Pagi hari saat Soully membuka kelopak matanya yang terasa berat dan sembap bekas tangisannya semalaman. Dia menarik selimutnya kembali namun gerakannya terhenti ketika selimut yang dia tarik terasa berat. Berkali-kali ditariknya selimut itu namun tak kunjung mendarat di dalam pelukannya. Setengah bangun dia mencari apa yang membuat selimutnya tertahan. Matanya membelalak seketika saat melihat sosok tubuh yang masih tertidur pulas dengan posisi duduk dan menyenderkan kepalanya di ujung tempat tidurnya.
"Dokter Erick..." Soully berkata pelan agar suaranya tidak membangunkan Erick. Soully merebahkan kembali badannya dengan menggelengkan kepalanya. 'Bodoh!' rutuknya sambil memukulkan kepalanya saat dia mengingat apa yang terjadi kemarin. Perlahan Soully turun dari tempat tidurnya.
"Mau ke mana?..." Erick bangun seketika saat merasakan Soully beranjak dari tempat tidurnya. Langkah Soully terhenti, wajahnya memerah karena malu. Soully tersenyum getir, membalikkan badannya lalu berkata, "Aku mau mandi..."
Segera Soully membalikkan badannya lalu berlari kecil menuju toilet yang ada di sebelah kamarnya. Tak lupa dia sudah menyiapkan pakaian ganti yang dia bawa, karena tak mungkin setelah mandi dia hanya keluar memakai handuk sedang di rumahnya saat ini ada lelaki asing yang bukan 'halal'nya. Di dalam toilet Soully hanya berfikir bagaimana dia menghadapi Erick saat keluar nanti.
Erick mematung dan tersenyum geli melihat tingkah Soully.
Kau sungguh menggemaskan, Angel...
.
.
.
Hampir satu jam Soully tak keluar dari toilet, setelah mandi Soully memang sengaja tak langsung keluar karena bingung menghadapi Erick nanti. 'Kenapa tak pulang saja sih?' kadang benaknya ingin seperti itu.
Tok...tok..tok suara ketukan pintu dari luar toilet mengagetkan lamunan Soully.
"Soully, kau baik-baik saja?" panggil Erick khawatir karena Soully tak kunjung keluar.
"Ya, aku tak apa-apa," teriak Soully dari dalam toilet.
"Keluarlah, aku tak apa. Tenang saja, aku akan menganggap kemarin tidak terjadi apapun. Maaf karena aku terlalu mengkhawatirkanmu, seharusnya aku pulang tapi aku malah ketiduran. Tolong maafkan aku," jelas Erick yang seolah tahu Soully ingin menghindarinya dan membuat Erick pergi dengan sendirinya.
Soully bergegas keluar saat mendengar ucapan Erick, dia merasa tak enak karena memang sebenarnya seharusnya dia tidak seperti itu.
Soully membuka pintu toilet dengan perlahan, sosok lelaki bertubuh jenjang dan putih bersih itu telah menanti dirinya. Erick menatap Soully begitu dalam dengan kerutan di dahinya.
"Maaf...aku tak bermaksud..." ucap Soully terkekeh dengan salah tingkah membuat Erick yang melihatnya tidak bisa menahan senyum gelinya.
"Sudahlah, aku mengerti. Aku akan pulang sekarang. Bukankah itu yang kau mau?" Erick berujar sambil mengambil jas dan kunci mobilnya. "Seharusnya kau keluar daritadi maka aku juga akan segera pulang, tak sopan bukan, jika aku pergi begitu saja tanpa pamit terlebih dahulu?" ucapnya menghampiri Soully lalu dikecupnya kening Soully tiba-tiba, sontak membuat mata Soully membulat dengan pipi yang sudah merah. Rrick begitu kagum melihat ekspresi Soully. Rasanya ia begitu enggan untuk meninggalkan Soully saat ini.
Soully mengusap keningnya, dan sebelum dia mengomelinya, Erick langsung menyahutnya dan pergi.
"Hati-hati di rumah, kalau ada apa-apa segera hubungi aku!" pamitnya dengan memberi kode tangannya di balik pintu agar Soully menelponnya. Pintu tertutup dan Soully bergegas hendak masuk lagi ke kamarnya. Namun baru dua langkah saat Soully hendak ke kamarnya, suara pintu terbuka dan seseorang menyahut lagi.
"Oh ya, mungkin sup-nya sudah dingin sekarang. Tapi kurasa takkan basi, kau bisa menghangatkannya dan makan dengan lahap. Jangan lupa kunci pintunya! Bubbye..." Erick melambaikan tangan sambil tersenyum manis lalu pergi kembali.
