Edith menarik selimut yang dipakai Dixie membuat wanita yang sebelumnya sudah hampir terlelap itu kembali membuka matanya. Edith lalu tidur disisi tempat tidur yang kosong.
"Hei, apa yang kau lakukan?"tanya Dixie tidak percaya melihat aksi Edith.
"Aku harus tidur disini" Edith memejamkan matanya.
"Harus? Tapi kenapa? Kau jangan gila Ed"
"Karena itu sebuah keharusan"
"Jelaskan yang benar supaya aku bisa memahami, ada yang memaksamu tidur disini? Tidak ada kan"
"Ada"
"Siapa?" tantang Dixie
"Hatiku"
"PERVERT"
Edith tertawa terbahak-bahak.
"Dasar Otak mesum"
***
"Dasar tukang ingkar janji. Aku menyesal menerima tawaranmu untuk menginap disini" sejak bangun tidur Dixie hanya berkomat-kamit sambil memasak sarapan mengungkapkan rasa jengkelnya.
"Aku akan menyuruh orangku memeriksa apartemenmu dahulu sebelum kau bisa tinggal disini kembali. Aku tidak akan macam-macam, kau boleh tidur dikamarku dan aku disofa, bagaimana?"
"Baiklah"
"Kau berjanji tidur disofa dan aku dikamarmu tapi kau malah berkata harus tidur dikamar karena suara hatimu? Pardon me, apa telingaku yang salah dengar? Kau menggunakan alasan menjijikkan itu" omel Dixie
"Aku tidak akan minta maaf, haha wajahmu saat mengomel sangat menghibur" tutur Edith
"Asshole"
"Apa kau yakin masakanmu bisa dimakan?"
"Kau meragukanku?"
"Well, mengingat jumlah sampah mie instan diapartemenmu waktu itu, kukira kau hanya bisa memasak mie instan"
"Try it" ucap Dixie saat makanan sudah dipindahkan kemeja ruang tamu dan keduanya sudah duduk.
Mereka lebih memilih sarapan sambil menonton agar lebih santai daripada hanyut dalam kegiatan sarapan pagi yang canggung.
Kalau ada yang melihat keduanya, mungkin orang itu akan salah menyangka bahwa mereka pengantin baru yang bercengkrama di pagi hari.
"Not bad" bohong Edith. Nyatanya masakan Dixie enak.
"I'll kill you" geram Dixie membuat Edith terkekeh.
"Kau sudah ada persiapan untuk pesta nanti malam?"
"Tentu saja"
***
"Your eyeballs are almost out. Kau pasti sudah sering melihat wanita cantik Ed. Emangnya aku secantik itu?" tanya Dixie.
Keduanya sedang berada diapartemen Dixie. Edith ikut menemani Dixie bersiap untuk pesta karena khawatir penyusup sialan itu datang lagi.
"Is that a trick question? Definitely yes. Aku hampir lupa bernafas tadi"
"Jangan harap aku percaya omongan yang keluar dari mulut penggoda itu, young man"
Suara ketukan ujung high-heels Dixie menggema diruang tamu apartemen itu. Dixie meraih tas tangan dan beranjak kearah pintu apartemennya.
"Kau mau terdiam bodoh disitu menunggu penyusup datang lagi?"tanya Dixie melihat Edith yang tak kunjung bergerak.
"Ah tentu saja tidak. Aku lebih memilih kepesta dengan wanita cantik ini" Edith meraih pinggang Dixie dan melingkarkan lengan kirinya.
"Aku punya pisau lipat ditasku yang siap menyayat tangan sialanmu Mr.Cromwell"
Edith buru-buru melepaskan lengannya dari pinggang Dixie membuat wanita itu tersenyum miring.
***
Dixie sedikit mempercepat langkahnya saat menaiki tangga membuatnya terlihat setengah berlari.
"Wah kau hebat, biasanya wanita akan susah menaiki tangga dengan sepatu high-heels setinggi itu, kupikir benda kembar itu pun membuatmu susah berlari"
What?! apa pria ini baru saja berbicara gamblang soal payudara wanita tebak Dixie.
"Ini aset bukan benda. Apa kita akan mempermasalahkan soal caraku berlari menaiki tangga?
"Bukan mempermasalahkan tapi aku memujimu, my lady"
Kali ini Dixie betul-betul mengeluarkan sebuah pisau lipat yang ia sediakan didalam tasnya.
"Whopsie. Meskipun mati itu sudah ditentukan tapi aku belum siap. Aku masih ingin menikah" Edith mengangkat kedua tangannya ke udara dan berjalan melewati posisi Dixie.
"Menikah itu sia sia, fakta nya yang sedang pacaran lebih mesra dari yang sudah menikah" Dixie kembali menaiki tangga untuk mensejajarkan dirinya dengan Edith
"Kau belum mencobanya saja"
"Seperti kau pernah saja"
Edith terdiam membuat Dixie melotot tidak percaya.
"Lihat siapa yang datang. Edithku yang manis membawa wanita. Jadi boleh aku tau siapa wanita cantik dan seksi ini?" ucap seorang lelaki menginterupsi pembicaraan Dixie dan Edith.
