Chereads / Should Be / Chapter 19 - Bab 19 : Satu Syarat

Chapter 19 - Bab 19 : Satu Syarat

Sekarang ini, Markus sedang asyik bermain ponselnya dari pandangan yang terlalu dekat yang bisa saja membuat matanya sakit. Jarinya sedang bergulir cepat di atas layar tanpa mementingkan kesehatan matanya tersebut.

"Eh, kalau main itu dijauhkan layarnya dari mata!" Celetuk seseorang sambil menjauhkan layar ponsel Markus dari pandangan matanya membuat Markus menatapnya seketika dengan tatapan tajam.

"Ish, ganggu lo!" Ujar Markus setelah itu lanjut lagi bermain di ponselnya dengan pandangan yang jauh kali ini.

Permainan terhenti seketika saat tim Markus kalah dalam pemainan tersebut. Sebelum dinyatakan kalah, Markus mengumpat sebanyak 78 kali dan kata andalan yang selalu ia katakan adalah,

"OALAH JANCUK, DASAR SI HUMAN PABO!"

Dan Perkataan itu sekaligus menutup umpatan Markus pada permainan kali ini. Lalu ia meletakkan ponselnya di atas mejanya, Ia menatap Juna yang sedang asyik menyantap makanan yang ia beli di kantin tadi.

"Jun, bagi dikit dong!"

"Gue nggak denger, lagi pakai headset!" Markus berdecak kesal saat mendengar perkataan Juna tersebut. Markus berdiri dan berjalan menuju hadapan Juna yang duduk di depannya.

"Temani kantin yok!"

"Sendiri aja sana, gue lagi makan nih. Masih ada Hansel sama Ten disana. Buruan, sebelum mereka balik!"

"Juna, temani dong!" Juna melirik sebentar ke arah Markus yang ada di hadapannya yang sedang bertingkah imut yang menurutnya itu sangat menjijikan.

"Ini ini! Untung tadi gue beliin, gue muak lihat aegyo lo!" Ujar Juna sambil memberikan sebungkus plastik kemasan kepada Markus. Markus menerimanya dengan mata yang berbinar-binar.

"Makasih Ajun, lo emang sahabat gue!" Ujar Markus kembali ke bangkunya dan mulai mencicipi makanan tersebut. Sambil menyantap hidangannya, Markus menyetel lagu milik Tulus yang berjudul Sepatu. Sesekali juga ia menyanyikan beberapa bait sambil mengunyah makanannya.

Kita sadar ingin bersama

Tapi tak bisa apa-apa

Juna didepannya yang setelah menghabiskan makanannya membalikkan badannya dan mulai menatap Markus.

"Eh, jadi gimana?"

Markus pertama dibuat bingung dengan pertanyaan oleh Juna. Ia diam sebentar lalu ia mengingat kembali maksud dari Juna.

"Oh tentang itu? Nah itu gue juga bingung." Ujar Markus menatap balik ke arah Juna yang terlihat seperti mengintrogasi Markus. Untung saja saat ini kelas mereka hanya diisi oleh 5 orang saja termasuk Markus dan Juna, sisanya pada pergi keluar kelas menghabiskan waktu istirahat diluar kelas.

"Menurut gue nih ya Mark, lo harus join sama bandnya dia. Ini menurut gue aja nih ya," usul Juna.

"Tapi ya, gue nggak mau kalau misalnya cuman tiga orang aja isinya, anjir! Gue sih mau aja, tapi kenapa harus sama tuh orang sih?" Ujar Markus sambil menatap kesal ke arah Juna.

"Bilang aja lo cemburu, gitu aja—" sebelum melanjutkan kata-katanya, mulut milik Juna segera dirapatkan dengan telapak tangan milik Markus.

"APAAN SIH, NJIR?!" ujar Juna setelah Markus melepaskan telapaknya dari mulut Juna.

"I want to cut your mouth!" Ujar Markus sambil menatap tajam ke arah Juna.

"Lo tuh sembarangan ya. Gue tuh bukan cemburu, anjir. Gue takutnya jadi nyamuk di situ, mana mereka berdua tuh dekat banget kan. Adanya gue dikacangi," lanjut Markus

"Yah. . . Kasihan banget sih nasib Markus Alexandre ini. Makanya cari pacar sana, jangan jadi jomblo!" Ujar Juna sambil menepuk-nepuk pundak Markus.

"Nggak ngaca lo? Eh tapi gue ada ide bagus deh, ini syarat kalau gue mau join sama band mereka." Ujar Markus dan menyuruh Juna mendekatkan telinganya dengan mulutnya. Juna mengikuti perintah tangan yang diberikan oleh Markus dan Markus membisikkannya.

