Chereads / Amanda Mencari Cinta / Chapter 10 - Bertemu lagi

Chapter 10 - Bertemu lagi

"Ayo pegang tangan saya" ucap Abi saat Amanda mencoba berjalan dengan susah payah. Dokter tampan itu mengulurkan tangannya, membantu Amanda untuk berjalan.

Tidak terasa sudah tiga minggu Amanda berada di rumah sakit. Kaki kanannya sudah bisa berdiri tegak, tapi untuk berjalan Amanda masih harus dibantu dengan kruk (ยน). Tangan kanannya juga mengalami kemajuan yang pesat. Amanda sudah bisa menggerakkan lengannya, tapi dia masih kesulitan mengerjakan aktivitas seperti menggenggam alat makan, mengancingkan baju apalagi menulis. Menurut Abi, Amanda perlu melakukan fisioterapi secara rutin.

Setelah kejadian seminggu yang lalu, Abi meminta bantuan psikiater untuk ikut merawat Amanda, menurut psikiater, Amanda mengalami depresi, setelah mendapatkan sesi terapi, Amanda menjadi lebih optimis dengan kesehatannya. Dia juga lebih rajin dan semangat, tentu saja perkembangannya menjadi lebih pesat.

Amanda menjulurkan tangannya dengan ragu, dokter Abi langsung memegang tangan Amanda dan membantunya untuk latihan berjalan. Mungkin sedikit gila, tapi Amanda selalu merasakan desiran tidak biasa di jantungnya setiap kali melihat senyuman atau saat dokter itu menyentuhnya. Amanda bingung rasa apa itu. Amanda memang menyadari kalau dokter itu mempunyai wajah cukup tampan, usianya mungkin pertengahan 30an, tapi dia masih terlihat seperti berusia di akhir 20 tahunan. Dokter ini juga selalu ramah dan perhatian, wajar kalau pria ini punya banyak penggemar tidak hanya pasien, karyawan dan perawat di rumah sakit juga banyak yang tergila-gila dengan dokter Abi.

"Bu? Bu Amanda?" panggil Abi dengan sopan. Dia heran mengapa pasiennya itu terlihat melamun.

"Oh, iya, " jawab Amanda. Dia memegang tangan Abi yang sudah terjulur sedari tadi dan mulai berjalan.

"Kita coba sekali lagi ya Bu Amanda" ucap Abi. Amanda mengangguk setuju. Mereka saat ini sedang latihan untuk berjalan. Walaupun tadi pagi Amanda sudah mendapatkan sesi terapi untuk latihan motorik, tapi Abi setiap sore saat mengunjungi untuk memeriksa Amanda, selalu mengecek sejauh mana perkembangan motorik Amanda.

"Motorik Ibu, sudah baik sekali, sepertinya besok atau lusa sudah boleh pulang" ucap Abi dengan wajah berseri-seri. Lelaki itu memamerkan senyuman manisnya. Dia selalu senang kalau hasil operasinya baik. Awalnya dia sudah khawatir karena perkembangan Amanda lebih terlambat dibanding pasiennya yang lain.

Amanda justru tidak merasa senang. Hal ini berarti dia akan kehilangan semua perhatian yang biasa dia dapatkan di rumah sakit setiap hari, dan yang lebih membuat Amanda sedih, berarti dia tidak bisa bertemu dokter Abi setiap hari.

"Bu?" panggil Abi, dia heran mengapa pasien wanitanya ini senang sekali melamun akhir-akhir ini. Dia juga heran dengan perubahan raut wajah Amanda yang justru terlihat tidak senang saat mendengar sebentar lagi akan pulang.

"Oh iya, terimakasih Dok" balas Amanda. Dia mengangguk pelan, lalu berjalan pelan menuju tempat tidur. Abi masih mengawasi disisi Amanda.

"Ok, saya permisi dulu kalau begitu." pamit Abi kepada Amanda saat pasiennya sudah duduk di tempat tidur kamar perawatan. Amanda hanya mengiyakan sambil tetap menatap Abi sampai dokter itu keluar dari kamar perawatannya.

Perawat yang mendampingi juga menangkap raut kesedihan dari wajah Amanda.

"Kenapa Bu? Apa ada yang sakit?" tanya perawat itu dengan ramah.

"Enggak" jawab Amanda, menggeleng.

"Kalau ada apa-apa, silakan panggil saya ya Bu, saya tinggal dulu" pamit perawat itu. Amanda mengiyakan lagi.

Amanda melihat sekelilingnya. Sudah berminggu-minggu dia berada di rumah sakit ini. Ada banyak rekan bisnisnya yang mengirimkan bunga, buah-buahan, kartu ucapan dan barang lainnya, tapi tidak satu orang pun yang benar-benar datang mengunjungi dirinya. Karyawannya pun, hanya Latissa yang hadir, itu juga karena sekretarisnya harus melaporkan urusan pekerjaan dan perkembangan proyek-proyek yang sedang berjalan. Sisanya, sepertinya mereka tidak ada yang perduli, atau mungkin saja mereka justru merasa senang karena tidak ada lagi bos yang kejam dan angkuh seperti dirinya di kantor. Amanda tertawa sendiri mengingat semua perlakuan dirinya kepada bawahannya. Dia memang sangat keterlaluan. Wajar saja kalau memang para karyawannya justru merayakan dirinya yang mengalami kecelakaan sampai lebih satu bulan harus berada di rumah sakit.

Dua hari ini Amanda menjalani perawatan dengan tidak semangat. Kalimat dokter Abi berputar dikepalanya. Kalau dirinya sudah perbaikan dan akan segera pulang.

