Arjoona langsung gugup dan tercekat, saat Claire memperkenalkan dirinya sebagai istri. Sedangkan Deasy yang terkejut, hingga membuka mulutnya lalu menatap Arjoona.
"K-kamu udah nikah?" tanya Deasy pada Arjoona. Arjoona hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Claire yang masih percaya diri setelah membuat statement seperti itu, malah langsung memeluk lengan Joona dengan mesra.
"Oh, kalau gitu selamat untuk pernikahannya," ucap Deasy dengan nada getir. Claire tersenyum bahagia seolah baru membuat sebuah punchline yang menohok.
"Makasih Deasy, kami duluan," balas Arjoona masih tersenyum. Deasy pun mengangguk dengan senyuman setengah sinis.
"Come on, princess. This way," ajak Joona menarik Claire ke arah meja yang hendak mereka tuju. Deasy hanya bisa memandang saja Arjoona dan Claire yang begitu cantik dan seksi duduk di meja yang tak jauh dari tempat ia dan teman-temannya sedang berkumpul.
"Itu bukannya Joona, Des?" tanya seorang sahabat Deasy begitu melihat Deasy menghampiri seorang pria dan akhirnya duduk dengan pasangannya.
"Eehm," Deasy hanya menjawab dengan mendehem sambil terus melihat Arjoona. Belakangan Arjoona memang kelihatan lebih menarik.
"Dia punya pacar baru ya, gue pikir dia belum move on dari lo," Deasy tidak mau menjawab dan hanya mendengus.
"Cantik banget pacarnya," sahut temannya yang lain.
"Istrinya, dia udah nikah," koreksi Deasy ketus dan teman-temannya hanya bisa membuka mulut karena terkejut.
"Hebat banget dia bisa dapetin cewek secantik dan seseksi itu. Eh, elo nya malah putus dari Justin," sindir salah satu teman Deasy.
"Diem lo!" hardik Deasy kesal dan makin sebal karena harus melihat pria yang ditinggalkannya dulu kini bermesraan dengan wanita berparas dewi.
"Kenapa kamu memperkenalkan diri seperti itu?" tanya Arjoona dengan nada rendah dan lembut begitu mereka duduk.
"Kenapa, aku gak boleh memperkenalkan diri kalo aku istri kamu,"
"Bukan gitu, Claire," Claire langsung memicingkan mata menatap curiga.
"Kamu masih cinta sama dia ya?"
"Gak!" sahut Arjoona cepat.
"Trus kenapa?" Arjoona menghela nafas
"Aku pikir kamu gak mau hubungan kita diketahui orang," Claire hanya tersenyum dan menempelkan sisi tubuhnya pada Joona.
"Dia cuma orang asing, lagipula aku gak suka liat dia godain kamu. Seolah-olah dia cantik banget dan kamu masih suka sama dia," Arjoona menaikkan alis dan tersenyum.
"Kamu cemburu?" Claire hanya melirik angkuh dan mulai memesan makanan tidak menjawab pertanyaan Joona sama sekali. Dan Arjoona hanya terus tersenyum sambil menggeleng.
Dan seperti pasangan kekasih yang sedang kasmaran, mereka berbicara dekat dan sangat akrab satu sama lain. Claire bahkan tidak keberatan Arjoona yang meletakkan lengan di sandaran kursinya dan terus membelai ujung pundak dan lengannya.
Keduanya pulang dalam keadaan masih tertawa dan bercanda bahkan hingga masuk ke dalam rumah. Dan seperti biasanya, Claire seperti sudah pindah ke kamar Arjoona jika akan tidur malam.
Louis berdiri di depan cermin setelah memasang sebuah bunga di saku jas putihnya. Ia tidak bahagia sama sekali, pikirannya di penuhi oleh senyuman Claire saat pertama kali ia jatuh cinta dengan gadis itu.
Belakangan, ia malah sering memikirkan dan merindukan Claire daripada memikirkan pernikahannya sendiri. Ia akan menjadi suami Kenanga Rinjani dalam dua jam lagi. Semua sudah selesai, ia hanya tinggal berjalan ke arah altar mengucapkan janji sehidup semati pada wanita yang tidak ia cintai.
