Louis masih belum menyerah ingin meraih maaf Claire kembali. Ia menunggu Claire yang terlihat di sebuah meeting disalah satu hotel. Louis kini telah kembali bekerja pada perusahaan keluarganya setelah resign dari Winthrop. Namun ia masih berusaha mengejar Claire memohon maaf padanya.
"Lepasin Louis, ini tempat umum," hardik Claire sambil melihat ke kanan dan kiri. Ia sedang mencari seseorang.
"Gak, kamu harus ikut aku sayang. Aku akan jelasin semuanya sama kamu," Louis mencoba terus hendak menarik tangan Claire. Claire tidak ingin menarik perhatian jadi ia benar-benar membutuhkan seseorang.
"Joona," panggil Claire agak keras dan Arjoona langsung berlari menghampir Claire. Ia menepis tangan Louis dari lengan Claire.
"Gue udah bilang jangan ganggu istri gue lagi," Joona memagari tubuh mungil Claire dibalik tubuh tinggi nya. Louis jadi makin kesal karena Arjoona selalu muncul bagaikan pahlawan kesiangan di hadapan Claire.
"Dia pacar gue!"
"Dia bukan pacar lo lagi, dia istri gue!" tegas Arjoona menarik tangan Claire dan membawanya melewati Louis. Namun Louis dengan cepat mencekal tangan Claire yang satunya. Claire kini berada di tengah Arjoona dan Louis yang menariknya.
"Lepasin dia," geram Arjoona.
"Gak!" Louis masih bersikeras. Dan Claire yang tidak tahan menyentak tangan Louis hingga terlepas darinya.
"Kita udah putus Louis dan sekarang aku pacar nya Arjoona," Louis membelalakkan matanya mendengar Claire bicara seperti itu tanpa ragu. Arjoona yang setengah tertegun pasrah saja di bawa oleh Claire keluar hotel. Louis masih belum percaya yang ia dengar, ia menggeleng beberapa kali.
Arjoona dan Claire berangkat dengan mobil yang sama jadi begitu masuk ke dalam mobil, Claire yang kesal langsung membanting pintu. Sedangkan Arjoona sedikit aneh melihat Claire.
'Apa dia sadar, apa yang baru aja dia bilang?' – pikir Joona menghidupkan mesin dan berlalu dari tempat parkir.
"Maaf soal tadi" ujar Claire akhirnya buka suara.
"Aku ngerti," jawab Joona tersenyum tipis dan kecewa untuk yang kesekian kalinya. Tidak ada lagi perbicaraan apapun selama perjalanan pulang kembali ke kantor.
Hubungan Arjoona dan Claire bagaikan gelombang, naik turun tidak beraturan. Dan itu sesungguhnya membuat Arjoona mulai stres. Ia tidak tau apa yang Claire rasakan padanya sementara ia makin yakin jika ia mulai menyukai atasannya itu. Claire terlihat nyaman dengan Arjoona jika hanya berdua tapi begitu mereka tiba di tempat kerja, mereka harus seolah masih musuh yang siap berperang satu sama lain.
Hingga sebuah dering telpon membuat Arjoona kaget. Gentala menelponnya tiba-tiba ketika Arjoona sedang berfikir apa yang harus ia lakukan besok ketika berangkat ke Inggris. Ia gugup setengah mati.
"Ya, Genta ada apa?"
"Kenapa lo, gak seneng dapat telpon dari gue," goda Gentala
"Apaan sih, bilang aja ada apa?"
"Ah ketus amat sih lo, gue butuh lo sekarang. Bisa?" Arjoona mendengus dan melihat jam sudah menunjukkan waktunya pulang.
"Ada masalah apa?"
"Lo resmi jadi komposer buat album rap itu, lo kesini ambil kontraknya. Sebelum lo berangkat besok," Arjoona menggaruk keningnya. Sesungguhnya ia sudah lupa pada kontrak kerja musik yang sudah ia incar sejak beberapa bulan lalu. Namun pikiran tentang Claire membuatnya melupakan mimpinya.
