Chereads / The Seven Wolves: The Alpha and His Beta / Chapter 25 - Chapter 25: My Desire on You

Chapter 25 - Chapter 25: My Desire on You

"Louis tunggu, aku bisa jelasin semuanya," Kenanga mencoba mencekal lengan Louis yang begitu marah mengetahui kenyataan bahwa ternyata ia telah dibohongi.

"Apa lagi yang kamu mau jelasin, kamu mempergunakan kehamilan palsu itu buat menjebak aku supaya nikah sama kamu," Kenanga menggeleng dan mulai menangis.

"Itu bukan kehamilan palsu, aku memang benar-benar hamil Lou, tapi janin nya gak berkembang,"

"Dan kamu gak kasih tau aku soal itu. Surat itu keluar dua hari sebelum kita nikah, kenapa? kamu takut aku bakal batalin semuanya!" teriak Louis makin tidak terkendali. Ia benar-benar marah dan kecewa.

"Tolong Lou, aku gak bermaksud membohongi kamu,".

"Pantes perut kamu gak membesar, kamu gak ada sindrom orang hamil sama sekali. Aku pikir itu wajar karena gak semua orang ngalamin nya. Tapi aku gak nyangka kamu ternyata gak hamil," Louis langsung menepis tangan Kenanga yang memohon padanya agar ia tidak pergi. Tapi Louis yang sudah begitu marah, tidak perduli bahkan ia sudah menyakiti fisik istrinya dengan mendorong hingga Kenanga jatuh.

Kenanga yang terjatuh, tidak bisa menghalangi suaminya yang keluar dari penthouse mewah mereka dengan raut wajah kecewa dan marah besar. Kenanga menyesal, mengapa ia tidak menghancurkan saja hasil diagnosa itu. Tapi ia lupa satu hal, bahwa kebenaran tetap akan terbuka pada waktunya.

Louis tidak pergi menggunakan mobil, ia berjalan ke taman belakang komplek apartemen tempatnya tinggal. Ia duduk disana sendirian sambil menunduk dan menangis.

Mungkin inilah hukuman dari Tuhan untuknya, karena sudah mengkhianati gadis sebaik Claire Winthrop. Sudah dua bulan semenjak terakhir di pesta pernikahannya ia melihat Claire, Lou tidak pernah lagi melihat Claire dimana pun. Dia seperti menghindar bertemu dengan nya, padahal Winthrop beberapa kali menjadi peserta konferensi perusahaan, sama dengan perusahaannya.

"Maafin aku Claire, aku benar-benar bodoh. Oh Tuhan, aku cinta banget sama kamu Claire," isak Louis sambil terus menangis.

MANSION WINTHROP

"Ini janjiku, sama kamu," ujar Arjoona menyodorkan sebuah piring berisi dua lava cake yang masih hangat pada Claire yang tengah menonton televisi. Claire langsung memekik bahagia dan menghadiahi Arjoona sebuah ciuman singkat dipipi. Arjoona sudah duduk dan melingkarkan lengannya pada sandaran sofa di belakang Claire.

"Cuma sebelah? Sebelah lagi cemburu," Arjoona memalingkan dan menunjuk salah sebelah pipi kanan yang belum dicium oleh Claire. Dan tanpa beban, Claire langsung menghadiahi ciuman pada pipi kanan Joona. Arjoona menyengir senang dan mengucek rambut Claire dengan lembut yang dibuat messy bun dengan headband hitam dirambut. Ia memakai kaos oversized putih dengan tanktop dan celana hot pants hitam.

Claire menyandarkan dengan nyaman setengah tubuhnya pada Arjoona sambil memakan cakenya. Sesekali ia menyuapi Arjoona yang tersenyum dan sedang menuliskan coret-coretan pada sebuah buku.

"Lagu kamu udah selesai?" tanya Claire melirik pada tulisan Joona yang menulis dengan sebelah lengan tetap memeluk Claire.

"Sedikit lagi, ada lirik yang belum cocok," Claire mengangguk saja, meskipun ia tidak mengerti. Tapi ia suka melihat ketika Arjoona sedang meramu beat musik menjadi sebuah rangkaian lagu. Dari Arjoona, kini Claire sudah bisa memainkan piano. Claire juga jadi orang pertama yang mendengar sebuah lagu, sebelum Arjoona memberikannya pada penyanyi yang sedang ia produseri.

