Chereads / The Seven Wolves: The Alpha and His Beta / Chapter 26 - Chapter 26: Be My Girl

Chapter 26 - Chapter 26: Be My Girl

Arjoona terengah dan terus berjalan hingga sampai ke tengah taman. Ia sudah berputar dan tidak menemukan siapapun. Tapi Joona masih berjalan lagi, sampai ia mendengar suara Claire yang memanggilnya dari belakang.

"Joona..." Arjoona langsung berbalik dan melihat Claire berdiri jauh darinya dengan wajah habis menangis. Arjoona hanya berjalan dua langkah sebelum Claire berjalan cepat setengah berlari dan langsung memeluknya. Ia menangkap pelukan Claire dengan erat hingga tubuh gadis itu sedikit melayang.

Arjoona langsung mencium rambut Claire lalu pipi dan menempelkan keningnya pada Claire.

"Jangan tinggalin aku...aku," kata-kata Arjoona tercekat dan Claire yang memandang Joona membelai pipi dan wajah Joona dengan lembut.

"Jangan pergi dari aku, kamu udah janji kan?" balas Claire makin dekat dan Arjoona tidak membuang waktunya selain mencium bibir gadis itu. Taman itu tempat umum, tapi ia sudah tidak perduli jika ada pengunjung lain yang melihat. Dan Claire tidak berbeda, ia menyerahkan hatinya pada Arjoona Harristian.

"Apa kamu mau jadi pacarku princess? Aku jatuh cinta sama kamu sayang," bisik Joona di depan bibir Claire. Claire langsung tersenyum dan ingin berteriak bahagia.

"Aku mau jadi pacar kamu, aku juga cinta sama kamu Joona," Arjoona tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Perasaannya bagai gayung bersambut, ia langsung memeluk erat lagi dan mengangkat tubuh Claire. Dengan setengah melayang Claire mencium bibir Joona lagi dan Arjoona yang jatuh cinta, membiarkan semua nya mengalir begitu saja.

"Jadi kamu menolak Louis?" tanya Joona sambil menyetir dengan Claire terus menggenggam sebelah tangan Joona.

"Ya, aku gak bisa menerima dia lagi," Joona berhenti di lampu merah dan memandang Claire sambil tersenyum.

"Kenapa, apa kamu udah gak cinta sama dia lagi?" Claire tersenyum dan menjulurkan sebelah tangan yang lain membelai pipi Arjoona.

"Karena aku jatuh cinta sama kamu," jawaban Claire seketika membuat Joona tersenyum lebih manis dan ia langsung mengecup lembut telapak tangan Claire yang menempel pada pipinya.

Tiba di mansion Winthrop, keduanya tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia. Kini setelah resmi menjadi pasangan, Joona tidak malu-malu lagi merangkul atau mencium bibir Claire.

Tidur malam pun kini jauh lebih romantis, mereka terus berciuman sebelum akhirnya Arjoona memeluk erat Claire yang merebahkan kepala diantara tulang selangka dan dadanya.

"Hari ini tanggal berapa ya?" tanya Claire setengah berbisik dalam pelukan Joona.

"Kenapa?"

"Hari ini tanggal kita jadian," Arjoona tergelak dan mencium kening Claire.

"Kalo gitu, setiap tanggal 9 kita rayain anniversary, gimana?" usul Joona pada Claire.

"Tiap bulan?" Claire memastikan dengan nada antusias.

"Tiap bulan princess," Claire menengadahkan wajahnya pada Joona.

"I love you Joona,"

"I love you so much princess," Arjoona langsung mencium kening Claire dan memeluknya hingga ia tertidur.

DI SALAH SATU RUMAH

Keith Barnett sudah pindah selama beberapa minggu di sebuah rumah di kawasan elit di Jakarta. Ia sedang menyusun rencana baru setelah menakhlukkan beberapa anggota keluarga penting Winthrop. Frank dan Matilda sudah tidak lagi bisa berkutik. Mereka sudah terlanjur mempercayai Keith dan malah menyerahkan kepemilikan saham Winthrop Corp pada Keith. Meski baru 25 persen tapi jika Keith bisa mendapatkan 25 persen lagi, ia akan bisa menyingkirkan Gerald dengan mudah.

"Jika tidak bisa diajak kerja sama, maka Timothy harus dihabisi," ujar Keith pada seorang pria yang menjadi utusan Yousef Kanishka, Fernando Lopez. Fernando tersenyum sinis dan mengangguk.