"APA? ANJIR LO?!"

**

Yera sedang mengambil kertas-kertasnya didalam lokernya, ia melirik Lukas sebentar yang sedang berada di belakangnya. Setelah itu memberikan kertas tersebut ke Lukas.

"Eits, belum. . . Emang lo udah nyiapin isi liriknya? Ini kan cuman ada not dan ketukannya doang," ujar Yera menatap sinis ke arah Lukas yang sedang mengulurkan tangannya untuk mengambil kertas tersebut.

"Gampang aja itu, gue nanti minta bantuan adik gue. Siniin kertasnya!" Ujar Lukas sambil menunjuk ke arah kertas yang dipegang Yera.

"Nggak! Sini biar gue sama yang lain bantu lo!" Ujar Yera menarik kertas tersebut dari pandangan Lukas ke belakang kepalanya.

"Hah? Maksud lo?"

"Lo nggak ngerti apa? Entar kita bantuin bikin liriknya dan perbaiki semuanya. Kita bantuin, titik." Ujar Yera sambil menekankan kata 'bantu' tersebut.

"Emang lo bisa?" Tanya Lukas penuh curiga terhadap Yera.

"Ya bisa lah, ini juga dibantu sama yang lain kali." Ujar Yera sambil memasang muka kesal menatap Lukas.

"Yang lain?" Yera menaikkan sebelah alisnya dan menatap ke arah kertas yang ia pegang.

"Lo bakal tahu itu siapa aja, jadi gimana? Kertas ini biar gue aja yang pegang." ujar Yera sambil menatap ke arah Lukas dengan tatapan menyeringai jahat miliknya.

"Oke, tapi beneran ya lo bikinkan. Awas aja lo nggak bikinkan!" Ancam Lukas sambil menatap Yera penuh dendam.

"Iya, mana kertas yang sama lo?" Ujar Yera dan tak lama kemudian Lukas mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya dan memberinya kepada Yera.

"Bagus, gue yakin lo bisa, Luk! Besok, lo ikut gue lagi pulang sekolah!"

**

Yera saat ini tengah duduk manis sambil mengerjakan tugasnya melalui laptop didalam kafetaria peninggalan maminya tersebut. Tak lupa ia menyeruput minuman yang dia bikin tadi untuk menemaninya membikin tugas.

"Eh Yera, halo!" Celetuk seseorang membuyarkan lamunannya ketika Yera sedang asyik mengerjakan tugasnya.

"Eh Markus? Halo juga!" Balas Yera sambil menatap Markus yang tengah ada di hadapannya sambil tersenyum menatap Yera.

"Kosong?" Yera mengangguk dan mempersilahkan Markus untuk duduk di bangku kosong di depannya.

"Lagi ngerjain soal?" Ujar Markus membuka topik hangat saat ia menatap Yera yang sedang sibuk menulis di beberapa lembar kertas HVS.

"Hah? Iya nih, ini dapat soal dari pak Herman. Besok dikumpul jadi kalang kebut begini," balas Yera sambil menatap Markus.

"Oh itu ya, oiya gue boleh nanya nggak?" Yera menatap ke arah Markus saat Markus mulai mengalihkan pembicaraan ke inti topiknya ia mendatangi Yera ke sini.

"Nanya apa Mark? Silahkan,"

"Lo mau ikut lomba band itu kan? Lomba yang diadain sama salah satu agensi ternama dan Purwakarta untuk memperingati hari Musik Nasional tanggal 9 Maret. Lo yakin mau ikutan lomba itu?" Tanya Markus kepada Yera. Yera hanya mengangguk sebagai balasannya.

"Kan tanggal segitu kita udah fokus ujian, Yer. Apalagi minggu depannya kita udah USBN," ujar Markus.

"Gue ngerti, Mark. Kan waktu itu Dery nanya, lo mau join atau nggak? Kan itu juga nggak maksa lo." Markus terdiam sejenak memikirkannya.

"Iya sih bener, tapi emang itu nggak ganggu pelajaran lo? Ayoklah Yera fokus belajar aja dulu, entar di dunia perkuliahan lo baru fokus sama dunia lo."

"Ada maksud lain dari ini semua Markus. Jadi lo mau join atau nggak?" Tanya Yera dengan sorot mata yang mematikan yang mampu membuat Markus diam sejenak menatap sorot mata Yera.

"Gue mau join, tapi ada satu syaratnya."

"Apa?"

"Juna, mantan ketua MPK. Gabung juga sama band lo, gimana?" Ujar Markus membuat Yera berdiam sejenak.

"Boleh,"