Lava cake itu kini mulai bercelemotan di dagu Claire dan pipi Arjoona. Itu karena Claire yang iseng mencari-cari perhatian suaminya dan mulai bercanda mengoleskan coklat leleh itu di pipi Arjoona. Mereka saling membalas membuat kotor wajah satu sama lain sambil tertawa.

"Udah, aku bersihin hehehe," ujar Claire sambil mengelap pipi Arjoona dengan tisu. Arjoona hanya tersenyum saja mengangguk.

"Kamu udah kenyang?" tanya Joona merangkul pinggang Claire. Claire mengangguk.

"Aku mau tidur," tambahnya setengah berbisik. Claire tersenyum dan mengangguk.

"Tapi kamu harus gendong aku ke kamar," Arjoona mengangkat alis dan langsung membalikkan tubuhnya. Claire langsung memeluk seperti koala pada punggung Joona.

"Dasar koala," gumam Joona dan di dengar Claire. Ia malah makin mengeratkan pelukannya pada leher Joona. Kedua pelayan di mansion Winthrop kini sudah sering melihat kedekatan Claire dan Joona yang lebih mirip kekasih. Dan mereka hanya senyam-senyum saja.

Usai dinner meeting dengan beberapa klien, Claire terpaksa pulang sendiri karena Anggi sekretarisnya mendadak sakit dan harus pulang lebih awal. Ia masih menelpon sang kakek yang mulai jarang pulang ke Indonesia. Meski Gerald tidak berada di dekat Claire, tapi Claire harus tetap melaporkan segala yang terjadi di perusahaan pada Gerald.

Dengan atasan blazer hitam dan corset belt warna merah maroon serta pencil skirt selutut, Claire memang terlihat makin cantik dari hari ke hari. Ia sedang keluar ke lobi parkir valet sambil menelpon dan menjepit clutch bag dengan lengannya.

Setelah masuk ke dalam mobil dan mulai keluar dari parkiran, Claire mulai menjalankan mobilnya dan menelpon Arjoona.

"Ya princess," Claire langsung tersenyum mendengar panggilan Arjoona untuknya.

"Kamu lagi klub ya," tanya Claire sambil menyetir. Ia menghidupkan bluetooth untuk menelpon.

"Baru pulang, aku sekarang di rumahku. Aku harus lembur," Claire mengerutkan kening.

"Jadi kamu gak pulang?"

"Kayaknya gak, aku nginap dirumah. Kenapa?"

"Ya udah, aku ke rumah kamu kalo gitu,"

"Oke, nanti kalo udah mau nyampe telpon aja. Mungkin aku gak dengar bunyi bel soalnya lagi di studio,"

"See you,"

"See you, princess," Claire menutup panggilan dengan senyuman dan terus mengendarai mobilnya ke arah rumah Arjoona.

Sambil menunggu lampu merah, Claire menoleh ke samping. Terdapat beberapa gerai makanan dan Claire berfikir untuk membawakan suami kontraknya itu beberapa cemilan ringan untuk menemaninya bekerja.

Claire mengarahkan mobilnya untuk berbelok menuju arah sebelah kiri. Ia memarkirkan kendaraan, memesan makanan dan dengan tersenyum kembali ke mobil. Tapi senyumannya hilang ketika, ia melihat Louis bersandar di pinggir mobilnya. Ia berjalan mendekati Claire dan langsung tersenyum.

"Aku ngikutin kamu kemari," Claire mengerutkan keningnya dan ia mulai tidak nyaman.

"Kenapa kamu ngikutin aku?" tanya Claire. Louis tersenyum manis dan hendak meraih tangannya, tapi Claire malah mundur dan mengelak.

"Claire, sayang aku kangen banget sama kamu," Claire membelalakkan matanya. Apa yang sedang dilakukan oleh Louis disini dan mengapa ia malah bicara seperti itu?

"Lou, aku harus pergi sekarang," Claire mulai ketakutan dan berjalan buru-buru melewati Louis. Louis langsung meraih tangan Claire dan menghalanginya pergi.

"Tolong Claire, aku hanya ingin bicara sama kamu sayang," Claire mulai menarik lengannya dengan ekspresi ketakutan.

"Lepasin Lou, aku harus pergi,"

"Sebentar, dengerin aku, ada yang harus aku jelaskan sama kamu. Tolong dengerin aku dulu," Claire menggeleng. Ia tidak ingin terlibat lagi pada Louis, itu sebabnya ia terus menghindar.

