Chereads / Pesona Bidadari / Chapter 4 - 4. Bingung

Chapter 4 - 4. Bingung

"Ah.. sudah siang.. Mengapa aku sampai kesiangan.." teriakku sambil berlari ke kamar mandi. Gara-gara mimpi semalam bertemu dengan lelaki itu yang membuatku panas dingin. Mandi ekspres kilat yang penting bersih dan wangi, hehe. Kemudian aku bersiap menuju tempat kerjaku tanpa sarapan pagi.

Ah.. Akhirnya sampai juga. Dengan napas yang terengah-engah aku menuju lift dan menekan tombol lantai yang ku tuju. "Semoga Bos belum sampai," ucapku dalam hati sambil merapalkan doa agar selamat.

Ting

Pintu lift terbuka lebar. Aku mencari tempat dimana mejaku berada. Setelah ketemu, kuletakkan tas ku dan beranjak ke dapur di belakang ruangan ini untuk membuat kopi yang akan di minum bos. Aku lupa menanyakan pada lelaki itu kopi kesukaan bos. Bos lebih suka kopi pahit atau manis. Ah bodohnya aku.

Setelah selesai membuat kopi, aku menuju ruangan bos. Ku ketuk pintu dan ku buka pintu ruangannya perlahan, berharap bis belum datang. Ah.. aku lega, bos belum datang. Sambil tersenyum aku bernyanyi, aku letakkan kopi buatanku di atas meja dan merapikan semua berkas agar tertata rapi.

Saat aku akan membersihkan sofa ruang tamu, aku sangat terkejut. Aku melihat lelaki itu duduk di sudut sofa sambil memperhatikan ku. Apakah dia sudah berada disitu dari tadi? Betapa malunya aku. Apalagi aku tadi bernyanyi seolah-olah tidak ada yang melihatku.

"Suaramu bagus. Mulai pagi ini aku ingin kau selalu bernyanyi untukku. Oya, bawalah kopi itu kemari. Aku ingin tahu, seberapa pandainya kamu membuat kopi untukku," kata lelaki itu membuyarkan keterkejutan ku.

"Ba-baik Pak," jawabku dan segera mengambil apa yang di perintahkan olehnya.

"Ini Pak, kopinya. Semoga sesuai dengan selera Bapak," kataku sambil menyerahkan kopi kepada lelaki itu.

"Apakah lelaki itu bos di sini? Mengapa tingkahnya seperti bos besar saja?" kataku dalam hati.

"Hm, lumayan. Saya rasa kopi buatanmu bisa ku minum setiap hari. O ya, Arumi. Apa jadwalku hari ini?" tanyanya kemudian padaku. Wah jadi benar, dia CEO perusahaan ini. Tak terasa wajahku memerah karena malu yang teramat sangat. Betapa tidak, aku sudah kesiangan, bernyanyi saat merapikan. Ah... ingin rasanya bersembunyi di lubang yang gelap dan menghilang.

"Mengapa kau masih diam saja, Arumi? Mengapa mukamu memerah?" tanyanya padaku kemudian.

"Ma-maaf Pak. Saya terkejut karena ternyata Bapak CEO disini. Apalagi saya berangkat kesiangan. Maaf sekali lagi, Pak," kataku sambil membungkukkan badan.

Lelaki itu beranjak dari duduknya, kemudian berjalan mendekati ku. Jarak di antara kami terlalu dekat, membuat ku tak bisa bernapas. Pandangan mata kami bertemu.

"Namaku Devan. Aku CEO disini. Dan kau adalah sekretaris juga asisten pribadiku. Semua kebutuhan ku baik pekerjaan maupun personal, Kau yang mengerjakan. Aku harap Kau mengerti apa yang harus kau kerjakan dan Kau lakukan, Arumi," katanya sambil mendekatkan mukanya padaku. Nafasnya yang harum membelai wajahku. Kata-katanya yang lembut tapi tegas seakan membuaiku. Harum tubuhnya menyeruak saat tatapan matanya yang tajam menelusuri wajahku. Mukaku semakin memerah, jantungku berpacu lebih cepat. Kemudian dia menjauh dariku dan melangkah menuju ke kursi kebesaran nya. Dia memandangku tajam, seolah-olah ingin memakanku.