"Ya udah, lo dimana sekarang?" tanya nya tanpa ekspresi.
"Kok lo gak senang, gue pikir lo ngebet banget pengen dapetin kontrak ini,"
"Iya gue senang, yiipppii...puas, sekarang lo dimana," balas Joona sarkas. Gentala hingga tertawa.
"Ah elo palsu banget, gue udah kirim alamatnya ke elo,"
"Ya thanks," Joona menutup telpon dan memeriksa app chatnya. Gentala sudah mengirimkannya dari semenjak 10 menit yang lalu dan ia tidak tau karena sibuk berfikir.
Arjoona akhirnya berangkat menuju tempat yang pertemuannya dengan Gentala. Sebuah mall tak jauh dari kantor Arjoona.
"Ni kontraknya," ujar Gentala memberi Joona sebuah berkas sambil tersenyum. Ia sedang menunggu disalah satu bangku tunggu pengunjung mall.
"Thanks man," jawab Joona membuka berkas dan memeriksanya. Arjoona dan Gentala berbincang beberapa saat ketika keduanya memutuskan untuk makan disalah satu foodcourt di dalam mall sambil membahas kontrak itu. Namun mata Arjoona menangkap sosok Kenanga dan Louis yang sepertinya sedang berdebat di salah satu sudut mall. Kenanga terus menerus mencekal dan menghalangi Louis.
"Cewek itu," ujar Gentala ikut melihat ke arah Kenanga. Arjoona menoleh pada Gentala. Arjoona memandang Kenanga lagi dan menggelengkan kepalanya.
"Lo kenal mereka?" tanya Gentala setelah duduk dan masih melihat dari dinding kaca.
"Iya, dua-duanya sekarang mantan pegawai di perusahaan tempat gue kerja," mata Gentala membesar.
"Mereka pacaran?" Arjoona mengangkat bahunya.
"Entahlah bukan urusan gue, tapi dua-duanya udah nyakitin perasaan bos gue," Gentala makin mengerutkan kening.
"Ceritanya panjang," lanjut Arjoona lagi.
"Jadi cewek itu kerja di tempat lo?" Arjoona mengangguk.
"Sekarang dia udah dipecat,"
"Kenapa?" Arjoona melepaskan nafas berat.
"Dia selingkuh sama pacar sahabatnya. Dan sahabatnya itu adalah bos gue di kantor," Gentala menaikkan alis dan mengangguk. Ia tidak cerita jika ia juga mengenal Kenanga dari kencan singkat. Gentala menoleh sekali lagi dan melihat pria itu meninggalkan Kenanga begitu saja hingga ia harus memanggil beberapa kali. Dan hal yang tidak dilihat siapapun kecuali Gentala terjadi, Kenanga menangis sendirian.
DI SEBUAH MALL
"Kamu pikir aku akan percaya sama kamu," hardik Louis bangun dari kursinya. Ia langsung akan keluar dari sebuah restoran setelah mendengar Kenanga mengatakan jika dirinya positif hamil.
"Aku gak bohong Lou, ini hasil tesnya kalo kamu gak percaya," Louis langsung menepis tangan Kenanga dan langsung pergi. Kenanga mengejar dan terus mencekal lengan Louis.
"Lou, please. Tolong kita harus bicara," ujar Kenanga mulai putus asa. Pria yang dicintainya sedang menghindar dari tanggungjawabnya.
"Untuk apa amu mau terus menjebakku Kenanga?"
"Aku gak menjebak kamu, aku benar-benar cinta sama kamu dan aku sedang hamil anak kamu, Lou," Kenanga masih terus mencoba menjelaskan dan Louis masih terus menggeleng tidak percaya.
"Gimana mungkin kamu bisa hamil,"
"Kita berhubungan tiap hari Lou, bisa aja aku hamil,"
"Harusnya kamu minum pil kontrasepsi bukan malah hamil," hardik Louis tanpa belas kasihan. Dan Kenanga sudah menangis memohon agar Louis tidak membuangnya. Lou masih terus berusaha pergi dari Kenanga yang terus memohon tanggung jawabnya. Rasanya rencananya hendak meraih Claire kembali makin terasa jauh dari harapan.
