(Satu jam sebelumnya)
Abi berjalan bolak-balik di ruang tamunya. Dia baru saja bertemu dengan Amanda sebelumnya. Wanita itu bahkan tidak menatap wajahnya, Amanda berjalan begitu saja melewati dirinya. Harusnya Abi merasa senang, tapi justru sebaliknya, dia tidak suka. Abi memegang undangan di tangannya. Acaranya berlangsung sekitar dua jam lagi. Apa dia harus ikut, apa tidak terlalu memalukan kalau akhirnya dia memutuskan untuk datang, Abi berpikir keras.
Lelaki itu kembali mengingat wajah tersipu dari Amanda dan juga tatapan matanya yang selalu tersenyum, mengingatkan Abi pada seseorang yang dulu pernah hadir dalam hidupnya.
_________
"Dokter Abi?" sapa Amanda, antara terkejut dan kebingungan. Pria itu sudah berada di depan apartemen Amanda. Dia memakai jas berwarna biru tua dengan celana berwarna senada dipadukan dengan kemeja berwarna putih. Ya Tuhan, tampan sekali, pekik Amanda dalam hati. Dia bahkan memandang dokter bedah sarafnya itu tanpa berkedip saking terpesona dengan penampilan Abi malam ini.
"Ada apa Dok?" tanya Amanda lagi, karena Abi hanya menatap lurus dirinya tanpa berkata-kata.
"Ehem, saya tidak ada kegiatan, jadi saya bisa ikut ke acara peluncuran produk baru perusahaan Ibu" jawab Abi. Kedua mata Amanda semakin lebar mendengar jawaban Abi.
"Dokter mau ikut? Bukannya..".
"Sudah jam segini, hari ini weekend, nanti kita bisa kejebak macet" balas Abi, langsung berbalik pergi menuju lift tanpa menunggu kalimat Amanda selesai. Amanda dengan cepat mengikuti.
Mereka naik mobil bersama. Keduanya hanya diam saja selama menit-menit pertama di mobil, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Amanda ingin memulai percakapan, tapi dia sendiri bingung harus mulai dengan pertanyaan apa.
"Emm, saya pikir Dokter tidak jadi pergi" ucap Amanda, akhirnya. Abi melirik sebentar.
"Saya ingin mengecek keadaan ibu setelah penyangga leher dilepas. Lagian The Classical Trio adalah band favorit saya, mendapatkan tiket konser mereka cukup sulit" jelas Abi
"Ooh, iya" balas Amanda.
Setelah itu mereka kembali diam sampai mobil mereka sudah ada didepan hotel tempat acara peluncuran perfume. Pak Salim sudah turun dan mempersilakan Amanda dan Abi turun dari mobil.
Abi sedikit gugup, ini kali pertama setelah bertahun-tahun yang lalu, dia ikut dalam acara seperti ini. Abi juga jarang sekali pergi ke undangan besar beberapa tahun terakhir. Amanda melirik Abi beberapa kali, lelaki itu tampak sedikit gugup. Acaranya memang cukup besar, dihadiri oleh beberapa orang artis dan influencer, juga dihadiri oleh beberapa pejabat penting. Amanda memang sengaja mengundang banyak orang. Acara ini sangat penting bagi Amanda, selain untuk pembuktian perusahaannya, Amanda merasa acara peluncuran produk parfum ini seperti menandakan kebangkitan dirinya setelah melewati kecelakaan sebelumnya. Amanda ingin menunjukkan kalau dia masih baik-baik saja setelah kecelakaan itu.
"Kalau Dokter tidak merasa nyaman, saya akan minta Latissa untuk mengantar Dokter langsung ke tempat duduk, kita ada acara makan malam, Dokter bisa langsung kesana. Saya harus menyapa tamu yang datang." ucap Amanda, seakan mengerti apa yang Abi rasakan sekarang. Pasti tidak nyaman kalau Abi harus mengikuti dirinya.
"Tidak apa, saya bersama Ibu saja" tolak Abi. Sebenarnya dia merasa sedikit khawatir. Amanda saat ini memakai high heels cukup tinggi dengan gaun malam yang panjang, bukan tidak mungkin gadis ini bisa celaka lagi. Walau saat kontrol kemarin dari hasil rontgen tulang belakang dan pemeriksaan lainnya menunjukkan hasil yang baik-baik saja.
"Seharusnya Ibu memakai sepatu bertumit rata" ucap Abi lagi. Amanda tersenyum, dia senang, ternyata Abi mengkhawatirkan dirinya.
"Dokter tenang saja, sepatu ini nyaman sekali, saya akan baik-baik saja" balas Amanda, sedikit tersipu. Rasa kesal dan jengkelnya akan sikap dingin Abi kepadanya langsung hilang.
