Chereads / Amanda Mencari Cinta / Chapter 8 - Putus Asa (1)

Chapter 8 - Putus Asa (1)

Hari ini Amanda sudah bisa pindah ke ruangan biasa setelah dua hari pemantauan di ICU setelah alat bantu napasnya dilepas. Ada sebuah tim khusus yang menangani kasus Amanda ini, terdiri dari beberapa dokter yang ahli dibidangnya masing-masing.

"Oke, mulai besok kita latihan motoriknya. Pelan-pelan aja Bu" ucap Abi diakhir dia memeriksa Amanda. Pasiennya hanya mengiyakan. Dia menuruti semua yang Abi katakan.

"Oke Bu, sampai besok ya" sambung Abi lagi. Dia cukup puas dengan perkembangan pasien cantiknya itu. Walaupun sedikit terlambat, tapi Amanda menunjukkan perkembangan yang cukup pesat selama dua hari terakhir.

Setelah dokter Abi pergi, Amanda hanya sendirian di kamar perawatannya. Dia beruntung sebelumnya sudah mempunyai asuransi kesehatan. Tidak sia-sia Amanda membayar mahal asuransinya itu, saat mendapat musibah seperti sekarang, Amanda bisa tenang dan mendapatkan rumah sakit dengan fasilitas VVIP. Amanda melihat sekelilingnya. Hatinya cukup sedih, di saat seperti ini, dia hanya seorang diri, tanpa keluarga, sahabat ataupun rekan kerja. Hanya Latissa saja yang sesekali datang mengunjungi dirinya, untuk mengantarkan beberapa kebutuhan Amanda dan menyampaikan perkembangan proyek-proyek yang sedang mereka kerjakan.

Gadis itu tertawa sedih, awalnya dia pikir dengan punya jabatan dan kekayaan melimpah, dia bisa bahagia, ternyata itu semua salah. Saat ini, walaupun dia sudah mampu dirawat di rumah sakit paling bagus di kota, dokter yang terbaik, dan tidur di kamar perawatan paling mahal, nyatanya hatinya tetap kesepian, bahkan dia tidak merasa lebih bahagia bila dibandingkan dengan saat dulu dia masih miskin dan hanya bekerja jadi karyawan biasa. Amanda teringat pesan Bu Angella di mimpinya. Sepertinya dia memang harus berubah bila tidak mau hidupnya seperti Ibu Angella di hari tua nanti.

__________

Hari berganti hari, tidak terasa sudah lebih satu minggu Amanda berada di rumah sakit. Lama kelamaan, Amanda mulai merasa putus asa karena tangan kanannya masih juga belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Semua obat, latihan fisioterapi dan lainnya sudah dia kerjakan, tapi hasilnya seperti tidak ada perubahan. Semua dokter dan perawat serta terapis Amanda selalu memberikan Amanda semangat. Awalnya Amanda merasa optimis, tapi kepercayaan dirinya lambat lain menjadi terkikis. Amanda merasa putus asa.

Hari ini, Amanda sedang makan siang, biasanya ada seorang perawat yang membantu dirinya makan, tapi hari ini, Amanda ingin mencoba sendiri, dia menolak untuk dibantu. Dengan sekuat tenaga, Amanda mencoba untuk menggerakkan tangannya, tapi tidak berhasil, dia mencoba berkali-kali, dan berakhir dengan Amanda menjatuhkan sendoknya ke lantai. Amanda menghembuskan napas beberapa kali. Turun dari tempat tidur adalah tantangan bagi dirinya. Amanda mencoba bertumpu pada meja yang berada di hadapannya. Dia menjulurkan kaki kirinya terlebih dahulu yang lebih kuat. Kaki kanan Amanda ikut bergerak. Kakinya sekarang sedikit lebih baik walau belum terlalu kuat. Amanda mulai menurunkan kedua tungkainya. Badannya mencoba membungkuk untuk mengambil sendok, yang jaraknya sebenarnya tidak terlalu jauh. Tangan Amanda hanya tinggal beberapa sentimeter saja dari ujung sendok, tapi kakinya terlalu lemah untuk menyangga badannya, sehingga dia kehilangan keseimbangannya dan terjatuh. Tangan kanannya menyenggol piring tempat makan, sehingga jatuh berantakan. Untung saja tangan Amanda sempat menahan berat badannya. Seorang perawat kebetulan masuk untuk mengecek infus Amanda. Perawat itu terkejut saat melihat pasiennya sudah duduk di lantai.

"Ya ampun Ibu!" pekik perawat itu. Dia langsung memanggil rekannya dengan tombol darurat dan mencoba membantu Amanda berdiri. Perawat itu merasa takut sekali. Pasien VVIP ini bisa cedera lagi karena terjatuh. Luka operasinya saja belum sembuh benar, sekarang sudah terjatuh. Belum lagi manajemen rumah sakit bisa marah besar bila mengetahui ada pasien yang terjatuh, dia bisa kehilangan pekerjaannya.

