Chereads / Amanda Mencari Cinta / Chapter 2 - Rapat Evaluasi

Chapter 2 - Rapat Evaluasi

Pukul tiga sore akhirnya tiba. Seperti biasa, Amanda sudah bersiap-siap sejak pukul 2.40. Tepat waktu baginya penting sekali, Amanda membenci orang-orang yang tidak menghargai waktu. Semua laporan evaluasi sudah ada di meja kerjanya sejak pukul 2. Amanda sudah membaca dan mengoreksi semuanya, dia hanya tinggal menunggu presentasi dari masing-masing divisi sore ini. Biasanya selalu saja ada saja karyawan yang menjadi "korban" Amanda di setiap rapat evaluasi. Gaji di kantornya cukup besar, hanya tekanan pekerjaan yang didapatkan juga tidak kalah besar. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa bertahan dengan Amanda karena wanita ini tidak pernah menerima alasan apapun kalau menyangkut pekerjaan.

"Bu, ruangan rapat sudah disiapkan. Apa Ibu mau makan dulu?" tanya Latissa dengan sopan. Seingat dia, Amanda hanya minum teh hijau pagi tadi, dan minum air putih sepanjang pagi sampai siang hari. Bos cantiknya ini memang selalu menjaga bentuk tubuhnya dengan diet ketat. Pernah sekali waktu Latissa bertanya apakah wanita ini pernah makan, Amanda menjawab dengan datar.

"Bagaimana aku bisa hidup kalau tidak makan? Berhenti bertanya hal-hal bodoh seperti ini, saya gaji kamu disini hanya untuk kerja, bukan menanyakan pertanyaan bodoh seperti tadi" jawab Amanda kala itu. Semenjak itu Latissa tidak pernah bertanya lagi mengenai hal itu. Dia hanya bertanya apakah Amanda ingin makan atau tidak, selebihnya hanya mengenai pekerjaan saja.

"Apa menurut kamu waktu sekarang tepat untuk makan?" tanya Amanda dengan wajah datar. Dia menatap lekat Latissa. Mata bundarnya seakan mengatakan kalau asisten pribadinya ini sudah menanyakan hal bodoh lagi.

"Tidak Bu, saya mohon maaf" jawab Latissa, dia langsung pamit dari ruangan bosnya, daripada nanti Amanda mulai mengomel lagi, batin Latissa.

Tepat pukul 3 sore, karyawan dari kantor di lantai 9 sudah duduk dengan rapi di ruangan rapat. Tidak ada senyuman di wajah mereka masing-masing, hanya ketegangan yang terlihat dari wajah mereka semua. Masing-masing menyimpan kecemasan sendiri. Ada yang sibuk menggigit kukunya, ada yang sibuk menghapal presentasi yang akan mereka sampaikan pada bos kejamnya itu, ada juga yang berdoa, semoga hari ini Amanda berbaik hati dan tidak ada yang akan mendapat nasib buruk, yaitu dipecat oleh Amanda.

Sari berlari sekuat tenaga menaiki tangga menuju lantai 12. Sepanjang hari ini dia berjuang keras untuk mendapatkan kontrak kerja sama dengan Adrianne, penyanyi cantik yang sifatnya sama sekali berbeda dengan apa yang dia lihat di dalam layar kaca. Gadis cantik yang namanya mendadak terkenal akibat lagunya yang trending di salah satu aplikasi bernyanyi, ditambah dengan kisah asmaranya dengan seorang anak pejabat, membuat namanya semakin terkenal. Gadis itu terlihat sangat sopan dan baik dengan wajah cantiknya yang polos, menambah kesan dirinya sebagai gadis manis baik hati, tapi saat Sari menemui penyanyi itu secara pribadi, ternyata jauh dari apa yang biasanya dia suguhkan di layar kaca. Sari sampai harus berlutut demi memohon agar penyanyi muda itu mau untuk menjalin kerja sama dengan brand parfume nya. Untung saja hari itu Dewi Fortuna berpihak padanya. Entah malaikat mana yang turun untuk membantu Sari, setelah melihat dia berlutut sambil memohon, penyanyi itu setuju untuk bekerja sama, tapi tetap saja, ada banyak permintaan yang dia ajukan.