Soully hanya terdiam melihat tingkah Erick. Dilihatnya sebuah paper bag besar yang terpampang di atas meja lalu dihampirinya dan dibuka isi paper bag itu yang ternyata sup dan beberapa makanan ala gimbap bento semalam memang masih utuh. Diliriknya kembali ada sebuah paper bag berukuran kecil. Diambilnya lalu dibukanya. Tiba-tiba terdengar bunyi dering telepon. Dibukanya segera kotak yang ada sudah berada dalam genggaman tangannya. Sebuah telepon selular dengan jelas menampilkan sebuah nama ERICK di layarnya ponselnya. Soully mengambil lalu mengangkat panggilan masuknya.
"Bagaimana? Apa kau suka? Setelah ini kalau ada apa-apa, tekan tombol satu, maka aku dengan sigap segera menghampirimu. Untuk saat ini ketika kau ke luar rumah pastikan untuk memakai kacamata hitam. Dan maaf kurasa tadi salah paham, harusnya aku tahu kau mungkin merasa malu menghadapiku karena takut akan terlihat jelek, tapi bagiku kau terlihat cantik dalam kondisi apapun," tuutt...suara orang di seberang ponsel itu dengan jelas menutup kembali tanpa membiarkan Soully berkata lagi. Erick hanya tersenyum melihat layar di ponselnya. Wallpaper foto Soully saat tertidur pulas begitu menggemaskan dan cantik baginya.
Soully bergegas menekan tombol camera depan, bukan untuk selfie, tapi untuk melihat wajahnya terutama bagian mata yang memang masih terlihat sembap bekas tangisannya semalam. Soully menghela nafas panjang lalu menutup wajahnya. Sungguh memalukan...
***
Rona terlihat begitu sibuk mondar mandir tak jelas saat Yafizan mengambil minum di dapur. Diperhatikannya dengan seksama ada sesuatu yang tidak beres.
"Ini sudah yang ke seratus kalinya kau mondar mandir tak jelas," ujar Yafizan berlalu kemudian duduk dan meneguk minumannya, ia bersandar di sofa santainya. Yafizan memejamkan matanya, kemudian sekelebat bayangan kejadian kemarin terlintas difikirannya. Tindakan Soully melemparkan sepatu kearahnya serta kata-katanya masih terngiang jelas.
Rona berhenti dari kegalauan fikirannya. Dihampirinya Yafizan lalu duduk di sebelahnya.
"Bos, sudah saatnya kau menikah," celetuk Rona spontan membuat Yafizan membuka matanya.
"Apa maksudmu, Ron?" sanggah Yafizan namun penasaran. Dia tahu bahwa Rona tak mungkin bersikap gegabah. Apalagi tiba-tiba mengambil keputusan.
"Emh...itu...itu..." gugup Rona yang bingung menjelaskannya.
"Sudahlah, Ron. Jangan gegabah ataupun bersikap konyol. Kau tahu aku akan menikah ketika Tamara kembali," ujar Yafizan lalu menyandarkan kembali tubuhnya.
"Tapi ini sudah tiga tahun, Bos. Tamara, entahlah dia bisa saja sudah menikah sekarang. Bahkan dulu dia memang lebih memilih pria lain daripada dirimu," debat Rona yang tak ingin Yafizan terus menunggu Tamara.
"Mau sampai kapan kau akan terus tergila-gila dengan Tamara? Sedang Tamara pergi meninggalkanmu begitu saja. Tanpa memberimu kabar atau apapun yang artinya dia sudah tak peduli lagi padamu!" Rona jengkel.
"Hanya Tamara dan terus Tamara yang akan menjadi pendampingku, Ron. No more anyone!" tegas Yafizan yang masih dalam pejaman matanya.
"Bos, kalau Tamara jodohmu, sudah lama seharusnya kau menikahinya bukan? Kau bahkan sudah membelinya sepasang cincin lamaran tapi Tamara tetap pergi," tambah Rona lagi, merasa sangat jengkel karena tak paham dengan fikiran Yafizan.
"Kau ini. Sudahlah hari ini kau sungguh aneh, membicarakan pernikahanku tiba-tiba sedang aku tak ingin menikahi wanita lain selain Tamara," tegas Yafizan lalu beranjak pergi ke kamarnya lagi. "Sebaiknya kau pergi berjalan-jalan keluar dan menjernihkan fikiranmu. Tenang saja aku takkan menyuruhmu bekerja di hari weekend," sambungnya.
Rona hanya terdiam, dia tetap tak mengerti setelah semua yang terjadi kenapa hanya Tamara yang masih berbekas di memori bosnya. Padahal dia sudah memastikan untuk melenyapkan semua ingatan kejadian tiga tahun yang lalu.
***
Siang hari saat Soully sudah merasa sedikit baikan dengan hatinya. Dia ke luar rumah hanya untuk berjalan-jalan di sekitarnya. Bosan, itu yang dirasakannya saat ini. Langkah kakinya tanpa terasa berada di sebuah taman. Soully duduk di bangku yang ada di taman itu.
