Hari Sabtu, Amanda dan beberapa karyawan divisi parfum menuju ke lokasi syuting untuk iklan parfume mereka. Amanda ingin melihat langsung proses syuting, dia berharap sekali produk ini sukses, karena semua investor juga menaruh harapan yang besar pada produk ini. Nama besar perusahaannya dia pertaruhkan untuk produk ini. Lokasi syuting cukup jauh, dengan jalanan yang berbelok-belok dan menanjak. Amanda cukup sial karena pagi ini Pak Salim terpaksa izin karena anaknya masuk rumah sakit. Amanda mungkin termasuk orang yang kejam dan disiplin, tapi kalau musibah seperti ini, mana mungkin Amanda memaksa Pak Salim mengantarkannya ke tempat yang cukup jauh pula. Dia pun akhirnya memutuskan untuk menyetir sendiri menuju lokasi syutingnya. Amanda awalnya sempat berpikir untuk ikut rombongan, tapi dia merasa tidak terlalu nyaman berlama-lama dengan karyawannya, belum lagi Amanda yakin karyawannya juga pasti merasakan hal yang sama.
"Tidak ikut mobil kantor saja Bu?" tanya Sari, sedikit ragu. Dia tahu lokasi itu cukup jauh, menyetir akan memakan waktu cukup lama. Sari khawatir mood Amanda akan berubah karena kelelahan menyetir dalam waktu lama.
"Enggak apa, saya bisa" jawab Amanda.
"Baik Bu" Sari tidak berani membantah. Dia hanya berdoa dalam hati semoga hari ini semuanya baik-baik saja.
Rombongan mulai berangkat sekitar pukul 7 pagi. Kalau tidak terkena macet, mereka akan tiba sekitar pukul 10. Amanda hari ini mengenakan baju santai dengan jeans dan sweater. Rambutnya hanya diikat kuda dengan riasan yang natural. Hampir semua karyawan terpesona dengan penampilan Bos cantik mereka ini, mereka nyaris lupa kalau disana ada model utama brand parfum baru mereka. Adrianne sudah mulai kesal karena semua memuji penampilan Amanda hari ini, yang lebih sial lagi Adrianne juga mau tidak mau terpukau dengan wanita cantik berusia 30 tahun itu. Amanda memang jauh lebih cantik dibanding dirinya yang masih muda belia ini.
"Hari ini sehabis syuting, saya undang makan malam ya, untuk semua kru Adrianne sama karyawan juga" ajak Amanda, dia memang sudah menyiapkan makan malam untuk semua kru dan karyawan serta Adrianne. Semua Amanda rela lakukan demi kontrak eksklusif dengan Adrianne.
"Wah, terimakasih banyak Mbak Manda, aku seneng banget bisa makan malam barengan sama Mbak" jawab Adrianne, kegirangan. Setahu Adrianne, Amanda tidak pernah sebaik ini dengan model-model produknya yang lain. Di sisi yang lain, para karyawan Amanda juga ikut saling berbisik, mereka terkejut dengan ajakan dari Amanda. Ini kejadian sangat langka, batin mereka dalam hati. Tapi mereka semua langsung setuju. Kapan lagi bisa makan malam gratis seperti ini, pikir mereka.
Mereka pun akhirnya berangkat, beriringan menuju lokasi syuting. Karena hari masih pagi, jalanan belum terlalu macet, mereka bisa sampai lebih cepat. Amanda tersenyum senang, dia bisa melalui menyetir selama 3 jam, padahal sudah lama sekali dia tidak menyetir.
"Bu, kalau lelah, nanti bisa istirahat dulu di kamar cottage dekat lokasi pantai, kami sudah bookingkan untuk ibu istirahat" ucap Sari, sambil menyerahkan kunci cottage.
"Emm" balas Amanda datar, mengambil kunci di tangan Sari dan pergi.
Syuting memang baru dimulai dua jam lagi, Adrianne perlu untuk bersiap-siap untuk make up dan wardrobe. Kru juga mulai memasang peralatan di lokasi. Amanda pikir dia bisa istirahat sejenak sebelumnya.
"Tok..tok..tok". Sebuah ketukan membangunkan Amanda, tidak terasa ternyata dia tertidur.
"Bu, ini Sari. Syutingnya sudah mau mulai" ucap Sari, suaranya agak sedikit keras. Dia sudah 10 menit mengetuk pintu kamar cottage Amanda, tapi belum ada suara dari dalam. Sari mulai mengetuk lagi. Tiba-tiba pintu itu terbuka. Gadis itu terpaksa mundur beberapa langkah saking terkejutnya.
"Ma.. Maaf Bu, saya tadi coba bangunkan Ibu" ucap Sari terbata.
"Emm.. Kembali saja ke lokasi, saya kesana sebentar lagi" jawab Amanda. Dia terlalu lelah menyetir sehingga tertidur. Untung Sari datang membangunkannya. Dia bergegas menuju lokasi syuting.
