah orang yang menyelematkan bos Yafi dari kecelakaan maut yang menimpanya tiga tahun yang lalu," terang Rona.

"Apa gadis itu reinkarnasi Mayra?" tanya sang Raja penasaran.

"Entahlah, sekilas mirip tapi sepertinya bukan," jawab Rona. Dia bingung sendiri padahal dialah yang menyita sebagian memori yang ada di otak Yafizan karena keterpurukannya terdahulu.

.

.

.

Sebersit bayangan ketika Yafizan masih berada di negeri langit. Dia berlari dan berjalan-jalan bersama seorang wanita cantik nan anggun, Mayra. Dia tertawa bersama dan bahagia. Hingga suatu ketika saudaranya sebenarnya menyukai Mayra lebih dulu dibanding Yafizan. Diam-diam dia mencuri pandang dan perhatian kepada Mayra. Tentu saja itu tulus karena dari perasaannya yang terdalam. Mayra pun meresponnya karena dia memang menyukai saudara Yafizan lebih dahulu, dia berfikir mungkin sesama saudara tidak akan menimbulkan perselisihan dan kesalahpahaman. Hingga ketika saatnya tiba, ia ingin mengungkapkan kebenarannya.

Namun prasangka Mayra salah. Sikapnya itu justru membuat perasaan saudara Yafizan makin dalam dan tak ingin melepaskannya. Hingga akhirnya mereka pun menjalin hubungan asmara. Yafizan yang mengetahui kedekatan mereka pun menaruh rasa cemburu yang bergejolak. Rasa ketidakpercayaan pun menghilang. Tak bisa dibendung lagi ketika dia melihat Mayra berada dipelukan saudaranya. Yafizan emosi berat, dihajarnya segera saudaranya itu tanpa ampun. Saudaranya yang tidak menerima lalu membalas hajaran kepada Yafizan. Emosi mereka berdua tak terkendali, awalnya saling tinju, sampai akhirnya mengeluarkan kekuatan super mereka masing-masing. Dunia di alam itu menjadi sangat kacau, kebakaran di mana-mana karena Yafizan tidak bisa mengontrol emosinya. Kedua saudara itu lama-lama mempunyai hasrat ingin saling membunuh. Karena fikirnya salah satu yang menang akan mendapatkan Mayra seutuhnya.

Mayra yang sedari tadi menyaksikan berteriak meminta untuk mereka berhenti. Bahkan saat tangan Mayra menggenggam erat tangan Yafizan memohon pun tak mampu meredam amarahnya.

Dilepasnya genggaman tangan Mayra dengan paksa karena tidak sabar ingin mengerahkan semua kekuatannya untuk melenyapkan saudaranya itu. Saat aba-aba mengumpulkan segenap kekuatan, Yafizan melepaskan energi itu lalu menghempaskanya ke arah saudaranya yang sama-sama ingin menghancurkan Yafizan.

Tanpa disangka dan tak terduga Mayra berlari ketengah-tengah kekuatan mereka berdua. Lalu BUMM kekuatan mereka terpental masuk ke dalam tubuh Mayra dan menyakitinya. Mayra langsung memuncratkan darah segar dari mulutnya. Dia langsung tergeletak lemas. Yafizan segera menangkap tubuh Mayra yang sudah tak berdaya. Dipeluknya erat tubuh Mayra dipangkuannya.

"Tidak...Mayra maafkan aku...tolong bertahanlah..." Yafizan panik setengah mati karena merasa bersalah. "Kumohon...tolong..."

Mayra hanya menatap dengan muntahan darahnya yang berkali-kali membuat dia susah bicara. "Maaf..." hanya kata itu yang muncul dari mulutnya. Tangannya memegang pipi Yafizan lalu terjatuh lunglai tanda nyawanya terlepas dari raganya.

"TIDAAAKKKKKKK" teriaknya histeris saat itu.

Saudaranya yang menyaksikan saat itupun, langsung terjatuh lunglai tak berdaya karena wanita yang dia puja pergi meninggalkannya juga.

Dunia di alam itu begitu kacau, pertempuran kedua saudara itu membuat alam yang asri menjadi berantakan.

Maka dari itu sang raja menghukum mereka berdua, terutama Yafizan yang memang lebih banyak mengeluarkan kekuatannya untuk menyakiti orang lain dan merusak alam di sekitarnya. Dia lalu diturunkan ke bumi tanpa kekuatan dan memori yang tertinggal di otaknya.

Rona pun ditugaskan menemaninya saat itu...

***

"Buat Yafizan bersatu dengan gadis itu!" perintah Yang Mulia Raja.

"Kenapa harus gadis itu? Bos Yafi bisa memilih gadis yang dicintainya dan mencintainya. Saya tidak kuasa jika bos Yafi akan menolak mentah-mentah anjuran saya," ujar Rona ragu sekaligus memang yakin bahwa Soully adalah gadis yang tepat untuk Yafizan.

"Hanya gadis itu yang bisa meredam emosi anak nakal dan keras kepala itu. Bahkan Mayra yang dulu dicintainya saja tidak bisa meredam emosi dan bahaya yang akan ditimbulkannya. Maka, sebisa mungkin satukanlah mereka, Ron," perintah Yang Mulia tak bisa dibnatah. Kemudian ia mengakhiri telepati mereka tanpa memberikan Rona kesempatan untuk bicara lagi.

Rona meremas rambut kepalanya. Rasa bingung melanda dirinya. Tidak Yang Mulia ataupun Tuan Muda, keduanya sama-sama merepotkan untuknya.

Harus dengan cara seperti apa membuat mereka bersatu? Bahkan kesan pertemuan mereka untuk yang pertama kalinya lagi setelah tiga tahun...(Rona membayangkan kejadian tadi siang di kantin perusahaan, lalu geleng-geleng kepala) arrghhh...!!

***

Bersambung...

Dukung terus dan tunggu kelanjutan ceritanya yaa

Semoga menarik dan tidak membosankan ๐Ÿค—

Kasih Like dan comment untuk mengoreksi dan perbaikan ๐Ÿ™๐Ÿป

Thank you ๐Ÿ˜˜