Louis memejamkan mata dan setetes airmata keluar dari sudut matanya. Ia langsung menghapus dan menarik nafas panjang, sebelum keluar dari ruangan tempatnya berganti pakaian.
Louis dan Kenanga akan menikah disalah satu resort golf, di sebuah chapel kecil yang sangat romantis. Tapi tak ada yang bisa membuat Lou tersenyum, kecuali seorang wanita yang ternyata datang memenuhi undangan pernikahannya.
Claire terlihat sangat cantik dengan dress satin V neck rendah warna soft peach dengan rok terbelah hingga pertengahan paha. Rambutnya ditata ke salah satu bahu dan ia memakai penjepit rambut bunga yang menghiasi tatanan belakang rambutnya.
Yang membuat senyum Lou menghilang adalah pria yang menemaninya. Arjoona Harristian menggandeng Claire tanpa malu-malu seolah menegaskan bahwa ia adalah pemilik Claire kini. Arjoona yang tampan memakai setelah jas hitam Armani tanpa dasi dengan cummerbund hitam yang melingkar di pinggangnya.
Louis memberanikan diri menyapa Claire yang digandeng oleh Arjoona. Begitu melihat Louis menghampirinya, senyuman Claire langsung berubah. Ia menoleh pada Joona seolah mencari semangat dan dukungan. Dan Arjoona yang sudah bisa membaca Claire hanya tersenyum pelan. Ia mendekat dan mengecup sudut kening Claire sambil berbisik,
"You'll be ok," (kamu akan baik-baik saja) bisik Arjoona lembut dan diberi senyuman tipis oleh Claire. Arjoona lalu melepaskan pegangannya pada Claire dan berjalan meninggalkan Claire untuk masuk ke area tamu. Louis yang melihat bahasa tubuh Claire dan Joona, menahan kesedihan dan pahit secara bersamaan. Mata Louis berkaca-kaca, Claire sudah mulai melupakannya dan menggantinya dengan pria lain.
"Claire...aku..." Claire tersenyum tipis.
"Selamat Lou, atas pernikahan kamu," ujar Claire dengan senyuman yang tidak terlalu bahagia. Tapi luka hati nya cepat pulih dan ia tidak terlalu merasakan sakitnya lagi. Louis masih terdiam dan belum tau harus menjawab apa.
"Aku minta maaf," Louis masih kesulitan untuk bisa mengucapkan beberapa kalimat pada Claire. Claire hanya mengatupkan bibirnya rapat dan menunduk sejenak.
"Aku sudah memaafkan kamu," ujar Claire pada akhirnya. Ada kelegaan pada hatinya yang tidak bisa ia jelaskan. Beban cinta itu terlalu besar dan Claire memilih untuk mengikuti saran Arjoona, yaitu melepaskannya. Louis pun hanya bisa mengangguk dan menunduk.
"Apa kita...masih bisa ketemu?" Claire hanya terdiam diberi pertanyaan seperti itu oleh Louis.
"Kita...mungkin tidak harus bertemu. Tapi kamu harus tau Lou, kamu akan tetap jadi cinta pertamaku sampai kapanpun, dan saat ini aku sudah merelakan kamu pergi," ingin rasanya Louis menggeleng, berlutut meminta maaf dan memohon agar Claire mau kembali. Ia sudah membuang salah satu wanita paling baik yang pernah ia kenal.
"Selamat untuk kehamilan kalian, semoga pernikahan kalian bahagia," Claire tersenyum sekali lagi sebelum pergi melewati Louis yang sudah ingin menangis. Claire berjalan menuju tempat Arjoona duduk selama proses pembekatan berlangsung. Dan Louis yang kemudian berbalik hanya bisa memandang dengan hati hancur, saat tangan wanita yang ia cintai kini di genggam oleh pria lain.
"Kamu baik-baik aja?" bisik Arjoona begitu Claire melihat Kenanga yang berjalan melewati jalan menuju altar. Claire menoleh pada Joona dengan mata berkaca-kaca.
"Sakit, tapi aku baik-baik aja," jawab Claire jujur dan terus memandang Joona. Arjoona menjulurkan tangannya dan menggenggam jemari Claire dengan erat. Sambil melihat pada Kenanga dan Louis yang mengikat janji pernikahan, Arjoona dan Claire lalu memandang satu sama lain. Sisi lengan mereka saling menempel dengan jarak yang cukup dekat. Tangan Joona makin meremas lembut jemari kiri Claire.
