Chereads / Sisi Gelap Rani / Chapter 8 - 8. Strategi Rani

Chapter 8 - 8. Strategi Rani

Ku ambil nafas dalam-dalam, ku pejamkan mata sambil mengucapkan basmalah.

"Om, tante, bang Rio, dan Laras, Rani mengucapkan banyak terimakasih atas perhatian dan kasih sayang keluarga ini kepada Rani, namun akan mencoba bertahan dan akan mencoba menghindari segala sentuhan fisik dengan kak Alin, Insya Allah Rani nggak akan gegabah lagi."

Seandainya suatu hari nanti Rani nggak kuat, Rani janji Rani akan meminta bantuan keluarga ini.

Bang Rio menatapku dengan tatapan yang susah di artikan, namun aku sadar diri, siapa aku, dan aku juga nggak ingin semakin merepotkan keluarga ini.

Seandainya bang Rio memang benar menyukai ku, rasanya akupun nggak pantas untuk menerima nya, perbedaan kami bak Bumi dan langit, aku datang ke Jakarta untuk bekerja, untuk membangun mimpi yang sempat tertunda.

Dan aku harus bisa mewujudkan impianku, aku ingin kuliah, ingin menjadi guru, ingin membahagiakan kedua orang tuaku, dan ingin mengangkat derajat keluarga.

Aku ingin, seandainya aku pulang ke kampung nanti, aku pulang dengan membawa gelar sarjana, ya? Meskipun aku harus membanting tulang agar bisa mewujudkan segala impianku, aku akan mencoba terus berjuang, meski aku harus berjuang sendirian.

Tuhan? tolong aku? aku ingin menjadi hamba yang baik, aku juga ingin sukses, ku mohon kabulkanlah cita-cita ku.

Sepulang dari rumah Laras, aku berfikir keras, untuk membuat trik agar kak Alin dengan sendirinya akan membenci dan menghindari ku, bila mungkin? Kak Alin bisa normal kembali, dan aku akan menyelidiki penyebab kenapa kak Alin menjadi lesbi.

Namun, semua itu akan kau lakukan dengan cara yang halus, agar kak Alin tidak curiga, langkah pertama aku akan merubah penampilan ku, langkah kedua aku akan mengikuti kajian agama di sekolahku, langkah ketiga aku akan mengajak kak Alin berinteraksi dengan laki-laki, sebab kak Alin selama ini sangat membenci laki-laki.

Bismillah, semoga dengan perubahan sikap dan penampilan ku nanti, kak Alin dengan perlahan-lahan meninggalkan ku.

Tiba-tiba ada suara panggilan dari hp ku, aku melirik hp, ternyata nomer kak Alin yang masuk, ya siapa lagi yang nelpon kalau bukan kak Alin.

[Hallo Rani sayang? hari ini kamu dapat giliran libur kan? Kita jalan yuk?]

[Jalan kemana kak? Rani lagi pingin istirahat, bukankah baru Minggu kemaren kita jalan]

[Aihhh, kamu ini ya? akhir-akhir ini kamu malas banget diajak jalan! Kenapa sayang?]

[Nggak kenapa-napa kak, cuma kakak kan tau? Sebentar lagi Rani mau ada ujian kenaikan kelas?]

[Nah! Biar fikiran kamu fresh dan kamu happy makannya kakak ngajak kamu jalan-jalan, kita makan ya? atau shopping? atau kesalon? Kayaknya sudah lama kamu nggak pergi ke salon kan? Kan kulit kamu juga butuh perawatan?]

[Baik kak, Rani mandi dan ganti baju dulu ya kak?]

[Siap cantiiik, jangan lupa dandan yang cantik dan pake baju seksi ya?]

Howeeeekkk, rasanya aku ingin benar-benar muntah mendengar ucapan kak Alin, tapi demi lancarnya sebuah misi, aku menurut saja ajakan kak Alin. Tiga puluh menit berlalu, kak Alin sudah datang, aku akui kak Alin benar-benar cantik, rambut cepak, badan berisi dan tinggi, mata sipit, bibir sangat tipis, kulit kuning Langsat, dan ada tato kupu-kupu di leher kiri dan di bawah mata kaki.

"Kenapa Rani? Kamu nengokin kakak kayak gitu? Kamu kangen ya?."

"Ishhh, kak Alin Gr, siapa juga yang kangen." Jawabku sambil mencebik.