"Tidak sulit menghabisi orang tua itu, tapi dia tidak bodoh,"

"Apa maksudmu?" Fernando mendekatkan tubuhnya mengarah pada meja di depannya.

"Bukankah kamu mengatakan jika ia adalah pihak yang sudah menyetujui jika gadis itu menjadi pemimpin tertinggi, maka bisa saja ia sudah membuat surat pengalihan saham untuk Claire Winthrop," Keith terlihat berfikir.

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Fernando menyengir jahat dan menyandarkan kembali tubuhnay ke sofa.

"Temukan kelemahannya, aku pikir itu ada pada Arjoona Harristian," Keith mendengus sinis.

"Aku akan menghabisi anak itu," Fernando menggeleng berdecak.

"Dia tidak penting, gunakan ia sebagai senjata untuk menghancurkan gadis itu,"

"Caranya?"

"Skandal." Keith tersenyum dan mengangguk perlahan.

WINTHROP ELECTRONICS

"Kalo begitu, semua sudah sepakat. Meeting selesai," ujar Claire Winthrop menutup rapat teknis dan produksi hari ini. Arjoona membereskan dokumennya setelah melirik sesekali pada Claire dan tersenyum diam-diam.

"Tumben hari ini gak ada perang. Biasa Joona pasti protes, ada aja yang bikin dia berantem sama bu Claire," bisik manager produksi pada David disebelah Arjoona. David menoleh pada Joona yang tenang sedang membereskan dokumen hendak pergi. Claire menghampiri mereka dan melihat pada Joona dengan pandangan biasa, angkuh dan bossy.

"Kamu bawa design nya? Ikut aku sekarang," perintah Claire dengan ketus. David melirik pada Joona yang diam saja mengangkat bahu mengikuti Claire masuk ke ruangannya.

"Kayaknya perang yang bapak mau kejadian sekarang," bisik David pada manager itu sambil melihat atasan langsungnya keluar ruang rapat.

Arjoona langsung duduk di sofa ruangan Claire begitu ia masuk. Claire mengunci pintu karena ia tidak ingin ada yang mengganggu. Begitu mendekati Joona, wajahnya langsung berubah ceria dan tersenyum riang. Claire duduk di sebelah Joona dan merangkul lengannya.

"Kamu udah selesaiin design nya?" tanya Claire lembut jauh berbeda dengan 5 menit sebelumnya. Joona mengangguk dan tersenyum, ia mengambil map di diatas meja dan menyerahkannya pada Claire.

"Oke, kita bahas soal ini dulu ya," Arjoona mengangguk. Diskusi yang tenang dan terus tersenyum, pertama kali terjadi setelah mereka resmi pacaran. Claire mulai mendengar saran Arjoona pada pengembangan produk dan Arjoona mendengar saran Claire mengenai efisiensi ongkos dan harga. Keduanya bisa bekerja sama dengan baik dan dalam tersenyum saling berciuman di sofa kantor Claire.

"Aku pengen makan malam sama kamu, tapi masih ada meeting lanjutan malam ini," ujar Claire setengah memeluk Joona sambil membersihkan bekas lipstik di sudut bibirnya.

"Kalo gitu aku tungguin kamu di restoran hotel," Claire tersenyum dan mengangguk.

"Aku harus balik ke pabrik, princess," Joona melepaskan perlahan rangkulannya dan membereskan dokumen design yang sudah disetujui Claire.

"Tapi aku masih kangen kamu," Arjoona tergelak.

"Setelah ini, kamu akan lihat aku sepanjang malam sampe besok, hhhmm," Joona mencium pipi Claire dengan lembut.

"You're so beautiful," puji Joona lagi dan membuat Claire tersipu. Claire melepaskan rangkulannya pada pinggang Arjoona dan membiarkan kekasihnya keluar dari ruangannya usai berciuman sejenak. Setelah Arjoona pergi, Claire merapikan make up nya sebelum memulai pekerjaannya lagi.

Hari berlalu begitu cepat berganti akhir minggu. Hubungan Arjoona dan Claire yang manis penuh cinta namun diam-diam berbanding terbalik dengan hubungan dingin antara Louis dan Kenanga.

Usai kejadian Lou menemukan surat diagnosa itu, ia tidak lagi ramah memperlakukan istrinya. Terlebih ketika Claire malah menolaknya setelah ia menjelaskan semuanya pada wanita itu.