"Aku bilang lepasin aku, aku mau pergi,"

"Gak Claire, aku gak mau lepasin kamu lagi. Tolong kasih aku kesempatan," Claire masih berusaha lepas. Tak ada yang menolongnya, sampai datang tangan seseorang mencekal tangan Louis dan menariknya hingga melepaskan Claire.

"Maaf pak Louis, bapak gak boleh maksa ibu Claire," David Tarigan tiba-tiba datang dan mencekal tangan Louis. Lou yang heran dan mengerutkan kening, tidak mengenal siapa pria yang menolong Claire. David berbalik sedikit pada atasannya itu.

"Ibu Claire gak papa?" tanya David dan Claire pun menggeleng.

"Siapa kamu?" tanya Louis ketus dengan nada tinggi.

"Saya pegawai Winthrop, ayo bu Claire, kita pergi dari sini," Lou masih belum menyerah. Ia masih memanggil dan hendak menghampiri tapi terus dihalangi oleh David. David mengantar Claire yang sudah ketakutan hingga ke mobil.

"Terima kasih, siapa nama kamu?" David tersenyum. CEO Winthrop mana mau mengingat namanya, meski ia sudah pernah memperkenalkan diri beberapa kali.

"Saya David Tarigan, wakil kepala divisi produksi," Claire menaikkan alisnya.

"Kamu wakilnya Joona?" David mengangguk sambil tersenyum. David mempersilahkan lagi Claire untuk naik ke mobilnya. Setelah tersenyum dan mengucapkan lagi terima kasih, Claire masuk ke dalam mobil dan keluar dari parkiran.

"Ternyata kalo deket, dia lebih cantik. Ah, bodoh kali bang Joona malah milih musuhan sama atasan secantik itu," gumam David pada dirinya. Ia lalu melihat saja pada Louis yang memberi David delikan kesal karena ia menghalanginya berbicara dengan Claire.

Claire langsung mengebut ke rumah Arjoona dan begitu sampai, ia menelpon ponsel Joona. Arjoona membuka pintu dan Claire yang melihat, langsung memeluk Arjoona. Claire seperti menangis dan terus memeluk Arjoona dekat.

"Kamu kenapa?" ujar Joona melepaskan pelukannya sejenak membelai kedua pipi Claire dengan cemas. Ia menutup dan mengunci pintu sebelum melihat pada Claire lagi. Sambil menggenggam tangan Claire, Joona menuruni tangga dan membawanya ke sofa ruangan tengah.

"Princess, ada apa?" tanya Joona makin cemas dan Claire yang semula menutup wajah menangis kembali memeluk Arjoona. Arjoona terus menenangkan dengan mengelus punggungnya. Dalam masih memeluk, Joona meraih sebelah pipi Claire dan menghapus airmatanya.

"Cerita," Claire melihat mata Joona dengan mata indahnya.

"Lou nyamperin aku. dia ngikutin aku," Arjoona melebarkan matanya.

"What, mau ngapain dia!" suara Joona mulai kesal.

"Dia mau bicara, tapi aku gak mau," Arjoona melepaskan nafas berat lalu memeluk Claire kembali.

"Sebentar, aku ambil air minum dulu," Arjoona melepaskan pelukannya lalu berjalan cepat ke dapur dan mengambil air minum untuk Claire. Setelah Claire minum dan ia sedikit tenang, Arjoona memeluk Claire kembali.

"Ya udah, mulai besok kamu pergi sama aku kemanapun," Claire tersenyum mendengar perhatian Joona padanya.

"Tapi kalo aku mau meeting di luar gimana," Arjoona berfikir.

"Telfon, biar aku yang jemput," Claire hanya tersenyum dan mengeratkan pelukannya.

"Aku mau tidur disini sama kamu," rengek Claire manja. Arjoona hanya tersenyum dan mencium kepala Claire beberapa kali.

"Tapi kamu tidur duluan ya, aku harus lembur," Claire menggeleng. Ia melepaskan pelukan dan masih menggeleng.

"Aku temani di studio," Arjoona mendengus pelan.

"Kamu capek kan, kamu bahkan baru pulang dari meeting,"

"Ah Joona," rengek Claire dan Arjoona tidak bisa menolak selain hanya bisa mengangguk.

