Chereads / Sisi Gelap Rani / Chapter 3 - 3. Hari Pertama Sekolah

Chapter 3 - 3. Hari Pertama Sekolah

Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah, aku memiliki teman satu bangku bernama nimas Larasati, dia anak yang cantik, baik, pintar juga menyenangkan, Laras juga tidak sombong, meskipun katanya Laras adalah anak seorang pejabat di negri ini.

hari demi hari ku lalui, pagi sampai siang aku di sekolah, dan sore sampai menjelang tengah malam bekerja di kafe, kuatur jadwal belajar dengan sedemikian rupa, bahkan terkadang di antara waktu senggang di kafeku pergunakan untuk belajar.

Seperti pesan kak Alin yang mengharapkan aku memberi nilai-nilai tinggi itu juga bisa aku penuhi, di kelas aku masuk ke peringkat 5 besar dan selalu menduduki peringkat di bawah Laras, kalau Laras peringkat 2 maka aku peringkat tiga.

Semakin hari persahabatan kami semakin erat, aku tak segan-segan bercerita ke Laras tentang pekerjaan, bahwa aku hanyalah seorang waiters di sebuah kafe, aku juga bercerita bahwa aku bisa bersekolah disini atas kebaikan hati kak Alin.

Mengetahui latar belakangku, Laras justru malah salut, terkadang di waktu libur Laras mengajak aku untuk bermain di rumahnya, Laras juga menceritakan semua tentang aku kepada ayah juga bundanya, sungguh sangat bersyukur sebab selalu di pertemukan oleh orang-orang yang baik di Jakarta ini.

Suatu hari saat aku sedang mengerjakan tugas di rumah Laras, Laras memperkenalkanku dengan Abang sepupunya bernama Rio, namanya Rio Ramadhan, beliau adalah seorang polisi, kesan pertama yang aku lihat dalam diri bang Rio, tampan, ramah, dan alim.

Abang Rio sering mengajak kami berdialog soal agama, rasanya adem kalau mendengar tauziah bang Rio, sebab jujur saja, masalah agama aku sangat Nol, dikampung nggak pernah ngaji, sebenarnya pingin ngaji seperti teman-teman sebaya, tapi kemiskinan keluarga membuatku tidak punya waktu dan biaya untuk belajar di TPA.

Setiap pulang sekolah aku membantu ibu jualan sayur Mateng keliling, dan gorengan keliling, kadang juga membantu ibu untuk mencuci pakaian para tetangga, aku tak pernah merasa sedih ataupun malu dengan keadaan ini toh aku mencari uang dengan cara halal.

Untuk itulah kenapa aku memiliki cita-cita menjadi guru, sebab ingin menolong anak-anak yang memiliki nasib sepertiku, bicara soal kampung jadi teringat, betapa bapak dan ibu sangat gembira saat aku bercerita disini bisa melanjutkan sekolah ke jenjang SMA, apalagi bisa setiap bulan dengan rutin mengirim semua uang gaji untuk mereka.

Sebenarnya bapak dan ibu nggak terlalu mengharapkan kiriman uang, katanya mendengar sekolah lagi mereka sudah sangat beruntung, tapiku yakinkan, meski rutin mengirim uang disini tidak kekurangan, sebab uang saku dari kak Alin sudah cukup bisa untuk menyambung hidup di Jakarta.

Hari ini libur kenaikan kelas sudah datang, kak Alin mengajak berlibur di Ancol, katanya untuk merayakan kemenangan sebab aku bisa meraih peringkat kedua, dan Laras katanya juga mau liburan ke Ancol bersama bang Rio, baguslah semoga disana nanti kami bisa bertemu.

Saat kami sedang menikmati senja di tepi pantai ancol tiba-tiba ada yang memanggilku.

"Rani ...."

Aku menoleh ku lihat Laras bersama bang Rio datang, sungguh Laras nampak sangat cantik, memakai gamis merah hati dan jilabab Salem, sungguh menambah keanggunan dan nilai plus tersendiri menurut ku, hatiku merasa malu dengan Laras dan bang Rio, sebab aku memakai celana diatas lutut dan balutan kaos yang menonjolkan semua lekuk tubuh, pipiku juga terasa panas mungkin sudah memerah saat mataku bersitatap dengan mata tajam bang Rio, sorot matanya seakan mengatakan tidak setuju dengan pakaian yang aku kenakan, aku malu sungguh sangat malu, entah mengapa baru kali ini merasakan rasa malu seperti ini.

"Ehemmm ...."

Kak Alin mengejutkanku.

"Siapa mereka rani?"

Kak alin menatapku dengan tajam, sorot kebencian terpancar jelas di bening mata kak alin.