"Please Lou, jangan tinggalin aku," Louis langsung mengentakkan tangannya dan pergi begitu saja. Ia menahan amarah dan kesedihan karena tindakan salahnya selama ini. Dan Kenanga yang ditinggalkan Louis hanya bisa menangis sendiri.
Esoknya rombongan Gerald terpaksa harus menaiki pesawat komersial untuk menepis kecurigaan pegawai perusahaan jika menggunakan penerbangan pribadi. Keempatnya duduk di kelas pertama penerbangan yang akan membawa mereka ke Heathrow Airport dalam lebih dari 17 jam.
Arjoona kini duduk dengan tenang sendiri karena Claire memilih duduk dengan kakeknya. Seluruh seat first class telah dibeli Gerald agar mereka nyaman seolah berada di pesawat pribadi.
Claire mulai memandang Arjoona yang diam saja selama perjalanan panjang itu. Melihat sang kakek yang masih sibuk berdiskusi dengan Steven masalah bisnis, Claire pun berdiri menghampiri Joona. Arjoona terkejut tiba-tiba Claire duduk di sebelahnya.
"Aku pikir kamu mau ngobrol sama kakek kamu," ujar Joona sambil tersenyum tipis. Claire ikut tersenyum.
"Mereka sibuk sendiri, aku jadi bosan," Joona mengangguk. Claire langsung melingkarkan tangannya di lengan Joona dan mulai menggelayut manja.
"Kasih tebak-tebakan lucu lagi dong," Arjoona menaikkan alis dan tertawa.
"Kenapa, yang dulu aja kamu gak bisa jawab." Claire jadi kesal dan mencubit lengan Joona. Arjoona hanya bisa tertawa.
"Kali ini aku pasti bisa jawab,"ujar Claire dengan percaya diri. Arjoona mencibir.
"Aku sedang gak ada ide,"
"Kenapa?" tanya Claire cemberut
"Otakku beku di atas awan begini," Claire tertawa dan Joona hanya menyandarkan kepalanya sambil tersenyum.
"Aaahh, aku bosan Joona,"
"Aku bukan badut Claire,"
"Gak mau tau," rengek Claire dengan nada manja sambil menarik-narik lengan Arjoona. Arjoona hanya bisa melepaskan nafas berat beberapa kali. Ia mulai tidak bisa lagi menolak semua permintaan Claire walaupun ia sedang tidak ingin melakukannya.
"Oke ada satu cerita lucu yang pernah diceritain sama guru bahasa Inggrisku waktu aku SD. Ceritanya sih udah gak lucu lagi sekarang, tapi karena kamu lahir di Inggris, mungkin buat kamu ini lucu," Claire mengangguk dengan antusias. Ia hingga menopang dagunya pada tempat lengan di sebelah Joona.
"Ada seorang arsitek dari Amerika, dia datang ke London untuk perjalanan bisnis. Trus sehabis urusan bisnisnya, dia pengen keliling London ceritanya," ujar Joona mulai bercerita dengan serius.
"Nah, dia pesan taksi di hotelnya. Karena gak pake guide dia minta supir taksi itu buat nunjukin dia beberapa landmarknya kota London,".
"Si supir itu membawa si arsitek ke Big Ben trus dia bilang,'ini namanya jam Big Ben, salah satu jam tertua dan terbesar di dunia,' ".
"Trus si arsitek bales dengan cibiran,'ah ini mah kecil, di Amerika kami bisa bangun ini satu hari langsung jadi,' " Claire mulai mengangguk, ia menyimak dengan serius.
"Si supir bawa lagi si arsitek ke St. Paul Catedral, trus dia bilang, 'ini salah satu gereja paling tua di Inggris, dan si arsitek itu masih nyinyir,'ah, kalo di Amerika gereja kayak gini bisa dibangun cuma dua hari aja' ".
