Amanda memandangi hasil masakan dirinya yang sudah tertata rapi di atas meja dapurnya. Dari pagi Amanda sudah sibuk memasak didapur. Lima menit setelah selesai membuat pancake, Amanda masih duduk sambil memandangi hasil pancake buatannya yang terlihat cukup cantik, Amanda sudah mencoba satu potong pancake sebelumnya, rasanya lumayan menurutnya, apalagi dia masih sulit untuk bergerak, membuat beberapa potong pancake sangat sulit baginya dengan keadaan seperti ini.
Amanda masih duduk terdiam. Otak Amanda berpikir keras padahal hanya ada satu pertanyaan di kepalanya. Apakah dia harus memberikan pancake ini atau tidak kepada Abi. Amanda menggigit bibir bawahnya. Kaki kanannya bergoyang-goyang saat dirinya berpikir.
"Berikan, atau tidak? Keatas atau tidak?" ucap Amanda beberapa kali. Matanya masih tertuju pada pancake yang masih mengeluarkan asap karena baru selesai dimasak.
"Ah, bodo amat. Enggak bakal tahu kalau enggak dicoba" ucap Amanda pada dirinya sendiri. Dia mengemas pancake yang baru dia masak tadi ke piring saji lalu menutup piring itu dengan plastik wrap agar pancake itu tetap hangat.
Mulut Amanda berkomat-kamit berdoa sebelum menekan bel apartemen Abi. Amanda sebelumnya sudah mencari tahu dimana persisnya apartemen Abi. Dia juga sudah memastikan kalau ternyata Abi tinggal sendirian, dia belum menikah. Amanda juga tidak akan mau pergi kesini seandainya Abi sudah berkeluarga. Bunyi bel pertama, tidak ada tanda-tanda pintu akan dibuka. Ah, sepertinya tidak ada orang, batin Amanda. Antara lega tapi sedih karena tidak bisa bertemu dan memberikan pancake buatan tangannya pada dokter favoritnya itu. Baru satu langkah Amanda berjalan, pintu apartemen Abi dibuka.
"Bu Amanda?" panggil Abi, dengan wajah mengantuk. Dia tidak ada operasi pagi. Lelaki itu memutuskan untuk bangun terlambat, tapi tidurnya pagi ini terganggu dengan suara bel. Abi menaikkan alisnya saat melihat ada Amanda di depan pintunya.
Langkah Amanda terhenti saat mendengar Abi memanggil dirinya. Amanda membalikkan badannya, sedikit kesulitan karena wanita itu masih menggunakan kruk untuk membantunya berjalan.
"Maaf, saya membangunkan Dokter ya?" tanya Amanda, merasa bersalah saat mendapati wajah Abi yang masih terlihat mengantuk, rambutnya berantakan. Apa dia datang terlalu pagi, tanya Amanda pada dirinya sendiri.
"Oh, enggak apa-apa. Ada apa Bu? Apa ada yang sakit?" balas Abi. Dia bingung sekaligus khawatir mengapa Amanda datang ke apartemennya pagi sekali. Abi meneliti pasiennya itu. Sepertinya tidak ada yang sakit, cara berjalannya pun masih terlihat baik. Tapi wanita itu membawa sebuah bungkusan yang tidak terlalu besar. Abi penasaran itu apa.
"Saya buat pancake untuk sarapan dokter" jawab Amanda, menyerahkan pancake hasil masakannya yang sudah dia kemas dengan baik.
"Tidak perlu repot Bu" balas Abi, mulai mengerti alasan Amanda datang pagi ini.
"Sama sekali tidak," balas Amanda cepat. Abi mengambil bungkusan dari tangan Amanda. Lelaki itu mengintip sedikit isi bungkusan itu.
"Terima kasih" ucap Abi, memberikan sedikit senyuman. Amanda ikut tersenyum sambil memandang lekat wajah Abi. Selama beberapa detik setelahnya, Amanda sama sekali tidak membalas kalimat Abi. Dia hanya berdiri mematung sambil tetap menatap Abi dengan lekat.
"Apa ada hal lain Bu?" tanya Abi lagi. Dia bingung karena pasiennya yang paling cantik ini, hanya berdiri sambil menatap dirinya dengan senyum manis di wajahnya. Dokter itu lagi-lagi merasa bingung.
"Oh, iya.. Enggak ada Dok, saya pamit, semoga.. Semoga Dokter suka" ucap Amanda, sedikit gugup. Gadis itu memutar tubuhnya, meninggalkan apartemen Abi untuk kembali ke apartemennya. Dalam hati Amanda memarahi dirinya karena sudah bersikap seperti tadi.
Abi masuk ke dalam apartemen setelah Amanda menghilang dari pandangannya. Dia menatap piring yang sudah berisi beberapa potong pancake yang masih terasa hangat. Lelaki itu senang, tapi juga merasa khawatir. Iya, dia hanya khawatir karena perhatian Amanda bisa saja berarti lain, yang bisa merusak hubungan mereka sebagai dokter dan pasien. Abi menggelengkan kepalanya. Jangan berpikiran macam-macam, batinnya. Pria itu memakan satu pancake lalu kembali tidur.
Abi memang ramah dan baik kepada semua pasiennya, tapi sekali saja pasien itu mempunyai niatan pribadi, Abi tidak suka, dia tidak mau mengusik hatinya yang sudah lama tidak pernah mau lagi merasakan perasaan cinta antara pasangan. Abi hanya ingin hidup sendiri saja. Dia sudah berjanji hanya ada satu nama yang dapat mengisi hatinya. Semoga saja Amanda tidak punya perasaan seperti itu, batin Abi.
Di apartemennya, Amanda berusaha menenangkan perasaannya. Dia merasakan degup jantungnya lebih cepat setiap kali bertemu dengan dokternya itu, apalagi bila melihat dokter itu tersenyum seperti tadi. Rasanya debaran jantungnya bertambah seratus kali saat melihat senyuman Abi tadi. Amanda pun langsung berubah seperti orang bodoh, salah tingkah. Apa ini, batin Amanda. Mungkin sedikit gila, tapi dia memang belum pernah merasakan jatuh cinta selama 30 tahun hidupnya. Amanda tidak punya waktu untuk menyukai seseorang, sepanjang hidupnya hanya bekerja dan bekerja saja.
"Apa ini yang namanya suka?" tanya Amanda pada dirinya sendiri, gadis itu memegang kedua pipinya yang masih terasa panas. Amanda melirik ke arah cermin yang berada di dekat dia berdiri. Wajahnya memerah seperti tomat. Sepertinya dia memang jatuh cinta pada dokter Abi.
__________
jangan lupa follow Ig saya ya: rizkaadityahami