Amanda menyapa banyak orang malam ini, dia juga tidak lupa mengenalkan Abi sebagai dokter bedah sarafnya. Kecelakaan Amanda memang cukup disorot media. Semua orang memuji Amanda karena gadis itu berjuang untuk kembali lagi, apalagi melihat penampilannya malam ini, seolah-olah dia tidak pernah mengalami kecelakaan. Abi juga tidak kalah mendapatkan banyak pujian malam itu. Setelah Amanda mengenalkan kalau dia adalah dokter yang mengoperasi dan merawat Amanda, para tamu juga langsung memuji, bahkan menanyakan dimana Abi praktek. Dokter itu langsung terkenal dalam semalam.
"Om Abi!" teriak sebuah suara dari belakang. Amanda dan Abi sama-sama terkejut. Adrianne datang dan langsung memeluk Abi. Mata Amanda membulat saat melihat adegan itu. Om Abi, apa mereka keluarga, mengapa dia bisa tidak tahu, batin Amanda dalam hati.
"An, kamu apa kabar?" tanya Abi, wajah dinginnya berubah menjadi hangat dan lembut, seperti pertama kali dia bertemu Amanda.
"Oma kangen banget sama Om, kenapa tidak pernah ke rumah lagi?" tanya Adrianne dengan wajah cemberut.
"Maaf, Om, hanya tidak sempat" balas Abi, mengelus dengan sayang puncak kepala penyanyi cantik itu. Bola mata Amanda nyaris meloncat keluar melihat apa yang Abi lakukan, banyak pertanyaan muncul di kepalanya. Dua orang dihadapannya ini saling tersenyum dan melepaskan kerinduan mereka sampai-sampai mereka sepertinya lupa ada Amanda disana. Amanda berdehem cukup keras, meminta perhatian mereka berdua.
"Oh, Ibu Amanda, apa kabar. Ibu cantik sekali" puji Adrianne. Dia baru sadar kalau belum menyapa Amanda.
"Baik, kamu juga cantik sekali" puji Amanda.
"Ah, Ibu pasti bingung ya. Saya tidak menyangka kalau Om Abi adalah dokter yang merawat Ibu, pantas saja, Om saya ini memang hebat Bu" puji Adrianne.
"Om?" tanya Amanda. Adrianne mengangguk.
"Tante Nia, adalah adik ibu saya paling kecil. Istri Om Abi." jelas Adrianne. Amanda mengerutkan dahinya. Tante Nia, pikirnya, otaknya mencoba mencerna informasi yang baru diberikan oleh Adrianne.
"Ibu mungkin lupa ya. Almarhumah Rahmania Jasmine. Beliau adalah Tante kandung saya Bu, istri Om Abi" lanjut Adrianne lagi.
"Ooh.." Amanda nyaris tidak percaya. Dia tahu siapa itu Rahmania Jasmine. Wanita cantik itu meninggal sekitar lima tahun yang lalu karena kecelakaan tragis bersama suaminya, saat sedang mengandung anak pertama mereka.
"Acaranya sebentar lagi mau dimulai. Om aku mau sapa yang lain dulu, senang ketemu Om disini, kalau ada waktu main ke rumah Oma, banyak yang kangen sama Om" cerita Adrianne lagi, memeluk Abi sebelum pergi.
Pikiran Amanda berubah menjadi kosong. Dia menatap Abi beberapa kali, ternyata orang yang dia sukai ini adalah suami dari wanita yang paling dia kagumi. Pantas saja Abi selalu menolak dirinya, batin Amanda. Dia benar-benar tidak bisa memusatkan perhatiannya.
"Bu, ayo saya antarkan ke meja Ibu. Nanti Ibu harus membuka acara" Latissa menyadarkan lamunan Amanda.
Latissa mengingatkan Amanda beberapa hal sebelum acara dibuka. Sekretarisnya itu sampai harus mengulang beberapa kali karena Amanda tidak bisa fokus.
"Ibu enggak apa-apa?" tanya Latissa, khawatir.
"Enggak apa-apa" jawab Amanda. Dia kembali memusatkan perhatiannya, acara ini harus sempurna, tidak boleh terjadi kesalahan.
Beruntung Latissa sudah mempersiapkan semuanya dengan baik. Amanda hanya tinggal mengikuti semua instruksi Latissa.
Amanda kembali duduk di meja setelah membuka acara. Abi sudah duduk disana. Setelah acara dibuka, band yang ditunggu pun hadir. Sesuai perkiraan, band itu bermain dengan baik, lagu-lagunya membuat para tamu semakin senang dan memuji acara ini. Lalu, tiba saatnya memperkenalkan duta dari brand parfum mereka. Adrianne tampil memesona, gadis cantik itu layaknya Dewi malam ini. Adrianne juga ikut bernyanyi, berduet dengan band The Classical Trio. Semuanya berjalan sesuai dengan rencana, tapi hati Amanda justru merasa kosong. Pikirannya melayang-layang, hanya ada satu nama disana, Rahmania Jasmine.
"Ayo kita pulang Bu" ucap Abi, setelah acara selesai. Amanda mengiyakan tanpa bersuara.