"Gak Lou, aku udah gak mencintai kamu lagi. Aku udah jatuh cinta sama orang lain," ujar Claire dengan wajah bahagia di taman beberapa hari yang lalu. Louis kini hanya bisa menyesali yang sudah terjadi. Ia sering duduk di bar sendirian, menghabiskan minuman mencoba melupakan rasa bersalah dan sakitnya cinta pada Claire.

Ia terus mengutuki dirinya yang bodoh dan tidak menjaga perasaan Claire dengan baik. Andai ia bisa membalikkan waktu, ia akan bersikap seperti lelaki yang seharusnya. Mencintai satu wanita hingga mati. Tapi tidak, ia bahkan kerap menggoda wanita lain saat pacaran dengan Claire dibelakangnya.

Gentala masuk ke bar yang sama dan memesan sebotol Jack Daniels pada bartender. Ia hanya melihat sekilas lelaki disebelahnya sebelum menegak minumannya. Duduk di stool samping Louis yang mulai mabuk, Gentala memulai minum tanpa bicara apapun.

Pikirannya kembali mengingat malam saat ia dan Kenanga menghabiskannya di ranjang. Entah mengapa, hubungan itu tidak bisa dilupakan Gentala padahal ia sudah tidur dengan begitu banyak wanita. Tapi tak ada yang seperti Kenanga dan kini ia bingung harus mencari kemana wanita itu. Ponsel Gentala berbunyi dan seseorang dari label rekaman menelponnya. Usai menerima telpon, Gentala membayar dan langsung pergi meninggalkan Lou yang tidak ia kenal yang tidak berencana pulang.

Gentala menuju ke cafe perpustakaan, tempatnya membuat janji dengan salah satu bos label rekaman. Ia masuk dan segera mencari teman yang ia maksud, namun matanya malah menangkap sosok yang sudah lama sekali tidak ia lihat. Kenanga duduk sendiri sambil melamun melihat pemandangan dari luar jendela. Gentala menoleh ke kiri dan kanan.

"Ngapain dia disini?" ia menyengir dan ingin menghampiri ketika sebuah suara mengagetkannya. Bos label rekaman itu menghampiri dan menariknya ke kursi tidak jauh dari Kenanga. Gentala masih sesekali melirik sambil terus mendengarkan pembicaraan mengenai kerjasama album. Ia hanya mengangguk dengan ujung mata sesekali melihat pada Kenanga.

Kenanga bangun tiba-tiba mengambil gelas kopinya dan berjalan keluar cafe. Gentala buru-buru menutup pembicaraan dan berjanji akan menelpon. Diluar cuaca sedang tidak bagus, angin kencang dan hujan sudah terjadi dua hari ini. Dengan rambut yang dikibaskan angin, Gentala mencari ke semua arah, ia kehilangan Kenanga sampai ia melihat Kenanga tengah berjalan hendak masuk ke mobilnya.

Sesuatu yang tidak disangka terjadi, ia dijambret seseorang di depan Gentala. Kenanga yang kaget dan terjatuh karena tas tangannya di ambil paksa hanya bisa meminta tolong. Dan Gentala dalam posisinya mengejar lebih mudah sambil menangkap salah satu pria yang berada di belakang motor. Ia menghajar penjambret itu dan temannya yang satu sudah kabur. Setelah seorang satpam mengamankan penjambret itu, Gentala mengambil tas milik Kenanga dan berlari menghampirinya.

"Ini tas kamu!" ujar Gentala menyodorkan tas pada Kenanga yang sudah menunduk dan menangis. Kenanga menaikkan pandangannya.

"Elo kan..." Kenanga menunjuk pada Gentala. Gentala dengan wajah ketus, mengambil salah satu tangan Kenanga dan memberikan tasnya. Gentala hendak pergi ketika Kenanga menghalanginya.

"Tunggu, makasih kamu udah nolongin aku," Gentala tidak menjawab dan hanya diam saja memperhatikan. Ia melihat lagi wajah Kenanga dan matanya memang terlihat seperti habis menangis.

"Cuacanya sedang gak bagus, sebaiknya kamu gak diluar rumah," ujar Gentala setelah agak mendekat. Kenanga hanya diam saja dan menunduk. Melihat wanita itu lagi, Gentala tidak bisa menahan keingintahuannya menanyakan kabar.

"Kamu gak papa?" tanya Gentala dan Kenanga yang menunduk menggeleng. Gentala menghela nafas sebelum menawarkan bantuannya.

