Amanda menatap undangan di tangannya. Dua hari lagi launching produk parfum kepunyaannya. Dia dan Latissa sudah berhasil mendapatkan band The Classical Trio untuk menjadi band di acara launching produk parfum mereka. Persiapan acara pun berlangsung dengan baik, semua tim bekerja cepat dan kompak. Hari ini Amanda sengaja mendatangi dokter Abi lagi, selain kontrol untuk luka operasinya, Amanda juga ingin mengundang Abi ke acaranya dua hari lagi. Amanda berangkat dengan hati senang, dia berharap sekali Abi mau datang. Walaupun hatinya masih sedikit sedih karena beberapa kali mendapatkan sikap dingin Abi lagi. Sebenarnya dia sedikit ragu untuk mengundang Abi, tapi dia tidak akan tahu kalau tidak dicoba.
"Ibu yakin pergi sendirian?" tanya Latissa sebelum Amanda turun dari mobil. Sejujurnya dalam hati Latissa merasa khawatir saat Amanda mengatakan kalau dia akan pergi sendirian, sementara Latissa diminta untuk mengawasi tim yang menyiapkan acara peluncuran dua hari lagi. Masih jelas diingatan Latissa wajah kecewa Amanda, sungguh Latissa tidak tega. Sedikit demi sedikit Latissa mulai mengerti tentang bosnya ini.
"Iya, kamu ke venue acara nanti aja, saya bisa sendiri" jawab Amanda dengan mantap.
"Baik Bu" jawab Latissa dengan patuh, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi kalau Amanda sudah memberikan perintah.
Amanda memasuki rumah sakit dengan langkah ringan, seorang satpam menyapa dirinya.
"Selamat sore Bu, hari ini kontrol lagi?" sapa Pak Satpam dengan sopan. Amanda mengangguk. Pandangan mata Amanda terhenti pada sebuah benda yang melingkar di pergelangan tangan satpam itu. Itu jam tangan yang dia berikan pada Abi. Walau hanya melihat sekilas, Amanda yakin sekali dia tidak salah. Jam itu memang benar adalah jam yang bulan lalu dia berikan kepada Abi. Mengapa jam tangan ini bisa ada disini, tanya Amanda dalam hati.
"Jam tangan Bapak.." Amanda memegang tangan satpam itu untuk meyakinkan pandangannya.
"Kenapa Bu? Ini dikasih dokter Abi Bu, sepertinya jam mahal ya Bu?" tanya Pak Satpam sambil tersenyum senang. Dia masih teringat Abi memberikan bungkusan yang berisi jam tangan mewah, tanpa bertanya pun dia yakin dokter itu memberikannya jam dengan harga mahal.
"Dokter Abi yang kasih?" ulang Amanda, dia tidak percaya. Abi bukan hanya dingin, tapi juga keterlaluan, batin Amanda sedih. Amanda tidak akan kecewa kalau Abi tidak mau memakai jam pemberiannya, tapi memberikan jam tangan itu kepada orang lain, sungguh kejam.
"Iya Bu," jawab Satpam itu lagi. Amanda hanya tersenyum, wajahnya berubah sedih. Langkahnya menjadi berat, perasaannya bercampur antara kecewa, marah dan tentu saja sedih.
Di dalam ruang praktek, Abi kembali membaca nama Amanda sebagai pasien berikutnya. Dia mempersiapkan mentalnya, hari ini bila pasiennya itu berulah lagi, Abi harus menolak dengan tegas.
"Bu, pasien selanjutnya" ucap Abi pada perawat yang mendampingi dirinya di poli hari ini.
Amanda masuk ke dalam ruangan praktek beberapa saat setelah namanya dipanggil. Abi melirik ke arah pintu saat Amanda baru masuk, wajahnya murung, ada apa, batin Abi dalam hati. Biasanya dirinya selalu disambut dengan wajah yang berseri-seri dan tidak jarang sedikit malu-malu dari Amanda. Abi mempersilakan Amanda untuk duduk. Dia mengajukan beberapa pertanyaan, Amanda menjawab dengan wajah datar dan seperlunya, berbeda sekali dengan Amanda bulan-bulan yang lalu.
