Chereads / "TRUSTED MAN" / Chapter 2 - Chapter 2

Chapter 2 - Chapter 2

Lembaran kertas menutupi lantai apartemen wanita itu. Ada yang menumpuk dan ada yang tersebar tak beraturan. Ia sibuk mengacak-acak rambutnya hingga bentuknya tak karuan.

Brukk.

Suara badan seseorang yang seperti baru saja mendarat di balkon membuat wanita pemilik apartemen itu was was. Deru nafas seseorang makin kuat tanda orang itu berjalan mendekat kearah wanita itu.

"Permisi.." ucap orang yang menyelinap itu.

Lelaki rupanya pikir wanita itu dalam hati.

"Ada urusan apa kau menyelinap ke apartemen seorang wanita?"

"Ow aku mendengar keributan tadi dan itu terjadi berulang kali hingga membuatku khawatir" lelaki itu menuturkan alasannya.

"Apa kau sebut itu alasan?"

Lelaki itu mengedikkan bahunya santai lalu melangkah kearah tumpukan kertas yang berantakan. Matanya menangkap sebuah foto, ia mengulurkan tangannya seakan ia bebas melakukan apa saja diapartemen yang nyatanya bukan miliknya itu.

Swing...

Sebuah pisau mengarah kewajah pria itu sebelum sempat meraih foto yang ia lihat tadi.

"Don't you dare!"perintah wanita itu penuh penegasan.

Lelaki itu mengangkat kepalanya dan melenggang santai.

"Rupanya kau sedang merencanakan balas dendam, menarik"ucap lelaki itu

"Jangan banyak bicara, get out of my room,NOW!" wanita itu menunjuk arah pintu dengan jari telunjuk serta mata berapi-api, sengaja memberi penekanan dikata terakhir.

"Aku bersedia bekerja sama, kau tidak mau?"tawar lelaki itu

"I don't know who the fucking you are, jadi tidak ada alasan untuk bekerja sama denganmu"

"Aku Edith, Edith Marjorie Cromwell"

"Oke tuan Cromwell, bisakah kau segera meninggalkan ruangan ini?"pinta wanita itu

"Baiklah tapi dengan satu syarat, siapa namamu nona dengan inisial D yang cantik?"tanya Edith sambil mengarahkan pandangannya pada kalung dileher wanita itu.

Lelaki penggoda.

"Berjanjilah kau akan keluar jika aku menyebut namaku"

oh kenapa namaku jadi terdengar seperti sebuah kata kunci untuk mengusirnya, gumam wanita itu dalam hati

Lelaki itu mengangguk.

"Dixie, Dixie Carmen Walcot"jawab wanita itu terpaksa

"Beautiful name"

"Tunggu apalagi, bukankah seharusnya kau keluar Mr.Cromwell?"tuntut Dixie.

"Tidak sabaran sekali"

"Rrrrrgggghh"Dixie geram lalu menarik lengan Edith, menuntunnya kepintu lalu mendorong keras punggungnya.

Edith hendak angkat bicara tetapi Dixie mendahuluinya.

"Kalau kau masih ingin juniormu aman, jangan coba-coba menggangguku"ancamnya

Belum sempat pintu tertutup sempurna, ucapan Edith membuat Dixie urung untuk menutup pintu.

"Aku tau siapa Mr.Brown dan jika kau bertindak sendiri, kau juga bisa mengalami hal yang sama"

***

Uap kopi yang terlihat jelas menandakan udara begitu dingin. Tangan kiri dan kanan kedua insan itu sama-sama melingkupi gelas masing-masing menikmati rasa panas dari kopi yang baru diseduh itu. Tarikan nafas yang cukup tergesa-gesa saling bersahutan menutupi kesunyian apartemen.

"Apa kau betul-betul terobsesi ingin membunuh bajingan itu?"tanya Edith membuka percakapan

"Tidak perlu ditanyakan lagi"

"Maaf jika lancang, tapi siapa yang dibunuhnya sampai kau begitu bertekad?keluargamu?"

Rasa penasarannya mengalahkan tata krama.

"Apa kau menyumpahi keluargaku mati?"