"Ya udah terserah kamu. Sekarang ganti baju kamu dulu. Aku ada bawa beberapa pakaian kamu karena kamu suka nginap disini," Claire tersenyum senang dan mencium pipi Arjoona dengan spontan. Meski Claire kadang menciumnya di pipi, tetap saja jika Claire melakukannya, Joona masih terkejut dan melebarkan matanya. Claire yang tidak perduli ekspresi ge er Arjoona langsung melepaskan pelukan dan masuk ke kamar Joona dengan santai.

Rumah gudang itu kini kerap dikunjungi oleh Claire. Arjoona sendiri sudah membeli sebuah rumah baru dua bulan lalu, tapi karena belum terisi dengan furniture apapun ia belum sempat mengajak Claire ke rumahnya.

Arjoona mulai menyelesaikan beat dan produksi sebuah album mixtape seorang rapper. Ia masih berkonsentrasi ketika Claire masuk perlahan ke dalam studio nya. Claire duduk di atas sofa dibelakang kursi Joona. Claire menaikkan kaki memperhatikan suaminya masih bekerja hingga malam dengan wajah serius. Sesekali ia terlihat memutar kursinya memainkan tuts piano dan mengambil kertas menuliskan nada yang dimaksud.

Lelah menunggu, Claire membaringkan kepalanya dipegangan sofa dan mulai tertidur. Lewat pukul 1, Joona mendengarkan kembali seluruh musik yang sudah dirampungkannya melalui headphone yang terus ia pakai. Ia memutar kursi dan menemukan Claire sudah tidur dibelakangnya. Joona tersenyum melihat Claire yang menungguinya bekerja.

Arjoona memajukan tubuhnya, lalu saling mengaitkan jari dan meletakkan didepan hidung terus memandang wajah Claire.

"Aku ingin memiliki kamu Princess, maukah kamu jadi pacarku?" ungkap Arjoona pelan di depan Claire yang sudah tertidur pulas. Arjoona sedang menggumpulkan keberanian untuk menggungkapkan perasaannya pada Claire.

Joona menghela nafas dan kembali berbalik, ia mematikan seluruh peralatannya dan membuka headphone. Arjoona menghampiri Claire dan sambil tersenyum menggendong gadis itu perlahan untuk masuk ke kamar.

Arjoona masih membelai rambut pirang kecoklatan Claire yang lembut diatas ranjang. Jika ia boleh jujur, sebenarnya ia ketakutan saat Claire mengatakan jika Louis kini mencoba kembali lagi. Arjoona mulai takut kehilangan Claire dan jika gadis itu mencoba lagi bersama Lou, maka Joona tidak akan sanggup membayangkan betapa hancur hatinya.

Arjoona belum pernah jatuh cinta seperti yang ia rasakan pada Claire. Bahkan pada Deasy mantan pacar yang dulu sangat ia cintai, begitu berbeda dengan Claire. Claire membuat segalanya menjadi lebih indah kini bagi Joona. Hidupnya yang sepi begitu berwarna bersama gadis itu dan ia tidak bisa membayangkan jika harus berpisah nanti. Waktu akan semakin cepat berlari dan perceraian itu akan semakin dekat. Arjoona menghela nafas berat dan tidak ingin memikirkan itu dulu. Ia ingin menikmati hari-harinya bersama Claire yang tinggal satu tahun tiga bulan lagi.

Pulang berolahraga, Joona menemukan istrinya sudah bangun dan membuatkannya sarapan. Arjoona tersenyum dan duduk di stool konter dapur sambil terengah mengeringkan keringatnya.

"Jadi kamu udah coba-coba masak sekarang,"Claire mengangguk sambil menyengir.

"Cobain baked potatoes sama eggs nya," pinta Claire setelah menyodorkan piring, ia langsung memotong dan menyuapi Joona.

"Masih kurang seasoned tapi udah enak," Claire berteriak senang. Ia mulai diajari Arjoona beberapa menu mudah dan Claire cepat menguasainya.

"Oke chef," Claire memberi hormat. Joona menggeleng tersenyum sambil mengucek rambut Claire. Ia bangun dan hendak membersihkan diri. Claire hanya mengangguk dan menatap Joona yang ia sukai berjalan menuju kamar. Claire ingin sekali mengungkapkan perasaannya pada Joona.