Tanpa diduga Rona yang keluar karena merasa penat pun, tak sengaja melihat Soully yang sedang duduk sendirian di bangku taman. Segera ia memarkirkan mobilnya lalu dengan tergesa-gesa dia berlari kearah Soully.
Memang jodoh takkan ke mana...
Saat berlari Rona tanpa sengaja bertabrakan dengan orang yang sedang melakukan jogging siang sehingga membuat tubuhnya terpental dan jatuh. Orang itu tampak sangar tanpa segera menolong Rona yang masih terdampar di bawahnya. Bagaikan harimau yang seakan ingin segera menerkam mangsanya.
"Maaf tuan, teman saya tak sengaja." Sesorang meminta maaf kepada orang yang ditabrak Rona. Orang itupun tak berkata-kata lalu pergi. Soully mengulurkan tangannya kepada Rona, kemudia Rona meraih tangannya segera.
"Terima kasih," ucap Rona bersyukur senang. Dia memang merasakan ada sesuatu yang menyejukkan saat menggenggam tangan Soully. Pantas saja aura di tangan panas Yafizan berubah menjadi hangat dan sejuk.
Soully membantu memapah Rona kearah bangku taman dan mereka pun tengah duduk berudua.
"Kau baik-baik saja?" tanya Soully yang memang khawatir dengan tulus.
"Tak apa, tenang saja. Hanya sedikit kaget," jawab Rona.
"Kau yang kemarin bersama si tuan arogant itu kan?" tanya Soully sedikit merasa tidak enak karena dia tahu sikapnya tak sopan kemarin. "Apa...punggungnya baik-baik saja?" Soully memelankan suaranya di akhir karena sedikit malu.
"HAHAHA" tiba-tiba Rona tertawa keras membuat Soully memandangnya tak mengerti. "Apa kau mencemaskan tuan arogant yang tampan itu?" tanya Rona sedikit menggoda.
"Tidak!" sanggah Soully. "Aku...aku hanya merasa kemarin tindakanku salah saja. Aku...kemarin sedikit emosi karena kelakuannya yang begitu." Soully menjelaskan dengan salah tingkah. "Lagian siapa juga yang bilang dia tampan..." sambungnya datar sambil mengayunkan kedua kakinya.
Rona yang melihat tingkahnya hanya tertawa lepas.
"Maaf atas kelakuannya kemarin. Dia memang begitu, tapi sebenarnya dia orang yang baik." Dengan melipatkan kedua tangannya Rona meminta maaf atas nama Yafizan.
"Tak apa. Seharusnya aku yang minta maaf. Lagipula seharusnya dia sendiri yang meminta maaf, kau tak melakukan apapun padaku..."
"Oh ya, aku Rona David." Rona mengulurkan tangan untuk mengenalkan dirinya.
"Soully, Soully Angel." Soully membalas uluran tangan Rona lalu merekapun tersenyum.
Hari hampir sore ketika mereka bercakap ria di taman. Bagi Rona Soully orang yang sangat menyenangkan. Selama pembicaraannya dia semakin yakin kalau Soully orang yang tepat untuk dinikahkan dengan Yafizan. Suara dering ponsel menghentikan pembicaraan mereka.
"Di mana kau? Cepat kemari dalam 5 menit dari sekarang!" suara seseorang di seberang telepon dengan tegas memerintah Rona segera pulang.
"Katanya weekend tak akan menyuruhku berkerja. Apaan ini baru juga beberapa jam aku bebas, kau seenaknya saja mulai memerintahku," gerutu Rona kesal.
"Apa itu si tuan arogant?" tanya Soully saat melihat ekspresi muka Rona yang masam.
"Ya, dan maaf aku harus segera kembali, Soully. Oh ya, kau membutuhkan pekerjaan, bukan? Ini kartu namaku. Besok datanglah ke perusahaan yang kemarin kau datangi, aku akan merekomendasikanmu. Seingatku ada bagian PU di salah satu rumah produksi di perusahaanku," terang Rona lalu pamit.
Rona membalikkan badan lalu melambaikan tanggannya. Dia merasa senang karena mungkin itu suatu cara agar dia bisa mendekatkan Soully dengan Yafizan.
Soully dengan gembira menerima kartu nama Rona dan menerima tawarannya itu. Dia pun bergegas pulang untuk mempersiapkan diri untuk menemui Rona besok.
***
Pagi hari saat Soully sudah berpakaian dengan rapi dan berdandan cantik. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dilihatnya layar ponselnya itu tertera nama 'Dokter Erick' (Soully mengganti nama Erick dengan menambahkan kata Dokter di depannya).
"Ya dokter Erick," sapa Soully.
"Kenapa kau masih saja memanggilku dokter Erick ketika aku mengijinkanmu memanggilku dengan sebutan Erick saja."
