Chereads / Should Be / Chapter 26 - Bab 26 : Mungkin ini Rumit

Chapter 26 - Bab 26 : Mungkin ini Rumit

Saat ini Lukas tengah berbaring di atas ranjangnya dengan tatapannya yang mengarah ke arah langit kamarnya. Ia kali ini sangat bosan, ia bingung ingin melakukan apa saja.

"Kak,"

Lukas lalu pura-pura memejamkan matanya dan menarik guling miliknya. Ia memiringkan badannya saat melihat adiknya masuk ke dalam kamarnya.

"Yaelah tidur mulu lo, bujang!"

Ingin rasanya Lukas tertawa ketika Yedra memasang wajah kesal saat melihat dirinya yang baru saja berpura-pura tertidur pulas di atas ranjang. Yedra mendekat ke arahnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Lukas.

Yedra diam sejenak, ia memejamkan matanya memikirkan sesuatu hal untuk membangunkan Lukas. Setelah itu ia kembali membuka matanya bersama senyum jahat yang menghiasi wajahnya.

Lukas membuka matanya sedikit saat melihat Yedra sudah tak ada di pandangannya, Lukas kembali pada posisi awalnya yaitu menatap langit-langit kamarnya.

BYUAR. . .

"SONTOLOYO!"

Yedra tertawa pulas saat melihat Lukas yang sudah terduduk di atas ranjangnya dengan seluruh pakaiannya yang basah terkena cipratan air. Ia tertawa hingga terduduk di lantai dengan gayung yang berhasil terlempar ke sudut ruangan kamar Lukas.

Sedangkan Lukas? Lukas menatap sinis ke arah Yedra yang masih sibuk tertawa tak bersuara tersebut karena berhasil mengerjai sang kakak.

"Wedhus emang lo, Dra. Lihat aja nanti!" Ujar Lukas lalu bangkit berdiri meninggalkan Yedra yang masih dalam posisi sama.

Lukas pergi mendekati lemari bajunya ingin mengambil baju ganti untuknya karena pakaian yang ia kenakan telah basah dibuat oleh Yedra. Setelah mendapatkan pakaian miliknya, Lukas melangkahkan kakinya menuju kamar mandinya.

Sempat ia melirik Yedra yang sekarang sudah bangkit berdiri tetapi masih tertawa tak bersuara. Ia berniat akan membalas Yedra suatu saat nanti.

Lukas mengganti pakaiannya dengan pakaian baru dan tentunya lebih hangat. Ia melirik sebentar ke arah cermin kamar mandi sambil memegangi wajahnya.

"Hei Lukas tampan!"

Monolognya terhadap cermin sambil tersenyum lebar. Ia memegang rambutnya sambil mengedipkan matanya.

"Oh Jesus, why you look so handsome, Luke?" Lukas masih menatap ke arah cermin membanggakan dirinya yang sangat tampan menurutnya.

"Lo nggak waras, Yuk. Lo mutusin gue yang jelas-jelas mukanya mirip Chris Evans. Coba lihat, bisep gue nggak kalah amat sama bisepnya om Captain," ujar Lukas sambil menunjukkan bisep tangannya ke arah cermin.

"Nggak apa kok, Yuk. Setidaknya sekarang gue dapat yang lebih cantik dari lo, lebih imut dan lebih pendek tentunya dari gue,"

"EH ANYING, JANGAN BILANG GUE SUKA YERA?"

Lukas memasang muka aneh miliknya ke arah cermin. Tiba-tiba keadaan menjadi diam mencengkam karena Lukas sedang memikirkan sesuatu hal.

"Anjir lah, jangan bilang gue beneran suka Yera?"

Lukas menggelengkan kepalanya sambil memegangnya. Ia melirik lagi ke arah pantulan cermin didepannya.

"Hey, Wong Lukas Maleakhi. Do you like Ave Shayera?" Monolog Lukas menatap dirinya di pantulan cermin.

"Yes yes," Lukas bertanya sendiri dan ia menjawabnya sendiri, setelah mengatakan demikian Lukas menggelengkan kepalanya.

"Ya gimana nggak suka, orang Yera gemesin gitu!"

"HEI JURIG! SAMPAI IRAHA SIA DIDALAM?"

(Hei setan! Sampai kapan lo didalam?)

Suara itu membuat Lukas tersadar lalu ia melirik sinis ke arah pintu kamar mandinya.

"KEHED TEH SIA! JURAG JURIG, LO TUH YANG KAYAK JURIG!!"

(Sialan lo! Jurag jurig, lo tuh yang kayak setan!)

**

Saat ini suasana hati Lukas sudah membaik, karena tawaran Yedra yang mengajaknya keluar pada akhir pekan ini dan mentraktirnya. Tak luput senyum kemenangan yang menghiasi wajah tampan miliknya.

Sedangkan Yedra berdiri di belakangnya sambil menekukkan mukanya, sepertinya ia salah mengambil jalan untuk memperbaiki suasana hati Lukas. Ia tahu sebentar lagi ia akan mengalami fase kanker alias kantong kering.