"Kamu mau aku antar?" Kenanga melihat pada Gentala lagi, ia bingung harus menjawab apa. Ia tidak begitu mengenal pria itu, selain hanya tau mereka pernah jadi teman kencan semalam beberapa bulan lalu. Entah apa yang dipikirkan Kenanga, ia hanya mengangguk sewaktu Gentala menawarkan bantuan.

Gentala membuka pintu mobil Kenanga agar ia bisa masuk dan wanita itu melakukannya. Gentala pun berjalan berputar ke arah kemudi dan mulai menjalankan kendaraan milik Kenanga itu.

"Kamu gak bawa kendaraan?" tanya Kenanga begitu mereka keluar dari parkiran.

"Ada, nanti aku bisa suruh orang buat ambil. Yang penting kamu bisa pulang dengan selamat dulu," Kenanga sedikit tertegun dengan perhatian kecil yang ia dapat dari orang asing ini. Sudah lama ia tidak mendapatkan perhatian kecil dari siapapun. Sejak masalah yang membawanya pada jurang perceraian dengan Lou terjadi lebih dari sebulan lalu, Louis memperlakukan Kenanga selayaknya benda mati kini.

Tidak ada lagi kasih sayang seorang suami yang ia harapkan bisa didapatnya. Kenanga hanya memandang kosong pemandangan angin dan hujan di luar kaca mobil. Ia sudah tidak tidur nyenyak sejak masalah itu terjadi, kantung mata dan lingkar hitam bukan lagi menjadi perhatian Kenanga yang dulunya sering merawat diri.

"Kamu ada masalah?" tanya Gentala tiba-tiba. Kenanga tersadar dan menoleh pada Gentala. Ia hanya diam saja dan melihat ke arah luar lagi. Gentala memperhatikan Kenanga dan melihat cincin pernikahan di jari manisnya. Seolah ada rasa kecewa di hati Gentala setelah ia tau bahwa ternyata wanita yang pernah ia sukai ternyata sudah menikah.

"Kamu udah menikah?" tanya Gentala tanpa menoleh.

"Iya, empat bulan lalu," Gentala mendengus pelan dan mengangguk. Ia melepaskan nafas berat dan terus menyetir.

"Kamu tinggal dimana, biar aku antar" Kenanga menggeleng.

"Aku sedang gak mau pulang ke rumah. Aku mau pulang ke apartemenku aja," jawab Kenanga pelan dan Gentala sempat menoleh sekilas. Ia mengangguk dan masih mengingat dimana Kenanga tinggal.

Gentala mengantar Kenanga hingga di depan pintu apartemennya. Ia menyerahkan kunci sebelum Kenanga membuka pintu. Kenanga mengambil kunci mobilnya dan menatap Gentala dengan mata sedihnya sambil mengucapkan terima kasih.

"Makasih udah tolongin dan anterin aku," Gentala tidak memberi respon apapun. Kenanga masih memandang Gentala yang entah mengapa, tiba-tiba mendekat dan langsung mengulum bibir Kenanga. Dan entah kekuatan apa yang menahan Kenanga, membiarkan ciuman itu mengalir begitu saja.

"Aku gak bisa menahan diri, you're just too beautiful babygirl," bisik Gentala melepaskan sejenak mencium dan mencium Kenanga lagi. Gentala mendorong Kenanga hingga menempel ke pintu masuk sambil terus mencium dengan gairah yang tidak pernah lagi didapatkan Kenanga dari suaminya.

"No..." desah Kenanga mencoba menolak tapi ia terus menikmati ciuman manis dan panas dari Gentala yang tidak melepaskannya. Kini Gentala memalingkan wajahnya ke arah satunya, sambil terus memeluk, ia menekan tombol password yang dulu pernah ia buka.

"Gimana kamu tau...?" tanya Kenanga masih mendesah. Sambil terus mencium, Gentala mendorong Kenanga masuk ke apartemen itu.

"Aku pernah antar kamu dulu cantik, oh shit. Aku kangen banget sama kamu," Gentala malah menggendong dan terus mencium Kenanga. Kenanga seperti terhipnotis hingga Gentala meletakkannya di atas sofa. Tiba-tiba seolah diingatkan bahwa ia sudah menikah, Kenanga mulai melawan ketika Gentala mulai membuka pakaiannya.