"Apa ada yang nyeri?" tanya Abi saat memeriksa bekas operasi Amanda. Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Saya... Saya ingin memberikan undangan ini kepada Dokter, saya mengundang dokter untuk hadir di acara launching produk perfume perusahaan saya, acaranya dua hari lagi" ucap Amanda setelah Abi selesai memeriksa. Abi berhenti menulis, dia melirik sedikit undangan di tangan Amanda. Dia kembali merasa kesal, mengapa pasiennya ini masih belum berubah.
"Saya rasa saya tidak bisa datang. Saya rasa juga, sebaiknya kita memang tidak terlalu sering bertemu. Saya akan mengkonsulkan Ibu ke rekan saya yang juga dokter bedah saraf, rumah sakitnya tidak terlalu jauh dari tempat kerja Ibu, beliau lebih senior dibanding saya, sebaiknya ibu kontrol pada beliau saja bulan depan, tidak perlu kembali lagi kesini" jelas Abi. Wajahnya datar, tatapan matanya sangat tajam, seolah bisa menembus ke jantung Amanda dan membuat jantung gadis itu hancur berkeping-keping. Gadis itu tidak bisa menjawab kalimat panjang dari Abi. Mulutnya bergerak, tapi tidak ada suara yang keluar. Amanda hanya bisa menundukkan kepalanya, hatinya merasa bertambah sedih mendengar ucapan dingin dari Abi tadi. Amanda melihat ke tangan kanannya, dia masih menggenggam kartu undangan pesta peluncuran produk parfum barunya. Amanda sudah bersusah payah mendapatkan band kesukaan Abi, sebagai band pengisi acara di acaranya itu. Dia bahkan sampai mendatangi langsung band itu untuk memohon agar mereka mau menjadi pengisi acara bersama Latissa. Semua itu hanya untuk membuat Abi mau datang, tapi sepertinya semuanya sia-sia. Pria ini sudah berubah menjadi gunung es yang dingin. Setiap kalimat yang keluar dari mulut Abi seakan-akan bisa membuat hati Amanda hancur dan hancur lagi.
"Apa saya ada salah sama Dokter, sampai saya tidak bisa jadi pasien Dokter lagi?" tanya Amanda terus terang. Kening Abi berkerut mendengar pertanyaan Amanda. Dia menggelengkan kepalanya.
"Tidak" jawab Abi pendek. Amanda mengangguk-angguk.
"Kalau begitu saya pamit, terimakasih untuk semuanya Dok. Mengenai undangan saya, terserah Dokter saja, boleh dokter buang, atau mungkin Dokter berikan ke Bapak Satpam seperti jam tangan pemberian saya," ucap Amanda masih tersenyum, tapi sorot matanya jelas menunjukkan kalau dirinya sangat terluka. Amanda meletakkan undangan di atas meja.
Abi tertegun mendengar kalimat barusan. Dia cukup terkejut bagaimana Amanda bisa mengetahui kalau jam tangan pemberiannya memang Abi berikan begitu saja kepada satpam rumah sakit. Tapi lelaki itu terlalu tidak perduli, justru bagus untuk dirinya, dengan terluka seperti ini, pasti Amanda akan menjauhi dirinya. Abi memilih diam saja dan membiarkan Amanda berlalu, pergi dari hadapannya.