Sambil memandang matanya, Joona mengangkat jemari yang ia genggam dan mencium lembut punggung jemarinya dengan mata terpejam. Tak ada kata cinta yang mampu Arjoona ungkapkan pada Claire saat ini, tapi hati Claire bisa merasakan sesuatu yang berbeda dari Joona kini.
Ciuman Arjoona pada punggung jari Claire yang memakai cincin pernikahan mereka, bersamaan ciuman Louis dan Kenanga yang sudah sah menjadi suami istri.
"I'll be around you, forever," gumam Arjoona membuat janji sambil melihat mata Claire, dengan jemari tangan Claire masih diciumnya beberapa kali. Dan Claire hanya tersenyum bahagia dan menyadari sesuatu. Ia mulai jatuh cinta lagi.
DUA BULAN KEMUDIAN
"Mama...mama dimana?" langkah kecil itu berjalan mencari ibunya setelah memanjat dari tempat tidur balita. Ia berjalan dengan mata mengantuk mencari ibunya. Masuk ke sebuah ruangan dan menemukan ibunya malah tidur dilantai dengan mata terbuka.
"Mama...mama bangun..." balita itu mengguncangkan tubuh ibunya yang tidak lagi bergerak. Suara ledakan keras lalu terdengar dari luar dan balita dengan jumpsuit piyama bergambar teddy bear itu berjalan melewati tubuh ibunya. Ia menginjak darah yang mengalir dari tubuhnya dan membuat jejak kaki kecil ke arah jendela.
Ia melihat ke arah luar dan seseorang pergi dari pekarangan rumahnya meninggalkan seorang pria yang sudah tergeletak di dekat pintu pagar.
"Papa..."
"Papa..."
Arjoona terbangun terengah dan langsung duduk. Keringat mengalir dari dahi hingga batas telinga. Ia langsung memeriksa kakinya dan tidak ada darah, bulu kuduknya langsung berdiri. Mimpi buruk yang sama yang ia alami dulu ketika ia remaja muncul lagi. Mimpi yang sama persis.
"Siapa anak kecil itu?" gumam Joona sambil menutup wajah dengan kedua tangannya. Ia bangun dari tempat tidur dan mencari gelas untuk minum. Setelah tidak menemukan segelas air pun, ia mendengus keluar kamar dan berjalan menuju dapur.
Sambil minum, Arjoona berfikir tentang mimpi itu lagi. Mengapa ia bisa memimpikan hal yang sama seperti 14 tahun lalu. Jika sudah begini, ia tidak akan bisa tidur lagi. Joona melihat jam dan baru jam 2 pagi. Setelah meletakkan gelas di wastafel, Joona hendak kembali ke kamar. Namun ketika ia mau membuka pintu kamar, ia berfikir. Ia mengurungkan niat dan berbalik berjalan kembali.
Ia memutuskan untuk masuk ke kamar Claire. Sudah dua malam Claire tidur sendiri, entah apa alasannya. Kini giliran Arjoona yang tidak bisa tidur dan ingin berada satu ranjang dengan Claire. Ia berharap Claire tidak keberatan.
Gadis itu terlihat terlelap dengan tidur menyamping. Arjoona tersenyum dan menutup pintu kamar perlahan. Arjoona lalu berjalan ke salah satu sisi ranjang dan mulai masuk ke sisi yang membelakangi Claire.
Setelah mendekat dan membelai sisi rambut Claire beberapa kali, Joona mulai merebahkan diri dan memeluk Claire dari belakang. Claire mulai terbangun dan melihat lengan Joona yang melingkar di perutnya.
"Kamu kesini?" gumam Claire dengan mata mengantuk setengah berbalik.
"Aku gak bisa tidur, tadi mimpiku gak enak," Claire mengangguk. Ketika Arjoona hendak memeluknya lagi ia menghentikannya.
"Sebentar aku ganti pembalut dulu," alis Arjoona naik seketika. Sambil mengucek matanya ia mulai bangun dari ranjang.