"Jangan...ah jangan," tapi Gentala yang tidak bisa lagi menahan hasratnya sedikit memaksa sambil terus mengigit kecil leher dan tulang selangka Kenanga. Gentala membuka dengan cepat pakaiannya dan tangan Kenanga yang menghalanginya, ia cekal diatas kepala.

Hubungan itu terjadi begitu saja tanpa bisa dihindari lagi oleh Kenanga. Gentala kehilangan kendali pada dirinya dan terus memberikan kenikmatan yang tidak pernah lagi dirasakan Kenanga. Tak ada satupun dari mereka yang ingat, jika ada pernikahan diantara Kenanga dan Louis. Tapi ciuman Gentala begitu manis dan memabukkan dan dengan cincin kawin yang melingkar di jarinya, Kenanga meremas rambut Gentala yang membawanya ke puncak hubungan mereka.

MANSION WINTHROP

Arjoona masih sibuk dengan beberapa deadline yang tidak sempat ia selesaikan di kantor. Ia menyusun laporan dan masih membaca berkas dan mengetik di laptop di ruang tengah. Claire yang sudah pulang dan bersih mencoba menggoda suaminya dengan meletakkan kedua kakinya diatas paha Joona ketika ia sedang membaca.

Arjoona langsung menghela nafas dan menoleh pada Claire yang sudah senyum-senyum dari tadi.

"Ada apa princess?" Claire menyengir.

"Mulai sekarang, kamu gak boleh kerja kalo sedang dirumah," perintah Claire dengan seenaknya. Arjoona mengerutkan keningnya.

"Kenapa?"

"Karena kamu punya aku kalo sedang dirumah," Arjoona tersenyum dan tertawa kecil.

"Kalo laporanku gak selesai manager produksi marahin aku, lalu kamu akan marahin manager itu dan akhirnya kamu akan marahin aku," Claire hanya menyengir tanpa rasa bersalah. Ia malah menghentakkan kedua kakinya diatas paha Joona.

"Kapan lagi aku bisa marah-marah sama kamu kalo gak di kantor,"

"Kamu juga marah-marahin aku dirumah,"

"Gak!" potong Claire dengan nada protes. Ia mulai cemberut dan manyun. Arjoona hanya tersenyum saja menghadapi tingkah manja istrinya. Claire mulai menendang pelan kertas-kertas design dan laporan Joona hingga berserakan.

"Jangan Claire, ntar aku repot beresinnya," tegur Joona dengan nada lembut. Tapi Claire malah makin menyerakkan kertas-kertas itu. Arjoona hanya bisa meringis karena tidak bisa berbuat apa-apa. Claire kemudian menghampiri dan malah duduk di atas paha Joona. Dengan dress seksi babydoll dan rambut dikuncir, ia membuat Arjoona lupa pada laporan yang harus ia selesaikan sebelum besok pagi. Claire langsung mencium bibir Arjoona sambil memegang kedua sisi rahang sambil duduk diatas pinggulnya. Dan Arjoona menerima ciuman panas itu dengan balasan yang tak kalah agresif.

"Cantik," gumam Joona di sela ciumannya pada Claire. Dan Claire makin tersenyum mengulum bibir Arjoona. Ia mulai otomatis bergerak pada Arjoona dan Joona mulai tidak bisa mengendalikan dirinya. Ia terus meremas bagian belakang pakaian Claire dan tangannya mulai turun ke pinggul hingga pantat Claire. Ia meremas pelan sambil terus mendesah.

Ketika terus mencium dan ciuman Claire mulai pindah ke garis rahang Joona, mata Arjoona menangkap seorang pelayan yang ternyata sudah berdiri melebarkan mata melihat adegan ciuman panas itu. Arjoona langsung kaget dan melepaskan Claire dari pangkuannya. Pelayan itu pun langsung berbalik pergi dengan wajah merah. Claire dan Arjoona yang kaget hanya bisa tercekat dan malu. Arjoona menoleh pada Claire yang langsung bangun dari sofa dan buru-buru berjalan masuk kamar.

Arjoona langsung menutup mata dan menghempaskan kepalanya dengan rasa kesal dan malu. Mereka tertangkap basah sedang berciuman panas di ruang tengah oleh pelayan, sekarang tidak akan ada satupun lagi yang percaya jika mereka adalah musuh. Pelayan itu pasti akan melapor pada Gerald karena Arjoona sudah melanggar seluruh isi perjanjian pernikahan kontraknya dan itu membuat ia benar-benar kesal.

"Ah sial banget gue!" umpatnya pelan sambil meringis kesal.