Jantung berdegup kencang, nafas tidak beraturan adalah hal yang terus dialami oleh Claire ketika bersama Joona. Ia menahan mati-matian untuk tidak mencium Arjoona di bibirnya yang penuh itu. Semakin ia dekat dengan Arjoona, semakin ia yakin jika ia sudah jatuh cinta pada pria itu. Masalahnya adalah Claire tidak memiliki keberanian apapun untuk bicara, ia begitu terluka dengan pengkhianatan Louis. Dan jika ia kehilangan Arjoona juga, maka rasanya Claire tidak akan sanggup bertahan. Sambil menarik dan melepaskan nafas berat, Claire hanya bisa membereskan peralatan dapur yang ia gunakan sendirian.

Claire baru menyelesaikan make up nya ketika Joona masuk lkamar dan mengajaknya berangkat ke kantor.

"Kamu udah siap?" tanya Joona pada Claire yang melewatinya dengan langkah anggun.

"Ehhm," jawab Claire tersenyum tipis. Joona hanya bisa menelan ludah hasratnya melihat penampilan Claire. Gadis itu terlalu cantik sehingga Joona hanya bisa mengumpat dalam hatinya.

"Shit" gumam Arjoona melihat seksinya Claire tiap pagi. Ia semakin cantik dan Arjoona makin kebingungan pada dirinya sendiri.

"Kita pakai mobilku ya," dan sekali lagi Arjoona hanya bisa mengangguk menurut.

Seperti biasa, mereka berangkat bersama tapi tidak terlihat bersama. Hingga kini tidak ada satupun pegawai Winthrop yang mengetahui tentang hubungan Claire dan Arjoona. Mereka masih kerap berdebat meski tidak lagi sesering dulu, dan sikap Joona yang mulai sering luluh dan mengalah jadi mendapat delikan kecurigaan dari beberapa orang terutama David, wakilnya.

DI SEBUAH TAMAN

"Kamu dimana Claire?" tanya Arjoona dari ponsel ketika Claire menelpon menyuruhnya untuk datang ke sebuah taman terbuka hijau.

"Aku udah sampe, kamu nya yang dimana?" Arjoona tergelak.

"Kamu gimana nyampe nya kesitu, mobil kamu kan sama aku," Claire tertawa kecil.

"Aku jalan dari hotel di depan, cepetan Joona tamannya bagus deh. Sekalian kamu jemput aku," Arjoona tertawa

"Aku udah sampe, aku parkir dulu sebentar. Lima menit lagi aku pasti sampe ke tempat kamu,"

"Claire..." sebuah suara mengejutkan Claire yang kemudian berbalik ke belakang.

"Louis...kok kamu ada disini?" tanya Claire dengan wajah terkejut. Ponselnya belum ia matikan dan Arjoona mendengar semuanya.

"Claire...Claire...." panggil Arjoona yang baru saja memarkirkan mobil langsung keluar dengan terus menempelkan ponsel di telinganya. Setelah mengunci mobil ia mulai menyeberang agar tiba di taman itu. Tiba di depan pintu masuk taman, Arjoona menghentikan langkahnya. Pembicaraan Claire dan Louis yang ia dengar dari ponselnya membuat ia hampir tidak bisa berjalan.

"Claire, aku harus bicara sama kamu," Claire mengelak dan hendak pergi.

"Tunggu, kasih aku kesempatan untuk bicara. Dengarkan aku dulu," ujar Louis mencekal tangan Claire.

"Kamu mau ngomong apa?"

"Claire, Kenanga gak hamil. Dia udah membohongi aku," Claire mengerutkan keningnya dan kesempatan itu diambil Louis untuk menggenggam kedua tangan Claire.

"Kita bisa kembali bersama sayang, aku akan ceraiin Kenanga secepatnya," tambah Louis dengan wajah berbinar. Claire masih terperangah dan tidak percaya yang ia dengar.

Arjoona yang semula berdiri lalu mulai masuk ke dalam area taman dengan berlari. Ia tidak tau persis di sebelah mana Claire berada. Joona mencari dengan ponsel yang masih pegang di telinganya sambil memegang rambutnya. Ia takut ketakutannya menjadi kenyataan. Wajahnya begitu cemas dan rasanya sudah ingin menangis.

"Gak ada lagi yang bisa menghalangi kita sayang, aku sayang banget sama kamu. Aku janji aku gak akan melakukan kesalahan yang sama lagi," pinta Louis dan Arjoona masih berkeliling mencari dimana Claire. Hanya itu kalimat terakhir yang Joona dengar sebelum akhirnya ponsel Claire mati.

"Princess....Claire," panggil Joona putus asa dan melihat layar ponselnya.