"Tapi memang kak Alin hari ini nampak cantik banget sumpah! Pasti banyak cowok yang suka sama kak Alin? pasti dulu kak Alin pacarnya banyak ya kak? Hanya saja kak Alin itu kayaknya jutek banget sama cowok, padahal Rani yakin kalau kak Alin ramah sama cowok, wuih pasti cowok-cowok pada rela ngantri demi dapetin hati kak Alin."

Aku perhatikan kak Alin terpaku menatap lekat wajahnya, dia memegangi pipi, lalu mengusap wajah sendiri yang ada di dalam pantulan cermin, lalu kak Alin menatap tubuhnya.

Tiba-tiba praaang, kak Alin melempar vas bunga ke cermin rias, serpihan kaca berhamburan kemana-mana, aku kaget dengan sikap kak Alin, kudekati kak Alin dan ku rengkuh pundaknya, kak Alin kenapa? Aku mendudukkan kak Alin di tepi ranjang, sengaja aku menjauhkan kak Alin dari meja rias, aku takut kak Alin berbuat di luar nalar.

Kak Alin menangis tergugu, aku makin bingung dan khawatir, kenapa kak Alin begini? Ada apa ini? Aku berdiri di samping kak Alin sambil ku usap-usap pundak nya, setelah kak Alin agak tenang aku mengambil air minum.

"Kak Alin kenapa? Kenapa kakak menangis apa ada ucapan Rani yang salah?."

Tiba-tiba kak Alin memeluk pinggangku, kak Alin membenamkan wajah di perutku, aku kasian. Lalu aku urai lekukan kak Alin, dan aku duduk dilantai sambil menatap wajah kak Alin.

Ku genggam kedua tangan kak Alin, dan ku sapu air mata di pipi kak Alin.

"Ceritalah Kak kalau ada yang perlu kakak ceritakan, Rani sayang kakak, Rani pasti akan membantu kakak, kak Alin percaya sama Rani kan kak?."

Kak Alin menatap mataku, mencari ketulusan dariku, aku yakinkan bahwa aku bisa memegang rahasia, dan pasti aku akan membantu melepas kesedihan kak Alin.

"Rani? Apakah kamu tahu kenapa kakak membenci laki-laki?."

"Rani nggak tau kak, mungkin kakak punya kisah sedih yang menyebabkan kakak bisa membenci laki-laki."

Aku menjawab dengan perasaan takut, ya takut kak Alin akan tersinggung.

"Apakah kak Alin pernah di khianati oleh laki-laki? Ditinggal menikah sama pacar kak Alin misalnya?."

"Bukan Rani? Namun kak Alin punya sebab tersendiri."

"Bolehkah Rani tau penyebab nya kak?."

Aku melihat kak Alin menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong, dari gurat wajahnya ku temukan ada benci dendam pokoknya emosi yang benar-benar membuncah, kak Alin memejamkan mata, seakan sedang memikirkan masalah yang sangat berat.

"Ya sudah kak, mungkin sangat berat bagi kakak untuk bercerita, ayo katanya kita jalan-jalan ngilangin suntuk!."

Tiba-tiba kak Alin memegang kedua tanganku dan menatap mataku.

"Rani? Dulu kakak adalah seorang gadis lugu seperti kamu, kak Alin cantik, dan kakak juga seorang bintang kelas, kakak juga aktif dalam organisasi sekolah, pokoknya kak Alin dulu sama persis seperti kamu, cantik, baik, pintar, dan banyak sekali yang mengidolakan kak Alin."

"Di senja hari pas kakak pulang les biola, waktu itu hujan sangat deras, papa yang biasanya menjemput kakak tepat waktu hari itu papa nggak kunjung datang, karena hari sudah makin gelap, dan tempat les biola sudah tutup kakak beranikan diri berjalan di tengah guyuran hujan."

"Niat kakak, kakak menunggu taxi, namun taxi yang di tunggu-tunggu nggak datang juga."

"Lalu datang segerombolan pemuda mendekati kakak, mereka semua sedang mabuk, dan mereka...mereka semua memperkosa kakak."

"Kakak di tinggal begitu saja oleh mereka di rumah kosong, baru keesokan harinya ada warga yg menemukan kakak dalam keadaan pingsan."

Kak Alin bercerita sambil menangis histeris, akupun ikut hanyut dalam cerita kak Alin, aku hanya bisa menenangkan sambil mengusap-usap kak Alin.

"Ssst, sudah kak, sudah jangan dilanjutkan lagi!."

Baru sepenggal cerita masa lalu kak Alin yang aku dengar, dan aku nggak kuat mendengar nya, aku juga nggak mau kalau kak Alin semakin terpuruk.