Langkah Sari semakin cepat saat dia melirik jam di pergelangan tangannya. Sial, sudah pukul 3 sore. Gadis malang itu sudah bisa membayangkan hardikan kasar dari Amanda bersama dengan wajah datar yang menyeramkan datang dari bos cantiknya itu. Mengingat itu kecepatan lari Sari langsung bertambah kencang, dia tidak mau mengalami itu semua, cukup pagi tadi saja kesialan menimpa dirinya. Jangan sampai kesempatan kerja di perusahaan besar ini lepas begitu saja. Satu tahun ini dia sudah berjuang sekuat tenaganya untuk bisa tetap bertahan.

Pukul 3.01 menit, Sari akhirnya sampai didepan ruang rapat. Dia mengetuk pintu dengan jantung berdebar kencang. Sari hampir kehabisan napas. Peluh sudah membasahi dahinya.

"Masuk!" ucap Amanda. Sari masuk perlahan. Dia hanya bisa berdoa tidak ada hal buruk yang terjadi, dan Amanda tidak marah atas keterlambatannya.

"Permisi Ibu, maaf sekali saya terlambat" ucap Sari, napasnya terengah-engah.

"Alasan?" tanya Amanda, dia paling benci orang yang terlambat. Amanda meneliti penampilan Sari dari atas kebawah. Sangat berantakan. Rambutnya acak-acakan, dress-nya kusut dan beberapa noda lumpur mengenai sepatu wedgesnya.

Melihat tatapan Amanda, Sari langsung menyisir dan merapikan bajunya.

"Maaf Bu, saya baru saja dari lokasi syuting Adrianne Bu, kontraknya sudah saya dapatkan" jawab Sari lagi. Dia memperlihatkan map yang sudah kusut kepada Amanda. Sari merapikan sedikit ujung map yang kusut itu sebelum menyerahkan kepada Amanda. Tanpa banyak bicara, Amanda menerima map itu, dan membaca dengan teliti isinya.

"Bagus, rapat evaluasi untuk lantai 9, saya anggap selesai. Segera selesaikan kontrak ini, bereskan launching. Satu bulan lagi saya mau laporan persiapan launching nanti sudah ada di atas meja kerja saya" ucap Amanda. Dia menunjukkan sedikit senyuman pada Sari. Gadis muda itu nyaris saja pingsan melihat senyuman manis bosnya yang hampir tidak pernah dia lihat sebelumnya.

"Baik Bu" jawab semua rekan kerja Sari. Hampir semua menghela napas lega. Rasanya mereka ingin sekali memeluk Sari sebagai ucapan terimakasih.

"Terimakasih Bu" ucap Sari, dia menundukkan kepalanya dengan hormat sebelum pergi. Lega sekali rasanya, rapat mereka selesai dengan kedatangan Sari membawa surat kontrak kerja yang memang sudah lama diinginkan oleh Amanda.

Setelah kembali ke kantor mereka di lantai 9, semua orang langsung riuh memberi selamat sekaligus berterimakasih pada Sari. Mereka berhasil melewati evaluasi bulan ini. Sekarang mereka hanya tinggal fokus pada launching produk baru mereka dan evaluasi penjualan 1 bulan setelahnya. Sari tersenyum bahagia, dia senang sekali. Tidak sia-sia dia sampai harus memohon sambil berlutut pada Adrianne, si gadis sombong itu, ucap Sari dalam hati.

"Keren, Sar!" ucap Ratih, rekan kerja Sari, dia mengacungkan jempolnya.

"Ah, aku lupa, ada yang harus aku sampaikan pada Bu Amanda" tiba-tiba Sari teringat permintaan pribadi Adrianne pada Amanda.

"Mau kemana?" tanya Ratih.

