Chereads / Should Be / Chapter 20 - Bab 20 : Persetujuan

Chapter 20 - Bab 20 : Persetujuan

Malam ini setelah pulang dari kafetaria tersebut, Yera segera memberes-bereskan beberapa barang yang akan segera ia angkut malam ini.

"Kakak di apartemen kan?"

"Iya, kalau mau ke sini telepon aja,"

"Ini mau ke sana kak, tapi nunggu Dery. Dia masih dirumahnya,"

"Ya udah. Kalau udah di parkiran, hubungi kakak,"

"Iya bos,"

Sambungan telepon ini dimatikan secara sepihak oleh Yera. Ia meletakkan ponselnya di sebelahnya. Tak lama kemudian, ponselnya berdering kembali menandakan ada telepon masuk ke ponselnya.

"Cebol!"

"Salam dulu!"

"Lupa, maaf. Shalom anak Allah, ini gue udah di bawah. Gue masuk kagak nih?"

"Nggak usah, lo tunggu aja di mobil. Biar gue aja yang keluar."

Setelah mengatakan demikian, Yera mematikan sambungan teleponnya. Ia bergegas menggendong tas gitarnya dan mengangkat tas keyboardnya. Tak lupa memasukkan ponselnya ke dalam tas kecil yang ia kenakan.

"Mau kemana malam-malam begini, sayang?" Celetuk seseorang saat menatap Yera yang sedang turun dari tangga rumahnya menuju lantai dasar. Dia mendekati Yera dengan maksud niat membantu Yera yang tengah kesulitan membawa tas keyboardnya.

"Nggak usah, biar saya saja." Ucap Yera dengan nada dinginnya dan segera berjalan menuju lantai dasar dengan penuh hati-hati karena ia membawa keyboard miliknya.

Saat ini ia sedang berusaha membuka pintu rumahnya. Karena kesulitan, Salma membantunya membukakan pintu rumah mereka.

Yera tidak bisa menolaknya kali ini karena dia benar-benar kesulitan. Salma tersenyum menatap Yera saat Yera tak menolak bantuannya kali ini.

"Hati-hati ya Yera, jangan pulang kemalaman! Bilangin ke Dery jangan larut-larut juga ya pulangnya!" ujar Salma sambil melambaikan tangannya kepada Yera. Yera langsung keluar begitu saja sambil berjalan menuju mobil Dery yang terparkir di depan rumahnya.

"Kenapa nggak bilang sih bawa keyboard? Sini biar gue aja yang masukin ke dalam," ujar Dery sambil mengambil alih memegang keyboard milik Yera dan Yera memberikannya kepada Dery secara cuma-cuma.

Yera segera masuk ke dalam kursi penumpang, duduk di sebelah jok milik Dery. Tak lama kemudian, Dery masuk dan segera mengendarai kendaraannya pergi dari rumah Yera.

"Tadi tante Salma nanya ke gue, mau kemana. Gue jawab mau ke apartemen kak Juan, terus kata tante kalau mau nginap nggak papa. Kalau mau pulang boleh juga, asal jangan larut malam. Jadi lo mau balik ke rumah atau nginap di apart?" Tanya Dery masih fokus memandangi jalanan di depannya.

"Gue nginap aja, entar subuh baru gue balik." Ujar Yera sambil menyenderkan tubuhnya ke kursi penumpang tersebut. Ia memejamkan matanya sambil menarik napas yang cukup panjang.

Keadaan dalam mobil sedang tenang, hanya suara yang berasal dari radio yang menemaninya selama perjalanan menuju apartemen kak Juan. Dery membiarkan Yera tertidur sebentar karena sepertinya Yera sedang kelelahan.

"Yer, mau turun nggak? Atau gue gendong?" Yera langsung membuka matanya saat Dery melepaskan sabuk pengamannya. Yera mengambil ponselnya dari dalam tasnya tersebut.

"Halo kak, gue udah dibawah,"

"Oke oke, kakak ke bawah ya sekalian minta tolong sama satpam. Tunggu,"

Sambungan terhenti, Yera segera keluar dan mengambil tas gitarnya dari bagian belakang bersama tas keyboard miliknya. Dery mengeluarkan sebuah box yang berisi drum elektrik miliknya di belakang.