"Emmm, kenalkan kak, ini Laras, dan bang Rio, Laras teman satu bangku Rani, dan bang Rio Abang sepupu Laras"

Laras mengulurkan tangan untuk berkenalan dengan kak alin

"Laras"

"Rio"

Laras memperkenalkan diri sambil menjabat tangan kak Alin, tapi bang Rio cuma menangkupkan kedua tangannya di depan dada, bang Rio nggak mau bersalaman dengan kak Alin, seperti kata bang Rio bersentuhan kulit dengan yang bukan mahram itu nggak boleh.

"Boleh kami gabung Tante?" kata Laras.

"Oh boleh silahkan, Tante juga ingin tau lebih jauh tentang Rani di sekolah, bagaimana Laras apakah Rani disekolah termasuk anak yang bandel atau sebaliknya"

"Oh ... enggak Tante Rani disamping dia bintang kelas, dia anak yang baik, ramah, rajin, dan suka mbantu, untuk itulah Rani disukai oleh semua guru, juga teman sekelas kami."

"Begitu juga dengan bang Rio, agaknya bang Rio juga menyukai Rani."

potong kak alin menyela ucapan Laras, sambil menatap tajam bang Rio.

"Ingat Rani, kamu nggak boleh pacaran ataupun bermain api, sebab kalau berani bermain api kamu bisa dibakar oleh api permainanmu itu"

Kami semua terdiam, tak mengerti apa yang kak Alin maksudkan, karena suasana sangat tegang dan kaku, bang Rio berpamitan kepada kami, sebelum bang Rio pergi dia membisikan sesuatu di telingaku.

"Jaga diri baik-baik ya Rani, ingat buah manis pasti berulat"

Aku menatap punggung bang Rio sambil mencerna kata-kata bang Rio, buah manis pasti berulat?, Apa maksudnya, siap buah itu, dan siapa yang jadi ulat itu, dan tanpa sengaja aku melirik kak Alin, yang sedang menatap frustasi ke arah bang Rio juga Laras.

Setelah bang Rio dan Laras pergi, kak Alin mengajakku pulang, entah kenapa sejak kedatangan Laras dan bang Rio kak Alin jadi pendiam, dia seakan memiliki beban yang berat di matanya.

POV Alin.

Aku harus menyelidiki siapa Rio, firasatku mengatakan Rio dan Rani ada hubungan special, kalau aku melihat Rani dia masih sangat polos dan pasti tidak sadar dengan arti tatapan rio, tapi aku bisa merasakan Rio menyukai Rani, tidak ... tidak ... aku tak mau Rani bernasib seperti aku, dia jatuh cinta sama laki-laki, dan nanti Rani di campakan, terus Rani menderita, lalu bunuh diri, atau Rani ....

Argh ... tidak ... tidak ada satu laki-laki pun yang boleh mendekati dan menyakiti Rani, tidak Rani tidak boleh bernasib sepertiku, aku menangis meraung Raung mengingat masa lalu, dulu aku adalah seorang gadis lugu seperti Rani, otakku cerdas seperti Rani, aku juga pernah menjadi bintang kelas seperti Rani, namun .., semua itu hancur ... hancur ... aku ingin membunuh semua laki-laki di dunia ini, sebab karena laki-laki hidupku jadi begini, aku kehilangan kewarasanku.

ya .., memori itu tak akan pernah berhenti berputar di otakku, aku ingat ... di senja hari sepulang les biola, waktu itu hujan sangat lebat, aku kedinginan di halte bis, dan sialnya tak ada satu taxi pun yang lewat, papa yang biasanya menjemput entah kenapa tak juga menjemput.

Aku menggigil kedinginan dan ketakutan,saat itu datang segerombolan preman mendekat. dia menodongkan pisau menyuruhku memasuki rumah kosong di seberang halte, aku teriak ketakutan, meminta tolong, namun teriakanku di telan hujan senja itu.

Salah satu preman menamparku, lalu membopong dan membawa ke rumah kosong, keesokan harinya aku ditemukan oleh pemulung, dalam keadaan telanjang tanpa satu helai benangpun menutup tubuhku, ya .., sejak saat itu hidupku terasa hancur, aku ingin mati, tapi tak bisa mati, sejak saat itu aku takut dan membenci laki-laki, namun aku selalu ingin melindungi kaum perempuan, tidak .., Rani adalah milikku, Rani tidak boleh merasai sakit yang pernah aku rasakan.

Pov Rani

Kayaknya kak Alin benar-benar tidak menyukai bang Rio, tapi apa masalahnya, bukankah bang Rio baik, tapi ya sudahlah, pasti maksud kak Alin baik, mungkin takut aku jatuh cinta pada bang Rio, dan takut aku nggak fokus sekolah, mulai sekarang aku mau menghindari bang Rio, demi kak alin dan demi cita-cita ku.