Amanda melangkah dengan lesu, harapannya seakan sirna. Dulu, Amanda sering menolak semua lelaki yang menaruh hati padanya, dia menolak dengan kejam, mungkin ini balasan untuk dirinya, dia juga mengalami penolakan berkali-kali dari Abi. Amanda tertawa, kalau bukan karena terlalu sibuk bekerja dan mencari uang, mungkin dia sudah berumah tangga sekarang, alasan dia menolak semua lelaki itu hanya satu, karena kala itu Amanda tidak punya banyak waktu untuk menjalin hubungan cinta. Tapi Abi berbeda, lelaki ini kejam sekali, batin Amanda. Dia merasa menyesal mengapa harus jatuh cinta pada lelaki yang berulang kali menorehkan rasa kecewa dihatinya.
Selesai praktek, Abi keluar menuju parkiran mobil. Seorang satpam yang bertugas menyapa dirinya, dia adalah satpam yang menerima jam tangan pemberian Amanda. Abi melirik pergelangan tangan pak satpam, tidak ada jam tangan disana. Bagaimana Amanda bisa tahu, pikirnya.
"Jam kemarin cocok Pak?" tanya Abi, berbasa-basi.
"Bagus banget Dok, terimakasih." jawab Pak Satpam sambil mengangguk dengan hormat. Abi tidak melanjutkan pertanyaannya, siapa yang perduli, yang penting setelah hari ini dia akan terbebas dari Amanda.
__________
Abi baru sampai di ruangan prakteknya, dia membuka laci untuk menyimpan ponselnya. Mata Abi terhenti pada sebuah undangan yang sudah tersimpan di dalam laci. Undangan Amanda semalam. Abi mengambil undangan itu, membaca tulisan yang tertera pada undangan itu. The Classical Trio, band klasik favoritnya tertulis di undangan sebagai band pengisi acara. Abi mengerutkan keningnya, apa gadis itu sengaja mengundang band ini, batinnya. Abi menggelengkan kepala.
"Jangan terlalu ge er" ucap Abi pada dirinya sendiri, merasa malu dengan dugaan yang muncul di kepalanya. Bagaimana Amanda bisa tahu kalau ini adalah band favoritnya, mungkin hanya kebetulan saja, pikir Abi.
Lamunan Abi melayang ke kejadian pagi ini. Mereka bertemu di lift apartemen. Tidak seperti biasanya, Amanda sama sekali tidak mendekatinya. Gadis itu mengurungkan diri untuk naik ke lift yang sama dengan Abi. Amanda bahkan tidak menatap wajah Abi lama, dia hanya melihat sebentar, lalu pergi menjauh. Entahlah, mungkin sedikit aneh, tapi Abi tidak suka melihat Amanda seperti itu, bukan kah seharusnya dia justru senang, hal itu membuktikan kalau dia berhasil menjauhkan diri dari Amanda.
Abi membaca kembali tanggal dan waktu acara di undangan. Besok malam, ucap Abi. Dia menyimpan kembali undangan itu ke dalam laci.
Keesokkan harinya, Amanda sedang bersiap-siap untuk acara malam ini. Walau hatinya masih merasa sedih, Amanda tetap bersemangat, ini adalah hari yang paling dia tunggu. Setelah banyak melalui berbagai cobaan, akhirnya Amanda berhasil meluncurkan sebuah brand parfum lokal yang kualitasnya tidak kalah dengan parfum keluaran luar negeri. Amanda merasa sangat bangga, acara ini harus sukses, kesedihan hatinya tidak boleh merusak acara malam ini. Amanda mematut dirinya di kaca. Setelah memastikan riasannya sudah sempurna, Amanda melangkah keluar apartemennya, Pak Salim sudah menunggu di bawah. Langkah Amanda terhenti, saat menemukan sosok lelaki di depan apartemennya. Pupil mata gadis itu langsung melebar. Dia tidak percaya akan pengalihannya, hampir saja Amanda menggosok kedua matanya, untung Amanda ingat kalau dia sedang menggunakan make up mata dan tidak mungkin merusak make up matanya. Amanda terdiam beberapa saat, berusaha meyakinkan dirinya kalau dia tidak salah.
________
jangan lupa follow Ig saya di rizkaadityahami