Semua sudah bersiap. Adrianne sudah tampil cantik dengan rambut digerai, sedikit bergelombang, riasannya membuat wajahnya tampak lebih cantik dan dress putih yang dia pakai menambah kesan polos wanita itu. Beberapa asisten sedang memayungi Adrianne. Amanda melihat sejenak sekelilingnya. Ada tenda dadakan yang sengaja dibuat untuk Adrianne di tepi pantai, lengkap dengan AC portable dan kulkas kecil didalamnya. Itu memang permintaan khusus supaya saat break syuting dia tidak perlu berpanas-panasan. Di dalam kulkas sudah tersedia air mineral merk yang paling mahal dan skincare permintaan penyanyi muda itu. Belum lagi kamar cottage Adrian juga disulap dengan warna serba pink pastel, berhiaskan kupu-kupu dengan kamar mandi yang berisi sabun dan shampo yang harus mereka pesan khusus dari luar negeri karena tidak ada di Indonesia. Padahal mereka sama sekali tidak menginap. Tapi Adrianne memaksa harus seperti itu, dia bilang harus mandi dan keramas sebelum syuting. Amanda tertawa mengejek. Ternyata benar, penyanyi ini memang cukup menyusahkan, tidak sesuai dengan citra apa yang dia tampilkan dilayar kaca. Gadis muda itu kerap terlihat polos dan sederhana, ternyata itu semua hanya palsu, batin Amanda.
"Sudah siap?" tanya Amanda sambil tersenyum manis. Biarpun menyusahkan, Amanda tetap menahan diri untuk tidak bersikap kasar pada modelnya itu.
"Ah, Mbak Manda sudah datang. Tentu sudah" jawab Adrianne.
Syuting berlangsung dengan lancar. Amanda tersenyum puas. Ternyata tidak salah para investor mati-matian meminta dirinya untuk memilih Adrianne sebagai model, gadis itu memang punya kualitas, suaranya bagus, aktingnya pun tidak kalah dengan aktris yang sudah terkenal. Rasanya Amanda tidak rugi mengeluarkan banyak usaha untuk hari ini.
"Oke, selesai!" sutradara berteriak setelah take terakhir selesai direkam, teriakan itu disambut tepuk tangan dari semuanya. Amanda pun ikut bertepuk tangan dan tersenyum puas.
Setelah selesai mereka mulai membereskan barang-barang dan peralatan syuting, lalu segera pulang. Sore ini langit sedikit mendung, Amanda melihat ke arah langit. Sudah mulai gelap, batinnya. Dia sedikit khawatir dengan hujan, jalanan yang tadi dia lalui pasti akan lebih berbahaya bila hari hujan.
Baru sekitar 30 menit perjalanan dimulai, kekhawatiran Amanda terjadi. Hujan turun dengan lebat. Amanda mulai menyesal, mengapa dia tidak mengiyakan saran Sari untuk meminta satu orang karyawannya membantu mengemudikan mobil. Perlahan-lahan, mobil Amanda mulai tertinggal. Dia mengemudikan mobil dengan pelan, ada banyak tebing yang bisa saja longsor tiba-tiba. Amanda mencoba sekuat tenaga untuk menyetir dengan hati-hati.
Malam hari pun tiba, Amanda sama sekali tidak melihat mobil lain di depannya. Hujan bertambah lebat. Jarak pandang Amanda hanya beberapa meter saja. Mobilnya berjalan sangat pelan. Sejujurnya Amanda merasa takut sekali. Sudah 1 jam diperjalanan, dia merasa mobilnya semakin menjauh dari rombongan lainnya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nama Sari muncul di layar ponsel.
"Halo, Bu, Ibu dimana? Kami berhenti di pemberhentian pom bensin pertama ya Bu, kami tunggu Ibu disini" jelas Sari.
"Ok" balas Amanda, dia sedikit panik karena hujan semakin lebat dan kali ini disertai dengan angin kencang. Amanda segera mematikan sambungan ponselnya dengan Sari.
Amanda sedikit melajukan mobilnya, dia ingin bertemu segera dengan rombongan karyawannya. Menyetir sendiri ditengah badai hujan ini ternyata cukup menciutkan nyalinya. Amanda terkejut saat melihat ada truk yang memotong jalan tepat diturunan jalan yang cukup curam. Dia menginjak rem mendadak. Amanda tidak tahu kalau dibelakang ada sebuah mobil bak terbuka yang melaju kencang, tidak sempat untuk mengerem karena baru melihat mobil Amanda berhenti. Tabrakkan pun tidak dapat terelakkan. Mobil Amanda menerima hantaman keras dari belakang hingga menabrak tebing dan terdorong beberapa meter. Amanda tidak bisa bergerak, dia merasakan sekujur tubuhnya nyeri. Ada rasa amis yang menghampiri lidahnya, wajahnya dipenuhi oleh darah.
"To..long.." ucapnya pelan, kalimat yang paling jarang dia ucapkan, akhirnya terucap juga malam ini. Dia bahkan sulit untuk berbicara. Hanya satu harapan Amanda, Tuhan mengirim seseorang untuk menolongnya, siapapun itu.