"Sudah kak, kita lupakan masa lalu kakak ya? Ayo kita pergi jalan-jalan biar kita happy!"
Setelah kak Alin tenang kak Alin menangkupkan kedua tangan kak Alin di pipiku.
"Makasih sayang? Makasih sudah membuat kak Alin tenang, ayo kita berangkat!."
Sepanjang jalan kak Alin bagaikan patung, diam seribu bahasa sambil fokus menyetir, tangan kanan kak Alin di sandarkan di pintu mobil, ibu jari kak Alin menopang dagu, jari telunjuk kak Alin di gerak-gerakan ke hidung dan bibir tipis kak Alin.
"Kak Alin, kita mau kemana sih! Dari tadi kita muter-muter saja?."
"Iya kah?."
Lalu kak Alin menoleh ke kiri dan kanan kaca mobil seolah mencari sesuatu.
"Ya ampun Rani? Iya? Kita sudah terlewat jauh nich!.
Kak Alin menyugar rambutnya dengan frustasi.
"Kakak mau ngajak kamu makan stik disana tadi? Heh kok bisa ya kakak jadi gak fokus begini?."
"Sebenarnya kak Alin itu kenapa?."
"Nggak kenapa-napa, cuma akhir-akhir ini kakak gampang stres saja."
"Pasti ada penyebabnya kan kak?."
"Penyebabnya ya kamu?."
Kak Alin menjawab sambil tetap fokus menyetir.
"Kok aku sih kak?."
Aku pura-pura ngambek dan pura-pura nggak tau.
"Haish kamu ini ya Rani? Memang nggak peka banget sama kakak?."
"Nggak peka gemana?."
Tiba-tiba cup! Tiba-tiba kak Alin mengunci mulutku dengan bibirnya, aku kaget dan langsung terdiam, aku menoleh ke arah kak Alin sambil menutup bibir dengan jemari sambil melotot.
"Ha,ha,ha, nah kan langsung bisa diam! Dasar Rani bawel, Rani bawel, Rani baweeeel...hahahaha." kak Alin mengejek sambil mengacak-acak rambutku.
Aku memalingkan wajahku ke kaca jendela, pura-pura memperhatikan jalanan yang mulai rame, ya menjelang sore hari Jakarta selalu rame jalanan di padati oleh para karyawan yang baru pulang atau mau berangkat kerja.
Dan pengguna jalan lainnya, sampailah kami di gerai stik yang kak Alin maksudkan, kami masuk mengambil meja di ujung menghadap ke arah bahu jalan, ku sapu pandanganku ke seluruh ruangan ini, di depan meja tak jauh dari kami duduk, aku melihat sosok laki-laki dewasa dan ganteng, dalam hatiku berkata waaah kayaknya cowok ini cocok buat kak Alin, dia ganteng dan kak Alin cantik, usia mereka kayaknya sepadan, dan kalau di lihat dari penampilan dia cowok yang tajir juga.
"Kak Alin?." Aku berbisik sama kak Alin.
"Iiih, apasih kamu! ngomong yang bagus kenapa jangan pake acara bisik-bisik."
"Sssttt," aku menaruh jari telunjuk di bibirku.
"Dasar anak kecil, ada apa sih!."
"Kak Alin coba noleh ke belakang?." Lalu kak Alin menurut apa yang aku intruksikan.
"Apa? nggak ada apa-apa di belakang?."
"Haduh kakak ini? nggak peka banget sih!."
"Nggak peka gemana?."
"Itu kak! Di meja no 3 di belakang Kaka, coba kakak noleh sekali lagi!." Lalu kak Alin menoleh.
"Memang nggak ada apa-apa kok!."
"Ya ampun kak Alin? Kakak nggak nampak ada cowok seganteng itu?."
Kembali kak Alin menoleh, aku melihat cowok itu menganggukan kepala sambil melambaikan tangannya, dengan cepat aku membalas lambaian tangannya, dengan harapan cowok itu mau mendekat dan duduk bersama kami, gayung pun bersambut aku melihat cowok itu berjalan mendekat ke arah meja kami.
"Permisi? Bisa saya ikut gabung dengan kalian?."
"oh boleh silahkan? Dengan senang hati." jawabku
"Hallo? Namaku Doni?."
"Saya Rani! dan ini kakak saya namanya Alin, lengkapnya Alin Annchi Fung."
