Mamah mertua
"halo, mah…. Ini Mora! Maaf mah jika Mora mengganggu, mamah apa kabar?" Mora dengan nada yang sangat lembut.
"halo Bu? Maaf nyonya sedang istirahat! Mohon jangan menguhubungi dahulu yah! Takut nya ibu terbangun!" jawab seseorang di ujung telpon.
Huhhhmmmmmmmm, Mora terdengar menghela nafas sangat panjang, menandakan Betapa jantung nya berdetak kencang menantikan telpon nya diangkat oleh sang mertua.
Tapi ternyata yang mengangkat telpon ialah asisten rumah tangga mamah nya.
Mora pun menitipkan salam untuk mamah nya.
"tolong sampaikan ke mamah perihal saya meminta maaf tadi tidak mengangkat telpon nya, dan juga sampaikan ke mamah untuk beristirahat yang cukup, salam kepada mamah dari mas Andre dan juga saya, kami disini merindukan mamah! " Mora mengakhiri pembicaraan di telpon.
Kilas balik,
Dulu saat pertama dipermukaan oleh mas Andre, Masih ingat jelas ekspresi mamah saat melihat ku pertama kali.
Matanya dengan tajam menatap aku, memperhatikan aku penampiluku, pakaian yang aku kenakan dari ujung kaki sampai ke ujung rambut.
Tak luput dari tatapan atau pandangan menukik nya.
Sikap nya yang terlihat manis dan hangat tapi hanya saat didepan Andre, jika Andre tak ada mamah bersikap sangat kasar dan juga cuek padaku.
Padahal aku tak bersikap buruk padanya, yang apalagi aku sudah menganggap dia sebagai mamah ku, mamah mertua yang ku harap juga menganggap ku sebagai anaknya, anak kandung nya juga. "
Tapi benar kata pepatah, seenak-enaknya mertua jauh lebih enak orang tua sendiri.
Mamah selalu menatap ku dengan tatapan menohok hingga sekarang, hingga sekarang tatapan yang ia berikan tetap sama.
Seperti lebaran kemarin, dimana aku dan mas Andre berkunjung ke rumah mamah yang berada di Palembang.
Mamah menyambut kedatangan kami dengan hangat, memeluk mas Andre dengan erat, dan menciumi mas Andre tiada henti.
Sedangkan giliran ku, huh, aku menyambut tangannya pun, ia terlihat risih.
Sebenarnya sejak awal aku tahu, mamah memperlakukan aku akan seperti apa, karena aku sadar, sadar akan status sosial ku yang berbeda.
Dulu, di hari lamaran ku, orang tua mas Andre terutama ibu nya tak ikut serta kerumah ku, ia hanya diwakili oleh kakak nya Andre, yah kakak perempuan Andre.
Kak Shanum namanya, kak Shanum sosok yang baik, murah senyum, cantik dan juga riang. Kak Shanum yang menjadi penguat aku selama ini.
Kak Shanum juga tak segan membantu segala persiapan pernikahan kami, dari survei gedung pernikahan dan juga memilih WO untuk pernikahan kami 2 tahun lalu.
Namun sayang, karena Tragedi kecelakaan itu.
Yah, kecelakaan mobil yang menimpa kak Shanum dan suami harus merenggang nyawanya, tak hanya itu, saat itu juga terdengar kabar bahwa ka Shanum sedang mengandung.
Kurang lebih 6 minggu usia kandungan nya.
Mamah sangat terpukul, bagaimana tidak, kak Shanum ialah anak perempuan nya satu-satunya yang ia miliki.
Kak Shanum semasa hidupnya berprofesi sebagai dokter kandung.
Yah, semua anak mamah memiliki pendidikan yang tinggi dan juga menjadi orang-orang hebat, seperti mas Gilang yang berhasil menjadi pengusaha Kuliner tingkat internasional dan juga almarhumah Kak Shanum.
Gilang adalah adik mas Andre, Gilang masih berusia 25 tahun, dan sekarang memilih tinggal di Singapore.
Dengan memiliki 120 kedai kopi luwak yang tersebar di berbagai negara, Gilang terlihat rendah hati dan tetap memiliki pribadi yang baik, ia juga bersikap hangat terhadap Mora.
Kak Shanum anak perempuan satu-satunya mamah, sekarang ia telah Tenang disana.
Dengan kerudung panjang nya, Shanum terlihat sangat anggun dan juga bersahaja.