"Emhh...aku rasa tidak sopan memanggilmu seperti itu. Terlebih kau yang berjasa selama ini merawatku dengan baik karena kau dokterku, penyelamatku."
"Tapi aku akan lebih senang jika kau memanggilku dengan namaku saja. Soal merawatmu, bukan hanya aku saja, ada dokter dan suster lainnya yang bergantian merawatmu." Erick sedikit kecewa karena dia mengira sudah merasa dekat dengan Soully.
"Maaf...aku hanya belum terbiasa saja. Memanggilmu dengan sebutan Erick aku rasa akan sedikit canggung," ujar Soully.
"Tidak apa- apa mungkin kau belum terbiasa. Oh ya, sepertinya kau sedang dalam kondisi bagus. Apa kau memenangkan lotre?"
"Ya, bukan sekedar lotre bagiku ini lebih dari sebuah lotre." Soully menjelaskan dengan mata berbinar. "Aku dapat pekerjaan!" teriaknya dengan gembira menceritakan semua pada Erick.
Erick merasa senang mendengarkan semua celoteh Soully di teleponnya. Seakan saat itu hanya ada mereka berdua saja. Tanpa disadari seorang suster terus memandangi ekspresi wajahnya yang begitu gembira saat hendak mengambil catatan pasien di ruangannya.
"Aku rasa dokter Erick memang punya hubungan dengan gadis yang dia selamatkan dan dia rawat selama tiga tahun ini. Selama bekerja disini, baru kali ini aku benar-benar melihat dokter Erick tersenyum tulus dan bahagia seperti itu. Dokter Erick kan dikenal sebagai dokter terdingin tanpa ekspresi di rumah sakit ini," gosip salah satu suster itu kepada suster yang lain.
"Sungguh beruntung gadis itu..." suster lainnya menanggapinya dengan penuh perasaan.
.
.
.
"Apa kau mau ku antar hari ini?"
"Tidak tidak, tempatnya tidak begitu jauh. Aku bisa ke sana sendiri. Dan maaf dokter Erick, kurasa kita harus mengakhiri pembicaraan saat ini." Soully pamit memutuskan telepon saat melihat waktu sudah menunjukkan angka 08.10 di ponselnya.
"Oke, hubungi aku segera kalau ada apa-apa..."
Erick melihat Soully mengakhiri panggilannya sebelum dia berkata lebih lanjut lagi. Kemudian dia menyunggingkan senyum disudut bibirnya.
***
Pukul 09.00 tepat saat Soully tiba di lobby gedung kantor Yafizan. Tak memakan waktu lama dari tempat tinggalnya ke kantor Yafizan. Belum sempat Soully berkata apapun kepada receptionist yang ditemuinya, saat itu semua karyawan yang tadinya masih berlalu lalang tiba-tiba bergegas berbaris rapi di depan pintu masuk. Receptionist yang tadinya duduk pun segera berdiri guna menyambut seseorang yang dirasa penting akan segera datang.
Benar saja, saat itu sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilap berhenti tepat di depan pintu masuk lalu seseorang keluar dari mobilnya. Orang yang pertama Soully lihat adalah Rona, matanya langsung berbinar seolah tak sabar ingin menyapanya.
Rona memutar badannya lalu ia melihat Soully dari kejauhan di balik kaca yang membatasi mereka. Rona melambaikan tangannya kearah Soully, semua orang yang melihat tingkah Rona langsung terpusat mencari seseorang yang dilambaikan oleh Rona.
Yafizan yang melihatnya saat itu dari belakang saat seorang penjaga membukakan pintu mobilnya untuk keluar. Pandangannya dingin saat melihat Rona yang dengan antusias segera meninggalkannya pergi hanya untuk menemui seseorang yang baru dikenalnya itu. Rona berjalan mendahuluinya di depan, karena biasanya hanya Yafizan duluan yang berjalan. Saat ini, Yafizan merasa kesal karena Rona tak seperti biasanya.
Orang-orang tetap menunduk tanda memberi hormat saat Yafizan masuk. Pandangannya terfokus pada sesosok gadis yang ada dihadapannya dengan angkuh dan berdiri tegak saat melihat dirinya.
"Gadis itu...sedang apa dia disini?" benaknya lalu hanya melewati Soully begitu saja saat pandangan kedua mereka bertemu. Jantung Yafizan berdebar kencang tak karuan saat melihat Soully yang memang cantik luar biasa natural walaupun tanpa polesan make up.
Semoga ini awal yang indah Bos...aku akan berusaha agar kau bersatu dengannya...
Rona yang ada di sebelah Soully menatap tajam kearah mereka berdua, berharap hal baik akan segera terjadi.
***
Bersambung...
Jangan Lupa tekan Like, Comment, Vote juga yaa
Terima Kasih 🙏🏻