Amanda tetap diam sampai mobil sudah membawa mereka ke depan gedung apartemen mereka berdua. Langkah Amanda terhenti.
"Ada yang ingin saya katakan" ucap Amanda. Abi ikut menghentikan langkahnya, berbalik sehingga mereka saling bertatapan.
"Saya minta maaf, sudah seharusnya saya tidak berlaku tidak sopan seperti yang sebelumnya saya lakukan pada dokter selama ini. Mulai dari sekarang, saya akan berjanji untuk tidak akan mengganggu dokter Abi lagi" ucap Amanda sambil tersenyum. Tapi lagi-lagi dari sorot matanya Abi bisa melihat raut sedih di wajah wanita cantik itu. Wanita yang berdiri dihadapannya itu seperti bukan wanita yang dia temui beberapa bulan ini. Wanita yang selalu mengganggu hidupnya, yang sebenarnya kalau Abi pikirkan dengan benar, gangguan dan perhatian itu terasa sangat manis. Amanda tetap berlaku baik padanya, tapi Abi terlalu dingin untuk meresponnya. Pria itu terlalu takut untuk jatuh cinta. Dia takut kalau cintanya akan hilang seperti dulu lagi.
"Saya baru tahu kalau cinta bertepuk sebelah tangan itu sangat merepotkan." Amanda tertawa kecil setelah mengucapkan kalimatnya. Di dalam otaknya terlintas semua kenangan peristiwa dia bersama Abi dulu. Semua perhatian yang Amanda berikan, tidak satu pun yang direspon dengan baik oleh Abi. Lelaki itu sangat dingin dan kejam padanya. Tidak seharusnya dia jatuh cinta pada dokter tampan itu. Amanda terlalu bodoh dan keras kepala, dia tetap saja berharap walau sudah jelas lelaki itu menolak dirinya. Sekarang dia tersadar dan merasa sudah saatnya dia berhenti berharap.
"Cinta sendiri itu ternyata melelahkan, jadi saya putuskan untuk menyerah. Sekali lagi saya minta maaf, dokter. Mungkin ini terakhir kalinya saya bertemu dokter. Nantinya, saya akan berusaha keras untuk tidak lagi bertemu dengan dokter, saya akan berusaha untuk tidak berdekatan dan mencoba sebisa mungkin untuk menjaga jarak dengan Dokter" lanjut Amanda. Dia sudah meminta Latissa untuk memindahkan perawatannya rumah sakit lain malam ini sebelum pulang. Amanda menuruti kemauan Abi yang tidak lagi mau menjadi dokternya.
Kenyataan kalau Abi adalah mantan suami dari seorang Rahmania Jasmine yang sangat Amanda kagumi, membuat Amanda mendadak menjadi rendah diri. Amanda merasa tidak pantas. Wajar saja selama ini Abi selalu menolak dirinya. Kalau dibandingkan dengan sosok Rahmania Jasmine, semua yang ada pada diri Amanda tidak ada apa-apanya. Amanda langsung merasa rendah diri hanya dengan membayangkannya saja. Seluruh rasa percaya diri dan kesombongannya luntur. Dia memang tidak pantas untuk dokter Abi. Amanda hanya seorang anak panti asuhan yang berjuang setengah mati untuk mencapai kesuksesan, sementara Rahmania adalah putri seorang pengusaha sukses dan kaya. Wanita itu sendiri tanpa keluarga kaya rayanya sudah sukses. Rahmania adalah seorang model cilik yang sukses melanjutkan karirnya hingga dia dewasa. Di usia belia, Rahmania sudah punya beberapa usaha yang hampir sebagian besar keuntungannya dia sumbangkan untuk membangun sekolah gratis, membantu usaha kecil dan entah kebaikan apalagi. Rahmania begitu cantik, hangat, santun dan ramah. Amanda pernah menjadi salah satu staf yang menangani pemotretan Rahmania dulu. Amanda sudah melihat sendiri betapa baiknya wanita yang ternyata adalah istri orang yang dia sukai. Dirinya sungguh tidak berarti apa-apa bila disandingkan dengan sosok Rahmania. Amanda terkenal sebagai bos yang dingin dan kejam. Walaupun dia sudah kaya raya dan punya karir yang sukses, tetap tidak mengubah masa lalunya yang hanya seorang anak yatim piatu yang bahkan dibuang oleh orang tuanya.
"Saya permisi, terimakasih untuk hari ini" pamit Amanda. Dia bergegas pergi sebelum air matanya jatuh. Amanda sudah merendahkan dirinya dengan berusaha mengejar Abi, dia tidak ingin menangis didepan pria itu. Setidaknya Amanda masih punya satu hal yang dia bisa simpan dari hadapan Abi, yaitu tangisannya. Amanda sudah berjanji tidak akan menangisi hal-hal yang sepele, apalagi kalau harus menangisi kehidupan cinta pertamanya yang bertepuk sebelah tangan.
___________
jangan lupa follow Ig saya rizkaadityahami