Tak lama kemudian, kak Juan keluar bersama seorang satpam dan membantu Yera dan Dery membawa barang-barang miliknya. Yera memegang tas gitarnya, kak Juan mengangkat tas keyboard milik Yera, sedangkan Dery dan satpam tersebut mengangkat box drum elektrik milik Dery.

"Taruh aja dulu didekat jendela. Besok baru kita beres-beresin," ujar kak Juan sesampainya didalam apartemennya sedangkan Yera dan Dery mengangguk.

**

Yera menatap sebuah proposal yang ia pegang sekarang. Saat ini ia memandangi Dery yang tengah menyemangatinya saat ia akan masuk ke dalam ruang kesiswaan.

"Lo pasti bisa!" Ucapan itu membuat Yera semakin kuat untuk menjalankan tekadnya. Ia membuka ruang kesiswaan dan menatap seorang guru yang tengah duduk sambil memainkan komputernya.

"Ada apa Yera ke sini?" Sambutan hangat dari pak Tiyo—guru kesiswaan mereka yang sekaligus merangkap menjadi guru di bidang olahraga.

"Sebelumnya pak, saya permisi mau minta izin. Ini bapak dilihat dulu," ujar Yera sambil menyerahkan proposal yang ia bikin kemarin malam di kafetaria dan dilanjutkan di apartemen kak Juan.

Pak Tiyo mengambil kacamata yang ia letakkan di atas mejanya dan menarik proposal yang diserahkan oleh Yera. Pak Tiyo membacanya satu persatu dari halaman pertama sampai halaman terakhir. Setelah selesai membaca, pak Tiyo meletakkan kembali kacamata miliknya dan menatap Yera yang tengah duduk berhadapan di depannya.

"Yera, sekarang kamu kelas berapa?"

"Dua belas pak,"

"Itu berarti kamu sebentar lagi mau apa?"

"Mau ujian pak,"

"Terus kenapa kamu mau ikut lomba yang nggak penting begini?" Yera tahu jika nantinya pak Tiyo akan menolak proposal yang ia bikin tersebut. Tetapi kali ini Yera tidak ingin menyerah begitu saja.

"Saya ingin sekolah kita menang pak kali ini, saya janji pak ini tidak akan menganggu jam pelajaran kami di sekolah. Ini kami sudah tanda tangan persetujuan dari anggota kami, pak." Ujar Yera sambil membuka halaman terakhir yang berisi tanda tangan persetujuan anggota band milik Yera.

"Tapi Yera, maaf banget kali ini saya nggak bisa kasih persetujuan kali ini. Kamu sudah kelas dua belas, harusnya kamu fokus sama ujian-ujianmu." Ujar pak Tiyo sambil memberikan pencerahan kepada Yera.

"Tapi pak, kenapa Dara mantan anak Olimpiade Biologi bisa ikut karya ilmiah di Manado? Sedangkan anggota saya mau ikut lomba yang tidak menganggu jam pelajaran saja tidak boleh? Apalagi kami lombanya hanya di kota ini saja," ujar Yera yang membuat pak Tiyo bungkam seketika.

"Pak, saya izin. Sekali ini aja pak, saya dan anggota saya akan mewakili sekolah ini," mohon Yera sambil menatap sendu ke arah pak Tiyo.

"Saya akan mengizinkan kamu dan anggotamu. Tapi sayangnya Yera, sekolah kita sudah diwakilkan oleh adik kelas kamu." Ujar pak Tiyo.

"Pak, bisakah sekali ini saja dari anggota saya pak. Saya janji tidak menganggu jam sekolah dan ujian-ujian kali ini," ujar Yera dengan tatapan penuh memohon.

"Bisa aja sih, tapi kamu harus bisa membujuk adik kelas kamu itu untuk mundur dari perlombaan ini. Jadi nanti pihak sekolah akan mengusulkan band kamu, bagaimana?" Yera menatap pak Tiyo dengan tatapan penuh binar. Ia mengangguk bahagia menatap pak Tiyo.

"Baik pak, saya akan membujuk mereka. Terima kasih pak atas bantuannya, terima kasih banyak!" Ujar Yera lalu itu berpamitan keluar dari ruangan kesiswaan tersebut.

Ia melirik Dery yang sedang duduk didepan ruang kesiswaan sambil memainkan ponselnya bersama Fausta didepannya.

"DERY, BOLEH!!!"