Chereads / Sisi Gelap Rani / Chapter 7 - 7. Dukungan Keluarga Laras

Chapter 7 - 7. Dukungan Keluarga Laras

"Begini paman, menurut Rio? sebaiknya Rani pindah sekolah dan resign dari tempat kerja Rani?."

"Masalahnya Rio nggak percaya dengan janji Alin, sangat impossible kalau Alin nggak ngapa-ngapain Rani selama satu tahun setengah kedepan nanti? Dan Rio takut semakin lama Rani berdekatan dengan Alin? Semakin besar kemungkinan suatu saat Rani bisa tertular perilaku salah Alin, bukankah kita tau! Kalau lesbi itu bisa menular? Meskipun kita awalnya normal, makannya sebelum semua terjadi sebaiknya kita pisah kan Rani dan Alin."

"Apalagi anak seperti Rani yang masih polos, dan belum pernah mengenal cinta dari seorang laki-laki itu justru malah lebih rentan untuk cepat tertular, benar begitu Rani? Benarkan kalau selama ini kamu belum pernah pacaran?."

Abang Rio menatapku, aku menunduk sambil mengangguk, ya memang selama ini aku sama sekali belum mengenal apa itu yang namanya cinta, ciuman pertama aku dapatkan justru dari kak Alin, dan aku menikmati nya, dan juga sekarang perasaan sayang ke kak Alin mulai tumbuh di dada ini. membayangkan aku berubah jadi lesbi sungguh membuatku ngeri.

Dulu di kampung kayaknya nggak ada yang menyukai ku, mana ada yang suka sama aku, aku dulu adalah gadis Kumal penjual sayur keliling, tukang cuci keliling, boro-boro mikirin pacaran, mikirin besok kami bisa makan apa enggak itu sudah membuatku nggak kuat.

Tiba-tiba aku teringat ibu ku, pengorbanan ibu sebagai buruh cuci dan buruh tani sungguh membuat ku sedih, sungguh aku sangat ingin membahagiakan nya, aku juga teringat akan bapakku, aku ingin di usianya yang semakin tua bapak tidak bekerja sebagai tukang becak lagi.

Teringat juga aku akan adik-adikku, aku ingin mereka tidak merasai apa yang aku rasakan dulu, dulu aku sekolah memakai sepatu dan tas yang penuh jahitan, baju seragam juga tak nampak lagi warna putihnya, aku sekolah berjalan kaki sambil membawa gorengan dan kueh tradisional buatan ibu yang aku titipkan di kantin sekolah, aku sekolah tak pernah membawa uang saku hanya bekal air minum dan nasi yang aku bawa sebagai pengganti jajan.

Tuhan? Bagaimana mungkin aku resign dari tempat kerja? Sedangkan gaji kerjaku itu untuk memenuhi semua kebutuhan adik-adik ku.

"Maaf bang Rio? Kalau Rani resign nanti siapa yang akan membantu ekonomi keluarga Rani? Dengan apa nanti orng tua Rani membayar biaya sekolah adik-adik? Kalau Rani pindah sekolah Rani pindah kemana? Kalau pindah kerja juga kerja dimana? Sebab semua gaji Rani selama ini Rani kirim semua ke kampung, Rani disini bertahan dengan uang saku pemberian kak Alin, dan uang tips dari para pengunjung kafe, dan uang itu juga Rani tabung untuk biaya kuliah Rani nanti?."

"Di Jakarta Rani cuma punya paman dan bibi, paman hanya bekerja sebagai satpam dan bibi bekerja di pabrik."

Aku terisak pilu meratapi nasib hidup ini, apa salahku tuhan? Sehingga kemiskinan dan kemalangan selalu mewarnai hidupku? aku hanya ingin merubah nasib, aku hanya ingin membahagiakan adik-adik dan kedua orang tuaku.

Bunda Laras mengusap kepalaku dengan lembut, lalu bunda Laras bicara dengan sangat hati-hati.

"Begini Rani? Ini demi keselamatan dan masa depanmu, apakah Rani mau mengorbankan diri Rani melayani perempuan laknat itu demi keluarga Rani?."

"Rani dengarkan nasehat bunda? Barang siapa dari umatku, yang mengerjakan perbuatan kaum Luth, kemudian mati dalam keadaan itu, maka dia hanya akan menunggu hingga di letakkan di liang lahatnya, dan jika telah di letakan di dalamnya. Maka tidak berakhir 3(hari) kecuali bumi memuntahkannya.

Dan mengirimkannya bergabung dengan tulang belulang kaum Luth, kelak di hari kiamat diapun akan di bangkitkan bersama mereka.

(Mizanul Hikmah, jilid 4 halaman 128 hadits no. 5718)

Dan lesbi atau istilah sekarang LGBT itu sudah terjadi sejak zaman nabi Luth as, semua kisah tentang kaum nabi Luth sudah di ceritakan semua di dalam Al-Qur'an salah satunya di dalam Qs: Al-A'raf ayat 80-81

"Dan Rani kenapa hubungan sejenis itu dilarang oleh Allah itu akan menyebabkan terputusnya keturunan, rusaknya hukum, dan ambruknya dunia ini tertera di dalam hadits juga bukan kata bunda!."

"Bayangkan Rani? Bayangkan! Kalau kamu di cumbu rayu oleh kak Alin, apa kamu nggak geli? Kak Alin itu perempuan? Apa kamu mau seperti kaumnya Nabi Luth? apa kamu mau dunia ini akan hancur gara-gara satu kesalahan mu? resapi Rani? resapi nasehat bunda ini?."