"Balik sebentar temui Bu Amanda" jawab Sari. Ratih ingin melarang, tapi Sari sudah berlari pergi.

Gadis itu kembali menuju lantai 12. Evaluasi karyawan di lantai 10 sudah dimulai. Sari berjalan ke arah pintu. Dia baru saja hendak mengetuk pintu ruangan rapat itu, ketika tiba-tiba seseorang menepuk bahu Sari.

"Jangan, evaluasi lantai 10.." Latissa tidak melanjutkan kalimatnya, dia hanya membuat tanda silang dengan kedua lengannya, pertanda evaluasi lantai 10 pasti kacau.

"Sebentar saja, ada yang mau.." kalimat Sari tidak juga selesai, tiba-tiba terdengar suara bentakan, dari Amanda.

"Keluar! Saya tidak mau kamu bekerja lagi" ucap Amanda.

Sari dengan cepat menarik kembali tangannya setelah mendengar teriakan Amanda. Dia sontak menjauhi pintu masuk ruangan rapat itu.

"See? Udah gue bilang, mendingan lu cepetan pergi, sebelum Bu Amanda berubah pikiran, bisa-bisa kalau beliau bad mood, rapat evaluasi lantai 9 bisa dimulai kembali" Latissa berusaha memperingatkan. Perubahan mood Amanda juga ikut berpengaruh pada dirinya. Tentu saja Latissa tidak ingin Sari merusak itu. Lolos dari rapat evaluasi Amanda bisa mereka kategorikan sebagai hal langka, atau mungkin sebuah mukjizat dari yang Maha Kuasa.

"I.i..iya.. Nanti saja saya kembali lagi" ucap Sari, dia mengangguk dengan sopan. Latissa mengangguk, lalu mengibaskan tangannya, pertanda Sari harus secepatnya keluar dari lantai itu kalau tidak mau nasib mujurnya berubah.

Sekitar pukul 5, rapat evaluasi selesai. Berujung dengan dipecatnya dua karyawan, masing-masing dari lantai 10 dan 11. Amanda keluar dari ruang rapat, kepalanya terasa berdenyut-denyut. Dia memijat pelipisnya.

"Saya sudah menyediakan teh chamomile hangat untuk Ibu" ucap Latissa. Amanda tersenyum senang, asisten pribadinya ini memang paling bisa diandalkan.

"Terimakasih" balas Amanda. Dia kembali ke ruangan kerjanya, menyeruput teh hangat yang menenangkan buatan Latissa, mengemasi tas tangannya lalu menghubungi Pak Salim untuk segera menjeput dirinya.

Tidak sampai 25 menit, Pak Salim sudah berada di halaman parkir gedung. Amanda langsung turun, dia ingin segera pulang.

"Apa ada lagi yang bisa saya bantu, Nona Manda?" tanya Pak Salim.

"Enggak, Bapak boleh pulang" jawab Amanda.

Amanda berjalan masuk menuju gedung apartemen mewahnya. Dia sengaja membeli apartemen di gedung ini karena jarak dari tempat kerjanya sama sekali tidak jauh, selain itu orang-orang yang tinggal di gedung ini juga bersifat sama dengan dirinya, Amanda merasa cocok.

Gadis itu menatap ruangan apartemennya. Walaupun apartemen itu sudah ditata secantik dan senyaman mungkin oleh penata interior ternama, tapi Amanda tetap merasa kesepian. Dia hanya sendiri, seorang diri tanpa keluarga dan sahabat. Amanda menghela napas berat. Dia sengaja memilih tipe apartemen yang tidak terlalu besar, agar tidak terlalu merasa kesepian. Amanda membuka kulkas di dapur, makan beberapa potong buah dan minum satu botol air mineral, gadis itu baru sadar dia hanya minum saja sepanjang hari, pantas sebelumnya Latissa mengkhawatirkan dirinya. Setelah itu Amanda bersiap untuk tidur. Hari Senin di Minggu ketiga adalah hari yang paling melelahkan baginya.