"Jangan coba coba" Edith memperingatkan
"Boleh aku tau namamu sexy lady? Matamu sangat indah, andai aku bisa melihat wajah dibalik topeng itu"tanya lelaki itu tanpa menghiraukan larangan Edith.
"Dixie, Dixie Carmen"
"Sudah ayo masuk" ajak Edith karena sedari tadi mereka ditahan Gano Smith, teman Edith yang sudah ia kenal sejak kuliah.
Gano tertawa saat Edith mengirim tanda ancaman dengan mengarahkan jari telunjuk dan jari tengah ke mata Edith lalu kearahnya.
***
"Namanya Gano, dia baik, kekurangan satu-satunya hanya gemar menggoda wanita, selain itu dia nyaris sempurna"
"Sempurna? Maksudmu bergelimang harta dan tampan?" tanya Dixie membuat Edith mendelik tak terima.
Bagi orang dengan tingkat percaya diri tinggi seperti Edith, ucapan itu sedikit menyinggung.
Dixie terkekeh, puas bisa membuat Edith kesal.
"I mean, dia suka mengadakan kegiatan amal seperti menyumbang ke panti dan sekolah keagamaan, sayangnya dia sangat lemah soal wanita. You know, dia menyediakan wanita dipesta ulang tahunnya ini, like in a fucking birthday party dia melakukan hal gila itu"
Mata Dixie melotot.
"Wanita? Maksudmu...?"tanya Dixie
"Ya, pemuas nafsu, setidaknya ada seratus wanita, jumlahnya disesuaikan dengan jumlah pria yang diundang"
"Wah, lingkunganmu luar biasa. Jangan-jangan kau ada rencana menyewa salah satu dari wanita itu atau bahkan dua" Dixie menatap Edith tidak percaya seakan ucapannya benar.
"Excuse me, sexy lady. Kenalkan ini Dawn dan Dionne" Gano datang menghampiri keduanya sedangkan Edith melayangkan tatapan dongkol melihat Gano kembali mencoba mendekati Dixie.
"Kau wanita yang disupermarket bukan?" tanya Dionne sembari menatap Dixie. Baik Edith, Dawn maupun Gano sama bingungnya saat ini.
"Aku menabrakmu waktu itu. Jaket, jaket hitam bertopi. Maafkan aku" ucap Dionne memberi petunjuk.
"Aaaa, aku ingat, tidak apa-apa, bukan masalah besar, kenalkan aku Dixie Carmen"
"Dawn apa kabar? Lama tidak melihatmu, dude" Edith menepuk bahu lelaki itu.
"Fine. How about you?"
"One hundred-percent fine. Kali ini kau dapat tangkapan bagus, sepertinya dia masih muda" Edith menunjuk Dionne
"Kau tidak tau cerita lengkapnya saja, kalau tahu kau pasti sangat terkejut"
"Sepertinya menarik. Ceritakan padaku lain waktu, dude. Kau tau aku suka cerita menantang bukan?"
Dawn terkekeh sementara Edith menaik-turunkan alisnya merasa ada sesuatu diantara Dawn dan Dionne.
***
"Kita tidak melakukan banyak hal dipesta tapi aku lelah sekali"keluh Dixie
"Mungkin karena selama ini kau terlalu sibuk diapartemen merencanakan balas dendam"
"Hm, maybe"balas Dixie sambil memejamkan mata
Tringgg
"Aku akan terima telpon dulu? Kalau kau lapar makan duluan saja"kata Edith
"Aku tidak mau membuat tubuhku bengkak karena makan jam segini, Ed"
Edith terkekeh dan melangkah kearah balkon. Pembicaraannya terdengar serius, terlihat dari guratan yang muncul dikening lelaki itu.
Edith menghembuskan nafas keras saat orang diseberang telepon mengakhiri pembicaraan mereka.
"Aku dapat info penting soal Mr.Brown"
Dixie langsung menegakkan badannya yang semula bersandar disofa.
"Mau tau? Tapi ada syaratnya"tawar Edith
"Apa? Kalau kau minta kucium, i don't give a shit"tolak Dixie
"Do striptease for me!"
"KAU TIDAK SAYANG NYAWAMU LAGI, Ed?!!" teriak Dixie yang suaranya bahkan bisa memekakkan telinga siapapun.
"Calm down, lady. Im' just kidding. Oke, i'll tell you"Edith duduk mengambil posisi disebelah Dixie
"You must"
"Brown memang orang yang memang membunuh Gail tapi dia bukan dalang dari semua ini"
"Are u sure?"
Edith mmenganggu
"Dia bekerja pada seseorang bersama dua pria paruh baya lainnya. Salah satunya dibunuh dalang itu saat mencoba melarikan diri dari hutang karena setoran penjualan narkoba menumpuk"
"Maksudmu ada dua 'Mr.Brown' yang sedang berkeliaran sekarang?"
"Yes. Aku tak tau nama yang satunya tapi jelas dia sama berbahayanya dengan Mr.Brown atau bahkan bisa lebih bahaya dari Brown sialan itu"
TBC
🎰
🦋18 Juli 2020🦋