"Kamu sedang datang bulan?" Claire mengangguk.
"Itu sebabnya kamu gak tidur sama aku?" Claire mengangguk lagi.
"Trus kenapa harus ganti?" tanya Joona polos. Claire hanya menarik nafas lalu menguap kecil.
"Biar gak nembus ke kamu, aku sedang banyak soalnya," jawab Claire polos dan langsung berjalan malas ke kamar mandi tidak meneruskan lagi penjelasannya pada Arjoona. Arjoona hanya bisa mengangguk dan tertawa kecil. Ia menunggu hingga Claire selesai dan kembali dari kamar mandi.
"Udah?" Claire mengangguk dan tidur kembali.
"Jadi sekarang aku boleh peluk kamu?" tanya Joona lagi. tapi daripada menjawab Claire malah mengambil tangan Joona dan melingkarkan pada pinggangnya. Arjoona tergelak pelan dan mengeratkan pelukannya. Setelah mencium pipi dan mengucapkan selamat malam, Arjoona tidur sambil memeluk dengan hidungnya berada di tekuk Claire.
RUANG MEETING, WINTHROP ELECTRONICS
"Arjoona, jangan membantah. Aku gak mau menambah ongkos produksi untuk tipe produk ini lagi, udah di cut aja," Arjoona setengah melempar kertas design nya di depan Claire. Gadis itu mulai mendebatnya lagi.
"Kalau kita gak nambah fitur, berarti sama aja sama produk sebelumnya, apa bedanya?" protes Arjoona. Manager produksi sudah mengurut tekuk dan keningnya bergantian. Tak bisakah mereka akur?.
"Design, bedain di design," Arjoona mendengus kesal dan menggeleng.
"Terlalu gampang ditebak, aku gak setuju!" sahut Arjoona langsung.
"Lakuin seperti yang aku perintahkan, Aku gak setuju kalo fitur ini masih ada, kecuali kamu bikin penambahan fitur tanpa menaikkan ongkos produksi, bisa?" tantang Claire dan hanya membuat Arjoona jadi makin kesal. Manager produksi dan dua orang enginer dibawah Arjoona mulai saling berpandangan. Sekarang mereka harus menyiapkan telinga karena perdebatan panjang akan terjadi.
"Mana ada yang seperti itu?" jawab Joona mulai meninggikan suaranya.
"Ya udah kalo gak bisa, ya gak usah nambah," Arjoona masih mengeleng.
"Bu CEO, ini demi reputasi produk, kita harus mempertahankan image produk berkualitas dan inovatif. Jika gak ada penambahan fitur, lalu inovatifnya ada dimana?" Claire dengan pandangan angkuh lalu berdiri sambil melipat kedua lengan didada.
"Lakukan seperti yang aku inginkan, lalu nanti kamu akan lihat bahwa produk ini akan laku dipasaran. Oke meeting selesai," Claire menutup begitu saja meeting kecil itu dan pergi dari ruang tersebut.
"What...?" sahut Joona kesal.
"Claire," panggil Arjoona setengah marah. Claire berbalik dengan angkuhnya dan memperingatkan Arjoona.
"Panggil aku ibu CEO, kamu memang gak sopan!" hardik Claire kesal lalu berbalik membuka pintu kaca dan pergi.
"Ibu CEO...Ibu CEO," Claire tidak memperdulikannya sama sekali dan Arjoona masih terus memanggil hingga ia masuk ke ruangan CEO. Arjoona yang mengikuti lalu berdiri di belakang Claire sambil meletakkan kedua tangan di pinggangnya dengan kesal.
"Masalah kita belum selesai, kamu udah main pergi aja," protes Arjoona dengan raut wajah kesal. Claire langsung menyengir jahat dan mulai berbalik. Ia mendekat perlahan lalu meletakkan jari telunjuk nya pada dada Joona sambil mmbuat gerakan menggoda.
"Aku akan menyetujui usulan kamu, asal kamu bisa membuat rincian ongkos produksi dari setengah harga yang kamu berikan." Arjoona mengangguk.
"Deal!"
"Ckck, not that fast (tidak secepat itu), ada syaratnya," Claire berdecak dan membuat Arjoona mengerutkan keningnya.