"Alin Annchi Fung?." Iya benar jawabku sambil melirik kak Alin, namun kak Alin nggak ada respon Sama sekali bahkan kak Alin nampak nggak suka dengan kehadiaran bang Doni.
"Alin Annchi Fung, namanya mirip sama teman SMA saya dulu, dia adiknya Abang Jimmy teman satu tim futsal, tapi sayang entah dimana dia sekarang."
Bang Doni berkata sambil menatap Kak Alin lekat, di dalam sorot mata bang Doni aku menemukan sorot bahagia, apakah bang Doni itu benar teman SMA kak Alin dulu? Tapi kenapa kak Alin nampak biasa saja bahkan kayaknya kak Alin benar-benar tidak mengenal bang Doni.
"Okey kalau kedatangan saya mengganggu, saya pamit ya?"
"Oh iya silahkan."
Hatiku ingin mencegah kepergian bang Doni, namun aku takut dengan kak Alin, aku menangkap kayaknya ada yang di sembunyikan dari bang Doni.
Lalu bang Doni pergi meninggalkan kami, namun sebelum pergi tanpa sepengetahuan kak Alin bang Doni memberiku kartu nama dan memberi kode dengan kedipan mata dan code Call me, dan aku menjawab dengan anggukan saja.
"Kak Alin? Apa dia teman sekolah Kakak?."
"Kayaknya nggak dech, kakak nggak kenal dia, siapa tadi namanya? Doni?."
"iya namanya Doni Mahendra, tapi dia satu sekolah dengan kakak?."
"Entahlah Rani? Kakak nggak ingat lagi."
Mungkin benar kak Alin sudah nggak ingat lagi sama Doni Mahendra, nanti aku akan mencoba menghubungi bang Doni melalui no kontak ini, ya semoga Bang Doni bisa membantu aku menyembuhkan kak Alin dari penyimpangan sek ini, aku harus berusaha bisa melepaskan diri dari ancaman kak Alin.
Selesai makan stik kami pergi nonton film, aku sengaja memilih filem bertema percintaan yang romantis, sepanjang kami menonton aku memperhatikan ekspresi kak Alin, ya memang aku sengaja memilih film ini, agar kak Alin tau bahwa nggak semua laki-laki sama seperti yang kak Alin pikiran selama ini, aku berharap film ini bisa sedikit membantu merubah kak Alin.
Aku perhatikan kak Alin sangat menikmati tayangan film ini, beda dengan aku, aku sama nggak fokus sama sekali, sebab yang ada dikepalaku cuma ada pertanyaan bagaimana cara merubah kak Alin.
Selesai sudah kami menonton karena hari sudah menjelang tengah malam kamipun langsung pulang.
"Kak Alin? tadi film nya seru banget ya? Cowok tadi begitu mencintai pacarnya, dan cowok itu juga sangat romantis semoga Rani kelak bertemu cowok sebaik itu ya kak?."
Aku bicara sambil melirik kak Alin, dan kak Alin namun kak Alin diam saja.
"Ow iya Kak? Maaf kakak itu agamanya apa?."
"Nasrani kenapa memang?."
"Nggak papa kak, Rani pikir karena kakak cina agama kakak budha atau Kong hu Chu? Besok hari Minggu kan kak? Gemana setelah besok kita joging kakak Rani antar ke gereja?."
"Ngapain ke gereja? Apa kamu mau masuk Kristen?."
"Oh enggak Kak? Mana tau kakak mau beribadah dan nggak ada teman jadi Rani akan temani, cuma Rani nunggu di mobil aja nanti?."
"Bagus juga ide kamu, sudah lama juga kakak nggak ke gereja."
"Okey besok kita joging sebentar saja kak, biar ada persiapan kakak ke gereja."
Sepanjang jalan pulang aku mengulik sedikit tentang kehidupan kak Alin, akhirnya sampai sudah aku di mes dengan di antar kak Alin, kak Alin hanya mengantar aku sampai ke depan pintu saja, akupun langsung masuk menuju kamarku dan buru-buru menghubungi bang Doni.
[Selamat malam? ini Rani yang di kafe tadi!]
Aku tunggu beberapa menit belum ada jawaban, sambil menunggu jawaban aku memutuskan untuk pergi ke kamar mandi untuk cuci muka dan gosok Gigi, setelah selesai cuci muka dan gosok gigi juga ganti baju aku menjalankan sholat isya, setelah itu aku kembali melihat hp, dan ternyata sudah ada balasan pesan di wa ku dari bang Doni.