"Ingatlah akan kematian Rani? Apakah kamu bisa tau sampai kapan Allah memberikan kamu umur? Bagaimana nanti kalau kamu habis bercumbu dengan Alin lantas malaikat pencabut nyawa datang mencabut nyawamu? Apakah keluarga mu akan bisa menyelamatkan mu? Sedang kamu sudah korbankan hidup dan matimu untuk mereka? lalu siapa yang akan menolong akkeratmu Rani? Siapa?."

"Ayah? Bunda setuju dengan usulan Rio, sebaiknya Rani segera resign dan pindah dari sekolah itu! nanti bunda akan urus semua kepindahan Rani, dan bunda akan mencarikan Rani pekerjaan lain."

Tiba-tiba Laras memotong ucapan bundanya.

"Tapi bunda? Bukannya Laras nggak setuju dengan ide bang Rio! Cuma Laras ingat dengan ancaman kak Alin, bahwa kak Alin akan melenyapkan Rani dan keluarga Rani. Bagaimana kalau itu terjadi Bunda?."

"Lebih baik Rani mati dalam keadaan mempertahankan kesucian dan aqidahnya, dari pada Rani harus hidup di dalam limbah penuh dosa, itu menurut bunda!."

"Hem? Ayah setuju dengan Bunda, namun semua keputusan ada di tangan Rani! Kita hanya bisa mengingatkan, menasehati dan membantu semampu kita, bagaimana Rani? Apa keputusan mu?."

Aku diam dan berfikir, semua yang di katakan bunda Laras sungguh membuat bulu kudukku merinding, aku takut mati dalam keadaan kenistaan, tapi kalau aku meundur sekarang aku takut ancaman kak Alin benar-benar di laksanakan! Aku tau kak Alin tidak main-main dalam mengatakannya, aku sudah kenal kak Alin cukup lama dan kak Alin orangnya selalu komitmen.

"Maafkan Rani Om, Tante, tapi Rani nggak mau keluarga Rani menjadi sasaran kak Alin, Rani akan mencoba bertahan, Rani masih mau tetap bekerja dan sekolah disana, Rani nggak mau menyusahkan keluarga Om dan Tante."

"Tidak Rani kami tidak merasa di susahkan, kami ikhlas membantu, kalau memang itu keputusanmu? Kami bisa apa? Jaga dirimu baik-baik! Ingat! Jangan sampai kak Alin tau tentang hp yang bunda Laras kasih ya?."

"Kemanapun kamu pergi jangan lupa bawa hp itu, agar suatu saat ada hal buruk menimpamu? Kamu bisa menghubungi kami dan kami bisa bergerak dengan cepat."

Ayah Laras berbicara dengan sorot mata yang penuh prihatin, aku merasa Ayah Laras menyesali semua keputusan ku.

"Ayah Laras punya ide? Bagaimana kalau babang Rio ganteng saja yang menyelamatkan Rani?."

"Maksud Laras?."

Ucap bang Rio sambil memajukan kursi, mungkin penasaran, mungkin kaget, itu yang aku tangkap dari gestur tubuh bang Rio.

"Bang Rio? Laras itu tau kok kalau bang Rio suka sama Rani! dan Laras juga tau kalau bang Rio suka curi-curi pandang sama bang Rio!."

Semua mata memandang bang Rio, dan aku lihat muka bang Rio berubah jadi merah padam, karena merasa di hakimi oleh tatapan kami.

"Emm..i-iini Om, tante, itu nggak benar." Ucap bang Rio.

Bunda dan ayah Laras menatap bang Rio sambil tersenyum simpul .

"Udahlah Babang Rio yang ganteng? akui saja? nggak usah Abang malu-malu gitu? Lihat tuh muka bang Rio kan malah jadi malu-maluin."

Mendengar ucapan Laras yang memojokan bang Rio, aku jadi malu dan ku tundukan kepalaku, rasanya mukaku sangat panas, mungkin sekarang mukaku kaya kepiting rebus, merah padam, sungguh! aku merutuki ucapan Laras tadi.

"Lihat-lihat Bunda, lihat ayah! Lihatlah Rani! Dia juga malu-malu, Laras tau kok Bunda? sebenarnya Rani juga suka sama bang Rio ku yang genteng ini?."

"Hust! Laras! Sudah kamu jangan bercanda terus, kasihan tuh Rio dan Rani jadi salah tingkah begitu!." Ucap bunda menengahi.

"Apa benar yang Laras katakan itu Rio?."

"Tidak Om itu cuma karangan Laras saja!."

"Heh! Bang Rio ini? Sudah Laras bantu juga, masih saja jaim!."

Laras berkata sambil mengerucutkan bibirnya, aku tersenyum, sungguh dadaku bagai di penuhi bunga-bunga mawar, aku beranikan diri melirik bang Rio, dan ternyata bang Rio juga sedang melirikku.

"Cie,cie, lihat lah yah! Mereka curi-curi pandang lho!."

Bang Rio mengambil tisue, lalu di remas dan bang Rio lempar kan tisue itu ke arah Laras, Laras membalas lemparan tisue itu, dengan menjulurkan lidah dan mata di kedip-kedip kan.

"Sudah-sudah kerjaan kalian itu bercanda saja! nggak tau tempat, nggak tau waktu, ini waktunya serius bukan waktunya bercanda!."

"Baik Rani? Jadi bagaimana keputusan mu! Om menghargai semua keputusan mu nanti, om yakin Rani bisa konsisten dengan keputusan Rani nanti."