"Tentu saja tidak, biasanya orang akan memiliki dendam begitu dalam jika keluarganya diganggu, begitulah aku melihat rasa dendam yang ada padamu"

"Sebenarnya kau tidak sepenuhnya salah. Bajingan sialan itu membunuh sahabatku, sahabat yang sudah kuanggap seperti keluarga"

Edith menaikkan kedua alisnya tanda bingung

"Dia sahabatku, sejak kecil dia sudah bersamaku melakukan banyak hal. Dia datang padaku saat aku betul-betul sendirian dan memerlukan seseorang untuk berada disampingku"

"Orangtuamu?"

"Kau orang yang banyak bertanya rupanya"Dixie tersenyum membuat Edith tertegun.

"Sorry if i am"

"It's ok. Kedua orangtuaku sudah meninggal saat aku kecil dan keluarga Gail sahabatkulah yang mengasuhku"

Dixie tidak habis pikir dengan apa yang ia lakukan saat ini. Menceritakan kehidupannya pada orang yang baru dikenalnya. Fuck. Berbagi kisah dengan secangkir kopi untuk menemani percakapan mereka diudara yang dingin yang sedang melanda kota tempat tinggalnya tersebut.

Mungkin rasa putus asanya setelah 2 tahun berusaha sendirian menjatuhkan pelaku pembunuhan sahabatnya membuatnya membutuhkan sesorang untuk mendengar keluh kesahnya. Lalu Edith datang dan menawarkan kerja sama dengan alasan mengenal Mr.Brown membuat Dixie menerima begitu saja.

"Tapi kuakui kau begitu ceroboh. Kau gampang percaya pada orang lain seperti sekarang ini" tutur Edith membuat tubuh Dixie seketika menegang.

Betul juga kenapa aku begitu santai menceritakan semuanya.

"Jangan bilang kau orang yang sengaja dikirim Mr.Brown untuk memata-mataiku"tebak Dixie dengan tatapan ngeri

"Apa kau pikir ia akan seterang-terangan ini memata-matai seseorang, dia itu orang yang sangat licik juga cerdik"

Betul juga gumam Dixie membenarkan.

Dia melamun lagi gerutu Edith.

Matanya menatap lurus kedepan dan ingatan menyedihkan itu kembali menghampirinya. Disaat ia tak lagi punya siapa-siapa, disaat orang terakhir yang selalu bersamanya harus pergi dengan cara yang mengenaskan.

Edith yang melihat wanita itu terdiam dengan mata yang berkaca-kaca segera menepuk pundak Dixie.

"Hei, are u crying?"

"Ahh maaf, sampai dimana tadi? Ngomong-ngomong bagaimana bisa kau tahu aku mengincar Mr.Brown?"

"Aku melihat tumpukan kertas yang berserakan tadi lalu melihat foto Mr.Brown dan membacanya tulisannya sekilas"

"Ah, betul juga, semuanya berserakan, aku harus segera merapikan apartemen ini rupanya"gumannya yang masih bisa didengar Edith.

Apartemen itu betul-betul tampak seperti kapal pecah. Persis seperti baru terjadi perang. Kemasan makanan cepat saji bertumpuk disudut ruangan seakan sudut ruangan itu memang sengaja dijadikan tempat sampah, baju kotor yang dikumpul hingga menggunung dan kertas berserakan dimana-mana. Penerangan yang minim semakin membuat apartemen itu terlihat suram.

"Tentu saja kau harus segera membersihkannya, kau sampai tidak sadar bra merah terang itu sejak tadi mengganggu penglihatanku"ungkap Edith sambil tertawa

"Sialan, cepat keluar Edith"usir Dixie dengan wajah merah padam.

"Jangan lupa isi lemari pendinginmu dengan makanan sehat, Dixie. Hanya dua benda kembar itu yang membuatmu tubuh kurusmu sedikit lebih menarik" tutur Edith seakan memberi nasehat kepada teman dekat yang sudah ia kenal bertahun-tahun. Ia melangkah kearah pintu hendak kembali ke apartemennya sambil melambaikan tangannnya ke udara.

"Such a fuckhead"maki Dixie.

TBC

🎰

🦋18 Juli 2020🦋