"Tempat ketiga si supir taksi yang sabar itu bawa dia ke Westminster Abbey,'ini gereja tempat putri Diana sama pangeran Charles nikah', eh dicibir lagi sama si arsitek,'kalo di Amerika kita bisa bangun ini dalam tiga hari' "Claire mulai protes.
"Emang si arsitek itu jin ya, bisa bangun segitu cepetnya," potong Claire.
"Dengar dulu ceritanya belum selesai," Claire pun mengangguk.
"Trus si supir sangkin keselnya dia gak mau bawa kemanapun lagi, jadi dia balik ke hotel. Dalam perjalanan pulang mereka melewati istana Buckingham,"
"Si arsitek langsung antusias,'wah ini bangunan gede banget, apa namanya?' dia nanya ama si supir,"
"Nah kira-kira apa yang akan dijawab oleh supir taksi itu?" Arjoona mencoba bertanya pada Claire yang memandangnya dengan wajah polos. Joona hingga gemas dan ingin sekali mencubit tapi ia menahan keinginannya.
"Gak tau," jawa Claire.
"Si supir itu dengan santai menjawab, 'gak tau tuh, tadi pagi gak ada disitu," Claire terperangah dan tertawa pada akhirnya. Arjoona pun ikut tersenyum meski tidak tertawa sepuas Claire. Claire memukul lengan Joona beberapa kali karena tertawa.
Dan tawa Claire hingga membuat Gerald dan Steven memperhatikan pasangan pernikahan kontrak itu.
"Apa yang dilakukan mereka berdua? Apa aku tidak salah lihat Steven?" tanya Gerald dengan kening berkerut. Steven yang menoleh kebelakang lalu melihat bosnya dan menggeleng.
"Aku rasa mereka sedang menyesuaikan diri satu sama lain," jawab Steven.
"Benarkah?" Gerald masih belum percaya jika Claire bisa tertawa selepas itu bersama Arjoona.
"Aku rasa mereka mencoba untuk bisa berakting dengan baik nantinya, atau anggota keluarga lain akan mencurigai mereka sebagai pasangan palsu. Jadi mereka sedang bekerja sama dengan baik," lanjut Steven memberi penjelasan logis. Gerald mengangguk.
"Jika Claire bisa berfikir seperti itu maka dia sudah dewasa, dia tidak lagi bermain-main dengan pria yang tidak bisa dia harapkan. Benar bukan?" Steven mengangguk.
"Apa itu benar-benar akting?" tanya Gerald lagi pada Steven. Kini ia sedang memperhatikan Claire tengah menonton tayangan film bersama Arjoona sambil masih berdiskusi seru dan tertawa.
"Tentu saja pak. Mereka sesungguhnya saling membenci," Gerald mengangguk perlahan.
"Arjoona bisa menjadi pelindung yang baik bagi Claire, aku bisa merasakan itu. Lihat itu, ia hanya tahan saja dipukuli dan dicubiti oleh Claire,".
"Anda begitu yakin pak," Gerald mengangguk.
"Dia anak yang baik, sama seperti ibunya. Dia mirip seperti ibunya," Steven mengangguk lagi
"Jika saja Vincent tidak berbuat hal memalukan itu, mungkin sekarang aku sudah bisa meninggalkan dunia ini dengan tenang. Claire mungkin akan berpasangan dengan Arjoona pada situasi yang normal dan mereka akan hidup bahagia selamanya," Steven hanya mendengarkan saja atasannya itu masih terus menyesali masa lalu.
"Aku percaya jika mereka sebenarnya berjodoh, Claire dan Arjoona memiliki takdir satu sama lain,"
"Mengapa anda bisa bicara seperti itu?" Gerald tersenyum.
"Aku melihat Arjoona seperti seorang ksatria berzirah bagi Claire. Entahlah hati kecilku berkata jika mereka berdua diciptakan untuk bersama," Steven tertawa kecil sambil membalik dokumennya.
"Mereka seperti air dan api, akan selalu bertengkar,"
"Steven, kamu lupa sifat air adalah untuk meredam amarah api. Air dan api memiliki takdir bersama, sama seperti Claire dan Joona. Aku berharap Joona akan tetap bersama Claire sekalipun dia tau kebenarannya suatu saat,"
"Sudahlah pak, tidak usah lagi mengingat masa lalu lagi. Semua hal buruk itu harus dikubur," Gerald menghela nafas berat.