"Ibu, hari ini boleh pulang" ucap dokter Abi. Dokter muda itu tersenyum puas melihat kemajuan pasiennya belakangan ini, walaupun dia masih merasa bingung, mengapa raut wajah pasiennya itu bukan terlihat bahagia, justru terlihat sedih. Biasanya semua pasiennya merasa kegirangan bila dia mengatakan boleh pulang, tapi Amanda justru tidak.

"Iya Dok," balas Amanda lesu.

"Oke, sampai ketemu saat kontrol minggu depan Bu Amanda" pamit Abi lagi. Amanda mengangguk.

"Yah, setidaknya minggu depan masih bisa bertemu dokter Abi," batin Amanda dalam hati. Abi pun pamit setelah selesai memeriksa Amanda.

Latissa dan Pak Salim menjeput Amanda beberapa jam kemudian.

"Ibu mau langsung pulang?" tanya Latissa dengan sopan. Amanda hanya mengangguk mengiyakan. Dia berpamitan kepada para perawat di ruangan VVIP yang sudah terlalu sering dia repotkan, sebelum pulang.

Amanda memasuki apartemen yang sudah lama dia tinggalkan. Latissa merawat apartemennya dengan baik. Amanda memang menitipkan apartemennya pada Latissa selama dia dirawat. Sekretarisnya itu memang sangat bisa diandalkan, tidak salah Amanda memberikan gaji dan bonus yang berbeda pada Latissa.

"Apa ada yang kurang Bu?" tanya Latissa. Amanda menggeleng.

"Pengharum udara sudah saya ganti, ada banyak bahan makanan di kulkas, tadi pagi sebelum saya berangkat menjeput Ibu saya sudah belanja, semua teh yang Ibu suka juga sudah tersedia di dapur" jelas Latissa. Amanda kembali mengiyakan.

"Pulanglah" ucap Amanda. Dia tahu Latissa pasti lelah sekali, wanita itu tidak hanya mengurusi masalah kantor, tapi juga mengurusi keperluan pribadi Amanda selama sakit dan dirawat. Latissa mengangkat kedua alisnya, setengah tidak percaya, biasanya atasannya itu sudah mengecek semua hasil kerjanya dan memprotes dirinya bila ada yang tidak sesuai.

"Ya Bu?" balas Latissa, khawatir pendengarannya salah.

"Pulanglah, saya mau istirahat" ulang Amanda lagi.

"Baik Bu, saya pamit, kabari saya kalau Ibu perlu sesuatu" balas Latissa, mengangguk dengan sopan sebelum pergi meninggalkan apartemen Amanda.

Amanda mengelilingi apartemennya, dia kembali merasa kesepian. Hari sudah menjelang malam. Amanda membuka pintu yang menuju ke balkon di apartemennya. Dia ingin menikmati suasana kota di malam hari yang sudah lama tidak Amanda temukan. Betapa terkejutnya Amanda saat menemukan balkon itu sudah disulap oleh Latissa menjadi sebuah taman bunga, tidak terlalu besar, tapi indah sekali, ada sebuah kursi taman kecil berwarna putih yang sudah disiapkan Latissa. Sekretarisnya itu berpikir untuk menyiapkan kejutan kecil untuk bosnya. Dia yakin Amanda pasti tidak akan keberatan. Satu bulan lebih mengurusi apartemen Amanda, Latissa menyadari kalau apartemen ini terlalu kaku dan membosankan, makanya dia membuatkan sebuah taman kecil di balkon, setidaknya sebagai penghibur hati Amanda yang masih dalam masa penyembuhan, Latissa mengerti kalau sebenarnya bos cantiknya ini adalah wanita yang kesepian. Amanda menikmati keindahan taman itu, dia mengitari dan meneliti semua bunga yang telah disusun didalam pot cantik. Setelah selesai, Amanda duduk di bangku taman. Tidak terasa hari sudah malam. Amanda beralih ke sudut balkon. Dia memandang lampu-lampu di bawah sana yang mulai memamerkan cahaya indahnya. Amanda larut dalam lamunannya sendiri, sampai tiba-tiba dia mendengar sesuatu.

"Bu Amanda?!" sebuah suara memanggil. Amanda tersentak, dia mendengar ada seseorang yang memanggil dirinya. Hampir tidak ada yang mengenal siapa dirinya di gedung apartemen tempat tinggalnya itu. Kebanyakkan penghuni disana adalah para penggila kerja yang pergi pagi dan pulang larut malam. Amanda memutar badannya mencari sumber suara. Amanda mengenal suara itu.

"Bu Amanda, di atas sini!" teriak suara itu lagi. Amanda mendongak sedikit, dia memegang penyangga lehernya, menoleh ke arah kiri dan mendapati ada dokter Abi disana. Senyuman khas dokter tampan itu merekah, begitu pula dengan senyuman Amanda. Dia seketika merasa sangat bahagia, sedikit tidak percaya dengan pemandangan yang ada dihadapannya. Raut sedih yang baru saja dia tunjukkan, dalam sekejap menghilang.

"Dokter Abi?" panggil Amanda, seakan masih tidak percaya dengan matanya sendiri.

"Ibu tinggal disini? Kalau begitu kita tetangga" balas Abi. Amanda tersenyum mendengar kalimat Abi. Baru saja hatinya sedih karena tidak akan bertemu dengan dokter kesayangannya sampai mingggu depan, ternyata, baru beberapa jam saja mereka berpisah, Amanda sudah mendengar dan melihat sosok indah itu lagi. Mereka bertemu lagi malam ini.

Ket:

Kruk : alat bantu untuk berjalan