"Starbucks woy Starbucks! Main nyelonong masuk miniso aje!" Ujar Yedra saat melihat Lukas yang berbelok ke arah store aksesoris. Yedra hanya menghela napasnya secara kasar saat Lukas sudah masuk ke dalamnya.

Lukas masuk dan sekarang ia fokus mencari barang yang ingin ia beli. Ia tersenyum bahagia saat melihat barang yang sekarang tengah ia genggam.

"Dra, belikan gue yang punyanya Captain America, Spiderman, Ironman sama Hulk ya!"

Yedra menatap pusing ke arah kakaknya yang sudah memegang ke-empat barang yang ingin dibelinya.

"Tapi, digan—"

"MAKASIH ADIK!"

Fuck pencitraan! Yedra memutarkan bola matanya saat Lukas memeluknya seketika dan langsung ditepis gitu saja oleh Yedra.

"Geli asu, macam orang homo!" Gelinya sambil membayangkan Lukas yang memeluknya, merinding jadinya.

"Oke ya gue beli, gue ke kasir dulu. Duit?" Yedra mengeluarkan uang tunai miliknya sebanyak lima lembar uang seratus rupiah kepada Lukas.

Lukas berjalan menuju kasir dan meninggalkan Yedra yang tengah menatap miris ke arah dompetnya, dompet yang sungguh malang.

Setelah proses pembayaran, Lukas kembali ke tempat mereka semula. Tetapi ia tak mendapati Yedra, kemana perginya Yedra? Benak Lukas bertanya-tanya.

"Mana sih budak itu? Kerjaannya pergi mulu!"

Kesalnya sambil menatap sekitarnya berusaha mencari batang hidung milik sang adik. Akhirnya Lukas memutuskan untuk mencari adiknya diluar store tersebut, siapa tahu adiknya nyasar entah kemana perginya.

"Lo kenapa sih pengen banget beli novel itu?"

Suara itu mengusik indera pendengaran milik Lukas. Lukas menoleh ke arah belakang dan mendapati dua orang yang ia kenali.

Sapa nggak ya? Sapa nggak? Hmm, nggak usah aja deh, mending gue ikutin aja.

Lukas diam-diam mengikut kedua orang tersebut yang jaraknya tak jauh dari dia. Tetapi karena suasana pusat perbelanjaan kali ini ramai, kedua orang tersebut sepertinya tak sadar akan kehadiran Lukas di belakang mereka.

"Ini novelnya bagus banget anjir!" Balas temannya sambil tersenyum bahagia menunjukkan sebuah novel ke arah orang tersebut.

"Tapi itu kan tentang LGBT lok?" Ujarnya sedikit jijik menatap novel yang berada di hadapannya sekarang.

"Ya, kenapa? LGBT kan juga manusia!" Balas temannya sambil menatap sinis ke arahnya.

"Ah udahlah!" Ujarnya sambil memutarkan bola matanya dan berdecak kesal, malas memulai perdebatan dengan temannya tersebut.

"Der, lo tahu nggak kalau cinta itu tidak memandang apapun? Cinta itu tidak memandang fisikmu, sifatmu, gajimu, dan cinta juga tidak memandang jenis kelaminmu."

Lukas yang di belakang sana mendengar percakapan kedua orang tersebut terdiam sejenak, sambil menyoroti kedua mata indah milik orang yang sedang berbicara tersebut.

"Mami pernah cerita, cinta itu bisa kita tunjukkan kepada siapa saja. Kepada seseorang yang selalu ada di benak dan hati kita, yang selalu menemani kita, yang selalu ada disisi kita dimanapun kita berada."

Dia—Dery menatap orang yang ada di hadapannya dengan tatapan penuh sorot tanda tanya. Ia menarik napasnya perlahan penuh pasti.

"Oh gitu. . . . Kalau gue bilang selama ini gue punya rasa sama lo gimana?"

Yang ada di hadapannya—Yera menatap Dery dan mematung. Dery tersenyum dan mendekatkan bibirnya dengan telinga Yera.

"Yer, gue suka sama lo." Bisiknya dengan lembut membuat Yera membeku seketika.

"Ralat. . . Gue udah jatuh cinta sama lo."

"Lo. . . Lo nggak boleh jatuh cinta sama gue!" Ujar Yera sambil menjauhkan dirinya dengan badan Dery.

"Kenapa? Bukannya cinta itu adalah hak setiap manusia di bumi?"

Sekarang atmosfer di antara mereka terasa dingin. Mereka berdua larut dalam kecanggungan masing-masing.

Sedangkan jauh dari sana. Lukas yang berada di belakang mereka, menatap mereka dengan tatapan yang sulit dimengerti.

Entah mengapa, hati Lukas rasanya tiba-tiba memanas. Kedua tangan Lukas mengepal seketika saat mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Dery.