[Hai! Selamat malam juga?]
[Bang Doni lagi ngapain?]
[Lagi nunggu wa dari kamu?]
[Rani? Boleh bang Doni bertanya?]
[Iya silahkan]
[Apakah Alin itu rumahnya di pondok indah Blok Q no 123?]
[Iya bener]
[Nggak salah lagi berarti itu Alin yang selama ini aku cari?]
[Kenapa bang Doni mencari kak Alin? apakah bang Doni dulu mantan pacar kak Alin?]
[Bukan! Cuma saya pengagum rahasia Alin!]
[Pantesan kak Alin tadi nggak begitu mengenali bang Doni, masalahnya bang Doni cuma pengagum rahasia!]
[Iya Ran, aku dulu itu mencintai Alin dalam diam, aku nggak berani mengungkapkan perasaanku karena aku sadar siapa Alin dan siapa aku]
[Sungguh hari ini aku benar-benar nggak menyangka bisa bertemu Alin, padahal sudah berpuluh tahun aku mencarinya]
[Berpuluh tahun? Bang Doni menghabiskan waktu selama berpuluh tahun untuk mencari kak Alin?]
[Iya sebab sejak kelas 2 SMA Alin menghilang bak di telan bumi, sempat aku dengar Alin dulu pindah ke s'pore]
[Maaf bang apakah bang Doni mencintai kak Alin]
[Sangat! Aku sangat mencintainya, kalau tidak mencintai ngapain aku menunggu dan selama ini mencarinya, Alin itu cinta pertama ku, dia dulu bintang di sekolah kami, Alin cantik, baik, dan energik, Alin dulu memiliki rambut hitam dan lurus, rambut nya selalu di urai menutupi pinggangnya,Alin selalu berpenampilan feminim, bicara penuh hati-hati, dia juga sosok yang tenang juga lembut, pokoknya Alin sangat feminim]
[Aku tadi agak sangsi kalau itu Alin sebab dia sekarang benar-benar berubah, kenapa sekarang Alin berpenampilan layaknya cowok ya?]
[Panjang ceritanya bang yang menyebabkan kak Alin berubah]
[Kamu tau?]
[Iya tau bang]
[Mungkinkah pergaulan luar negri yang telah merubah Alin?]
[Bukan bang!]
[Lalu?]
[Aku takut menceritakan nya]
[Kenapa takut?]
[Bisakah Abang berjanji?]
[Janji apa]
[Kalau Rani cerita yang sebenarnya Abang mau membantu kami]
[Membantu maksudnya?]
[Iya membantu kami? aduh Rani jadi bingung bagaimana cara memulai bicara]
[Aku telpon saja ya Ran? Capek ngetik]
[Ok aku naik ke atas dulu bang, takut ganggu kawan kalau nelpon dikamar, ini orang sudah pada tidur semua!]
[Ok aku tunggu]
Setelah itu aku naik di atas ruko bangunan ini, sengaja aku mencari tempat tersembunyi agar nggak ada yang bisa mendengar. Tapi ternyata diatas angin sangat kencang dan sinyal jelek akhirnya aku memutuskan untuk nelpon di kamar mandi, semoga nggak ada yang mendengar batinku, dan aku kembali turun lalu langsung masuk ke kamar mandi, ku pakai head sheet ku, dan langsung menghubungi bang Doni.
"Hallo bang!"
"Lama banget Ran?."
"Iya mencari tempat yang aman dan nyaman ternyata susah."
"Jadi kamu dimana ini?."
"Aku dimakar mandi bang?"
"Dikamar mandi?"
"Iya?."
"Memang nggak dingin?."
"Sudah jangan pikirkan Rani? Sekarang kita fokus cerita masalah kak Alin aja bang!."
"Oke siap!."
"Jadi begini bang! sebelum kita lanjutkan pembicaraan Rani benar-benar ingin tau tentang perasaan bang Doni ke kak Alin!."
"Begini Rani? Sudah satu Minggu ini bang Doni di Jakarta ini, bang Doni selama ini tinggal di S'pore untuk bekerja, bang Doni sengaja datang ke Jakarta untuk mencari Alin, sebenarnya sebelum ini bang Doni sudah mencari Alin, tapi Alin menghilang bak di telan bumi, kabar terakhir dulu bang Doni dengar kak Alin di S'pore, untuk itulah aku mencoba buka usaha disana sambil mencari keberadaan Alin cuma hasilnya nihil