"Apa syaratnya?" Claire menggoda Arjoona dan malah mengedipkan sebelah matanya.
"Moodku sedang gak enak, aku sedang PMS. Dan aku pengen lava cake," Arjoona langsung tersenyum dan mengangguk. Ia mendekat dan otomatis Claire malah mundur ke belakang. Arjoona lalu mengurung Claire dengan kedua lengannya di meja belakang Claire.
"Kamu mengancam aku dengan menolak design ini kalo aku gak bikin lava cake?" Claire menyengir malu dan mengigit bibir bawahnya. Arjoona menggeleng sambil tersenyum.
"Princess, kamu hanya tinggal bilang kalo kamu pengen lava cake. Gak perlu negosiasi seperti ini," Claire langsung manyun. Wajah imut dan cantik Claire ketika ia sedang manyun membuat Arjoona gemas setengah mati.
"Aku harus punya posisi tawar, kalo gak kamu pasti gampang menolak," ujar Claire membela diri. Arjoona tidak menahan dirinya lagi, ia memajukan wajahnya dan mencium pipi Claire dengan lembut.
"I'll do anything for you," balas Joona setengah berbisik. Claire hanya bisa merona mendengarnya. Arjoona melepaskan 'kurungan' nya dan berdiri tegak kembali.
"Aku akan buat lava cake nya nanti sore," Claire langsung tersenyum lebar. Arjoona pun berjalan pelan hendak pergi sebelum Claire menahannya lagi.
"Dan pasta, aku mau pasta," Claire menaikkan alisnya meminta Arjoona agar mengabulkan permintaannya. Arjoona hanya bisa tersenyum dan mengangguk. Ia keluar dari ruangan CEO sambil tersenyum dan malah dilihat aneh oleh manager produksi.
"Mereka bukannya berantem ya? Kok keluar dari ruangan CEO dia malah senyum-senyum?" ujar manager itu pada salah satu enginer. Dan keduanya hanya bisa mengangkat bahu keheranan.
PENTHOUSE LOUIS
Louis sedang mencari kunci mobil yang sudah lupa ia letakkan dimana. Ia sudah membongkar laci lemari depan dan tidak menemukannya. Kenanga, istrinya sedang mandi dan tidak tau dimana ia sudah meletakkan kunci tersebut.
Sambil mendengus kesal karena sudah terlambat ke sebuah meeting, Louis masuk ke dalam kamar dan mulai membongkar beberapa laci. Ia menggaruk belakang kepalanya berdecak dan kebingungan.
Ia pun membuka lemari dan laci didalamnya. Malah terdapat beberapa kertas yang disimpan Kenanga, ia sendiri tidak pernah membuka laci itu sebenarnya. Entah kenapa tangannya mencari ke sana. Sambil mendumel, Lou malah menemukan sebuah amplop yang memiliki logo rumah sakit.
Sambil berfikir, Lou mengitip dan melihat Kenanga belum keluar dari kamar mandi. Ia membuka amplop itu dan menemukan catatan medis singkat soal Kenanga dan sebuah foto hasil USG. Setelah membaca hasil diagnosa, Louis mengerutkan keningnya. Ada bahasa medis yang tidak ia paham dan ia langsung mencari tau di google.
Begitu membaca penjelasan dari mesin pencari dan hasil diagnosa itu, Louis terduduk di pinggir ranjang. Sekarang semua penasarannya terjawab sudah, Kenanga ternyata gagal hamil. Ia melihat lagi pada tanggal di keluarkannya surat itu dan itu adalah dua hari sebelum mereka menikah. Louis meremas setengah surat itu.
Kenanga keluar dari kamar mandi dengan bathrobe dan siap hendak berpakaian. Ketika ia menemukan suaminya masih di kamar dan duduk di sisi ranjang, Kenanga datang menghampiri sambil tersenyum.
"Sayang, kamu belum berangkat?" tanya Kenanga dengan wajah tersenyum. Louis berdiri dan dengan wajah marah melemparkan hasil diagnosa itu ke tempat tidur.
"Apa yang kamu lakukan? Kamu berani membohongi aku!" teriak Louis. Mata Kenanga langsung membesar melihat kertas hasil diagnosa kehamilannya dua bulan lalu sudah setengah diremas suaminya.