Aku terbangun dari keterkejutan ku. Lalu segera menghadap ke arahnya dan membacakan agenda kerjanya hari ini. Kemudian aku menanyakan apa yang di butuhkannya agar segera bisa ku siapkan.

"Terima kasih, Arumi. Tolong siapkan berkas untuk meeting pagi ini. Dan jangan lupa beritahukan agar para direksi segera berkumpul, dan tepat jam 9 meeting di mulai. Kau ikut denganku pada meeting nanti. Catat segala hal yang terjadi selama meeting nanti," ucapnya dingin dan ekspresinya datar seolah-olah tidak ada yang terjadi tadi.

"Baik Pak Devan. Segera Saya siapkan," kataku dan melangkah keluar ruangan menuju mejaku berada. Kemudian segera ku kerjakan apa yang di perintahkan nya.

Tepat jam 9 kami sudah berada di ruang meeting. Segera meeting pagi itu di mulai. Aku melihat wajah para direksi yang nampak tegang saat Devan mulai membicarakan tentang kurangnya dana yang masuk pada eksport barang akhir minggu lalu. Kulihat wajah Devan yang dingin dan kata-katanya yang tajam menusuk. Ah ternyata seperti ini rasa yang di bicarakan para staff disini kemarin. Aku mencatat rapi semua isi meeting pagi itu agar nanti bisa melaporkannya dengan baik.

Selesai meeting pagi itu yang memakan waktu hingga lewat makan siang, kami berdua kembali ke ruangan kami. Sebelum aku masuk ke ruangan ku, Devan memanggilku.

"Arumi, bisa datang ke ruangan ku?" kata Devan padaku.

"Bisa Pak," jawabku sambil mengikuti langkahnya menuju ruang dimana tempatnya berada.

"Ada yang bisa Saya bantu, Pak?" tanyaku setelah kami sudah di dalam. Kemudian dia menatapku lembut. Seulas senyum terbetik di wajah tampannya. Hilang sudah kesan dingin dan keras yang dia tunjukkan selama meeting tadi.

"Kita belum makan siang. Bisakah Kamu pesankan makanan untukku? Pesankan makanan untukku dan juga untukmu dengan menu yang sama. Minta diantarkan langsung kesini. Kita bisa makan di ruangan ku," jelasnya padaku. Aku tercengang, bos memintaku untuk makan bersamanya disini.

"Bapak ingin makan apa?" tanyaku kemudian.

"Apa yang Kamu suka itu yang Ku makan," jawabnya sambil melihat laptop di mejanya. Aku terkejut mendengar jawabannya. Devan, CEO perusahaan besar mau makan makanan yang sama denganku?

"Enaknya kalau siang begini makan sup dan ayam goreng. Bapak mau?" tanyaku lagi. Sejenak dia menatapku sambil tersenyum.

"Ok, sepertinya pilihanmu membangkitkan selera makanku," jawabnya dengan wajah tersenyum.

Aku segera keluar dari ruangannya. Kemudian memesan makanan yang tadi sudah diiyakan olehnya. Sambil menunggu pesanan datang, aku membuka berkas yang harus di tandatangani bos. Aku berpikir mengapa sikap Devan selalu berubah-rubah. Mengapa sikapnya padaku juga selalu berubah-ubah? Bingung ...

Ahhh.. pusing..

He he si Arumi mulai pusing nih mikirin si bos Devan.

Apalagi ya yang akan terjadi.

Author harap masukan, kritikan para readers ya..

Jangan lupa power stonenya

šŸ˜