"Apa ada yang sakit Bu? Leher ibu ada yang terasa nyeri?" tanya perawat itu, setelah membantu Amanda untuk duduk tegak. Wajahnya cemas. Perawat itu tidak mampu membantu Amanda berdiri, badannya kecil sekali dibanding tubuh Amanda yang tinggi, tentu saja dia juga tidak ingin menambah cedera pasiennya itu.

"Saya minta maaf Bu, seharusnya saya tidak membiarkan Ibu makan sendirian" ucap perawat muda itu lagi. Dia ketakutan sekali. Banyak pikiran buruk terlintas di kepalanya.

Amanda memandangi wajah perawat itu. Walau hanya sekilas, Amanda tahu kalau wanita muda dihadapannya ini merasa cemas dan khawatir, entah karena mengkhawatirkan dirinya, atau mungkin mengkhawatirkan pekerjaannya, Amanda tidak terlalu yakin. Pasien VVIP pasti sangat diperhatikan. Amanda senang merasa diperhatikan seperti ini. Jarang dia merasa seperti ini, diperhatikan dan dikhawatirkan.

"Tunggu teman saya datang sebentar ya Bu. Saya tidak kuat membantu Ibu berdiri, saya takut nanti malah membuat Ibu tambah cedera" ucap perawat muda itu dengan jujur. Amanda hanya mengangguk.

Beberapa detik kemudian, rekannya sesama perawat yang berjaga hari itu datang, dan ekspresi terkejutnya sama dengan ekspresi perawat sebelumnya saat melihat Amanda sudah duduk dibawah.

"Bantu berdiri" ucap perawat muda itu. Mereka berdua membantu Amanda untuk kembali berbaring ditempat tidur.

"Kami minta maaf sekali lagi Bu" ucap keduanya bersamaan. Mereka membungkukkan kepala dan badan mereka bersama-sama. Amanda hanya memandang dengan tatapan kosong. Kalau ini terjadi sebelum dia mengalami kecelakaan, mungkin kedua perawat itu sudah dipecat, tapi Amanda merasa tidak enak hati, biar bagaimanapun itu bukan kesalahan mereka, dia sendiri yang melakukannya.

"Enggak apa, saya mau tidur" ucap Amanda. Dia memalingkan wajahnya dan memejamkan kedua matanya. Kedua perawat itu hanya bisa mengangguk sambil saling berpandangan. Mereka membereskan peralatan makan yang terjatuh di lantai sebelum pergi. Di dalam hati mereka hanya bisa berharap semoga pasien mereka tidak mengajukan komplain kepada pihak rumah sakit.

Sepanjang hari ini, Amanda menolak untuk terapi, menolak untuk makan obat dan juga menolak untuk makan malam. Dia bahkan meminta perawat untuk tidak masuk ke dalam kamar perawatannya dan mencabut sendiri infus di tangan kirinya, sehingga percikan darah berceceran di lantai kamar. Semua perawat yang berjaga hari ini mulai merasa kewalahan menghadapi sikap Amanda. Awalnya mereka sering mendengar sifat Amanda yang kurang baik dari cerita Latissa, asisten Amanda saat berkunjung beberapa kali, mereka tidak terlalu percaya, karena Amanda selama ini sangat penurut dan bersikap baik. Hari ini seolah-olah Amanda membuktikan sendiri sikap buruknya kembali.

"Saya tidak ingin diganggu" ucap Amanda dengan ketus, saat ada perawat yang mengetuk pintu kamar Amanda, ingin untuk memasang kembali selang infusan.

"Tapi Bu, ada obat yang harus masuk malam ini" bujuk perawat itu.

"Tidak perlu, tangan saya masih lumpuh, buat apa masuk obat, tidak ada perubahan" ucap Amanda ketus. Dia mengibaskan tangan kirinya, meminta perawat itu untuk pergi.

Perawat jaga malam itu tidak punya pilihan lain selain menuruti kemauan pasiennya. Wanita muda itu kembali ke nurse station dan menghubungi dr. Abi, memberitahukan keadaan Amanda hari ini. Setelah beberapa kali mencoba menghubungi, perawat itu tetap tidak bisa terhubung dengan dokter Abi.

Kebetulan sepanjang pagi sampai malam, Abi ada dua operasi besar yang memakan waktu lama. Pria itu bahkan sudah tidak sanggup untuk bangun karena terlalu kelelahan. Deringan ponsel beberapa kali pun tidak mampu membangunkan. Abi terlelap dikamar istirahat dokter di ruangan operasi. Ini adalah salah satu kebiasaan Abi, dia tidur di rumah sakit bila terlalu lelah sehabis operasi. Lagipula tidak ada bedanya bagi Abi bila pulang ke rumah atau menginap. Pulang ke rumah pun hanya kesunyian yang menyambut dirinya. Lebih baik di rumah sakit, setidaknya dia tidak terlalu kesepian.

_______________