"Kebenaran tidak akan bisa ditutupi selamanya, suatu saat Arjoona akan tau siapa dirinya yang sesungguhnya,".
"Dan ketika saat itu tiba, aku berharap dia akan kembali pada Claire, melindunginya atau setidaknya Claire sudah resmi menjadi pemilik Winthrop. Jika tidak semua usaha kita selama puluhan tahun ini akan sia-sia Steven," Steven hanya bisa memandang bosnya tidak memberi respon apapun.
Diujung kabin first class, Gerald terus memandang dengan senyum miris pada Arjoona dan Claire yang masih terus tertawa bercanda berdua.
Mereka tiba di salah satu mansion milik keluarga Winthrop di pusat bisnis dekat Piccadilly. Mansion yang sudah berusia ratusan tahun ini akan menjadi rumah utama Claire ketika menjadi pewaris utama nantinya karena berdekatan dengan kantor pusat Winthrop Corp di Piccadilly dan Mosley Street.
Ternyata di dalam sedang berlangsung kumpul-kumpul keluarga menyambut kedatangan Claire. Seluruh bibi dan paman jauh serta keponakan dan sepupu berkumpul. Claire anak yang menyenangkan dan ramah, begitu ia masuk seluruh anggota keluarga menyambutnya dengan meriah.
Claire memeluk satu persatu sepupu dan keponakannya yang masih kecil. Arjoona dituntun oleh Steven masuk ke dalam ruang keluarga mansion tempat pesta sedang berlangsung.
"Ah, Who is this? Are you the husband? (Ah, siapa ini? Apakah ini sang suami?)" tanya seorang wanita paruh baya yang sedikit mirip dengan Claire. Arjoona mengangguk sambil tersenyum.
"Semuanya aku ingin memperkenalkan pada kalian semua, ini adalah Arjoona Harristian suami Claire," ujar Gerald membawa dan memperkenalkan Arjoona. Beberapa sepupu Claire tersenyum manis melihat Arjoona.
"He's sweet, oh handsome," (dia manis, tampan juga) bisik-bisik beberapa sepupu.
"Namaku Isabel Dickson, ibunya Claire," Arjoona menunduk hormat dan menjulurkan tangannya.
"Namaku Arjoona Harristian, senang bertemu dengan anda," balas Arjoona sambil tersenyum. Claire langsung datang merangkul lengan Joona begitu ia dikerubungi oleh banyak anggota keluarga wanita.
"Dia manis juga Claire," Claire mendelik sambil menggelengkan kepalanya pada ibunya.
"Ini ibuku dan aku yakin kamu sudah mengenal papa tiriku Keith," Keith langsung datang merangkul istrinya. Arjoona tersenyum dan mengangguk. Sedangkan Keith membalas dengan senyuman misteri penuh pura-pura.
"Selamat datang tuan Harristian,"
"Terima kasih tuan Barnett," balas Arjoona. Claire terus menggenggam tangan Arjoona dan mereka tampak seperti pasangan yang alami. Tidak terlihat seperti akting sama sekali.
"Ceritakan padaku tuan Harristian bagaimana kamu dan Precious bisa bertemu," tanya salah satu sepupu laki-laki Claire. Arjoona menyengir dan bingung menjawab apa. ia harus merangkai satu buah cerita yang meyakinkan.
"Hhhmmm sesungguhnya pertemuan kami agak unik, iya unik,"
"Wah aku suka yang unik, ceritakan pada kami," kini beberapa orang mengerubunginya dan Arjoona mulai kebingungan.
"Ahh, kami bertabrakan tidak sengaja ketika sedang makan malam. Dan sku menangkap tubuhnya yang akan terjatuh, lalu kami saling berpandangan dan jatuh cinta. Tak lama kemudian kami berkencan dan menikah, baaamm. The end hahaha," Arjoona sedang mengarang cerita yang terdengar seperti aneh. Beberapa anggota keluarga mengangguk dan ada yang ragu. Claire yang tiba-tiba datang dan ikut menambahkan.