Foto keluarga lengkap Mas Andre masih setia menghiasi ruang tengah rumah ini. Dan tak ada niat Mora ingin mengupgrade foto keluarga tersebut, walaupun mendiang Shanum telah berpulang setahun lalu.
Shanum pernah berpesan, "Agar aku selalu sabar menghadapi mamah, selalu bersikap layaknya seorang anak, dan juga selalu mengalah, kelak hati mamah akan luluh dengan sendiri nya." itu merupakan pesan yang paling berharga untuk ku.
Seperti pernikahan ka Shanum, ia dia menikah dengan seorang laki-laki yang sama seperti Mora, berasal dari keluar biasa.
Yang bahkan tak merasakan duduk di bangku kuliah.
Suami Shanum bahkan dulunya hanya karyawan pabrik biasa atau sering disebut buruh pabrik. Namun berkat kesabaran dan usaha nya bersama Shanum, suami Shanum berhasil naik jabatan dan menjadi atasan di pabrik yang telah 10tahun ia mengabdi kan diri.
Namun sayang di tahun ke 2 ia naik jabatan, dan disaat mamah sudah menerima nya, mereka naas mengalami kecelakaan itu.
Yah, kecelakaan di Tol Bandung menuju jakarta.
Saat diberi tahu, Mora saat itu sedang berada di pusat perbelanjaan, yang ramai. Bahkan Mora sedikit tak mendengar kabar duka itu.
Sehingga menyebabkan Mora terlambat 2 atau 3 jam tiba di rumah mamahnya. Sementara mamah semakin jengkel terhadap Mora.
"sungguh aku menyesali itu," padahal Sepanjang hidupnya, kak Shanum selalu baik terhadap Mora. Ia menjadi kakak dan juga sahabat dalam suka dan duka ku menjalani pernikahan bersama mas Andre.
Mora berharap ia mampu seperti Gilang, yang tetap berusaha bersikap baik meski diperlakukan buruk oleh mamah nya.
"buah sabar itu indah, begitu lah pesan kak Shanum." lekat di ingatan Mora.
Wajahnya yang ayu, senyuman nya yang manis selalu membuat hati Mora Tenang saat berada di dekat kak Shanum.
Bahkan,
foto kecil berukuran 4R yang menggambarkan kebersamaan Shanum dan Mora tetap setia menghiasi kamar tidur Mora dan Andre.
Yah, foto itu Mora letakkan di sudut meja kecil yang juga diatasnya terdapat lampu tidur.
"semoga Kak Shanum Tenang disana, Kak Shanum adalah orang baik, aku yakin kakak akan di tempatkan di tempat yang indah!" Mora yang selalu menitipkan salam di setiap doa nya.
Mora bertekad agar bisa kuat seperti Shanum yang menyemangati Gilang, "Aku pasti bisa melukuhkan hati mamah." sambil menggepalkan tangan kanannya.
Yah, pasti!!!!!
Kembali mengingat saat lamaran itu,
Mamah tak menyempatkan diri untuk datang, dengan alasan kurang enak badan.
Rasanya Mora sedikit sulit percaya dengan alasan seperti itu, tapi yah sudah, Mora tak ingin memperkeruh keadaan saat itu.
"Papah mertua ku sangat baik, berbanding terbalik dengan mamah mertua ku." pungkas Mora.
Papahnya mas Andre menganggap Mora seperti anaknya sendiri, dengan perlakuannya yang sama antara Mora dan Andre.
Sedari pertama dikenalkan oleh Andre. Papah selalu tersenyum hangat. Bahkan saat Papah dan mamah berlibur ke luar negeri, saat pulang papa menyempatkan diri memberikan cendramata untuk mas Andre dan juga Mora.
Seperti jam tangan kecil ini, ini merupakan hadiah papa kepada Mora saat akhir tahun lalu.
Yah sudah setahun berlalu. Tapi jam tangan ini masih sangat bagus.
Bagaimana tidak, ini jam tangan mahal dengan harga pasaran mungkin saat ini berkisar di angka 40-60 jutaan.
Mungkin bagi papa jam tangan ini biasa saja dan bahkan murah.
Tapi, nyatanya kalau tidak menikah dengan Andre. Mora belum tentu bisa merasa keadaan saat ini.
Disaat rupiah tak berarti lagi di kehidupan Mora.
Saat rupiah tak bisa menggantikan kebahagiaan….