"Kalian harus tau seperti apa dia melamarku, ah dia sampai meneteskan airmata," ujar Claire menambah drama dan mendapat delikan dari Arjoona. Lalu Arjoona ikut tertawa dan mengangguk setuju.
"Benarkah, wah ceritanya sepertinya makin seru!" ujar keponakan yang lainnya.
"Temannya datang padaku memberi undangan candle light dinner karena ia malu padaku, aku datang ke tempat yang dimaksud dan..."
"Aku tidak ada disana," potong Arjoona cepat. Kini Claire yang mendelik. Arjoona melirik seolah mengejek.
"Apa yang terjadi?" tanya bibi yang lain.
"Dia ternyata lupa membawa cincin, jadi dia harus kembali ke rumahnya dan mengambil cincin lamaran," jawab Claire dan semua anggota keluarga mengangguk.
"Aku kembali dengan cepat dan menemukan Claire sudah menungguku, lalu aku..." sahut Arjoona
"lalu dia berlutut memohon maaf karena terlambat dan hampir menangis karena takut aku marah," potong Claire tanpa ampun. Arjoona langsung berpaling mengerutkan kening lalu dengan cepat tersenyum dan mengangguk.
"Ya begitulah kira-kira," Claire sedang menjahili nya sekarang dan dia belum berhenti.
"Kemudian kami makan malam dan..."
"Dia menceritakan sebuah kisah yang romantis merayuku dengan kata-kata cinta," potong Claire lagi.
"Dan aku melamarnya, dia setuju, aku pasang cincin dan semua selesai. Begitulah ceritanya," Arjoona langsung mengakhiri cerita dengan wajah setengah kesal pada Claire. Seluruh anggota keluarga mengangguk dan mulai yakin pada cerita bohong itu.
"Ah tidak ada yang lebih romantis daripada ciuman pengantin baru," goda salah satu paman yang ikut yang mendengarkan cerita Claire dan Joona.
"Tapi kami bukan pengantin baru lagi paman Tim," ujar Claire. Lalu buru-buru Claire meralat karena takut ada yang curiga.
"Maksudku, kami sudah dua bulan menikah," Claire menyengir.
"Precious, aku dan bibi Olive sudah menikah lebih dari 40 tahun dan kami masih pengantin baru, iya kan sayang," balas paman Claire sambil mencium pipi istrinya.
"Cium...cium...cium..." seorang sepupu mulai bersahut-sahutan agar Claire dan Arjoona berciuman. Gerald dan Steven mulai cemas jika Claire dan Arjoona akan mencurigakan. Sedangkan Keith menyegir sinis dan tersenyum kemenangan.
'Mereka musuh sejati, mana mungkin mau berciuman, - pikir Keith.
Arjoona dan Claire mulai bingung. Mereka saling berpandangan sejenak dan Claire mulai gugup. Lalu ia berjinjit dan mencium pipi Arjoona. Semua anggota keluarga kecewa melihatnya.
"Ah, jangan malu-malu Claire, cium suamimu, ayooo" sepupunya makin memprovokasi. Claire akhirnya menyerah dan menaikkan lagi tubuhnya dengan berjinjit pada Arjoona yang tinggi dan seolah Arjoona seperti tersihir langsung menunduk.
Claire langsung melingkarkan kedua lengannya pada Joona dan mengulum bibir Arjoona dengan lembut dan sedikit agresif. Dan Arjoona yang ikut mencium Claire dengan sepenuh hati hingga memeluk pinggangnya dan setengah mengangkat tubuh Claire sambil berciuman. Sebelah kaki Claire tertekuk ke belakang karena ia sedikit melayang dari atas lantai. Seluruh keluarga yang melihat langsung bertepuk tangan bahagia dan antusias.
"Itu tidak terlihat seperti akting," bisik Steven pada Gerald yang sedikit menoleh lalu ikut melihat lagi pada adegan ciuman Arjoona dan Claire.