Vira dan Vino saling berdiam diri di dalam lift. Kalau Vira jelas dia masih menyimpan kesal pada Vino, walaupun dia berusaha tak ambil hati tapi sebenarnya Vira memikirkan ucapan vino. Dia penasaran dengan masa lalu yang Vino sebutkan. Sebenarnya ada hubungan apa antara keluarga Vino dan mama nya. Karena jujur, jangankan wajah, nama bahkan semuanya Vira tidak tahu. Dia seakan lahir dan besar sebagai bagian dari keluarga Tina. Menjadi Cinderella di rumah kerabatnya itu.
Vino sedikit mengertilah dahi. Mungkin dia juga memikirkan sesuatu yang berat. Melihat wajah vino meski awalnya Vira mau bertanya jadi tidak jadi. Cuma dia penasaran juga, yaudah tanya aja deh.
"Vin, lu mikirin apa?" Tanya Vira memancing obrolan. Vino menoleh walau wajahnya masih jelas terlihat berpikir. Wah, sesuatu yang penting banget nih kayaknya, sampe vino mengerutkan dahi sebegitu tebalnya.
"Mm, menurut lu, haruskah kita pasang lift langsung ke kamar?" Hah! Vira tak percaya dengan hasil pemikiran vino, sungguh luar biasa. Jadi dia ga mikirin pertengkaran mereka yang jadi drama Korea barusan. Vino malah sudah memikirkan fasilitas khusus gedung ini. Vira sedikit kecewa. Harusnya mereka marahan aja lagi, jadi Vira merasa dipikirin sama Vino.
"Gue pikir dia mikirin gue.." harap Vira bergumam sendiri.
"Kenapa?" Tanya Vino aneh dengan raut wajah yang dibuat oleh Vira. Gadis itu tersenyum kecut, rasa penasarannya tiba tiba menghilang.
"Lift ke kamar buat apa?" Tanya Vira meladeni obrolan Vino.
"Supaya akses keluar masuk gampang, dan ga perlu menyita perhatian orang lain. Lift khusus kita antara rumah kita dan parkiran, gimana?" Tanya Vino dengan wajah sumringah.
"Terserah lu aja deh!" Vira malas meladeni.
"Ko gitu?" Vino merasa Vira menyimpan sesuatu yang aneh di raut wajahnya yang malas.
"Lu mau nanya sesuatu ya?" Tebak Vino, tapi Vira menggeleng, dia tersenyum lagi sambil melipat tangan di dada.
"Kalau lu ga ada yang ditanyain, gimana kalau gue yang nanya?" Vira menoleh lagi dan menautkan alis.
"Lu mau nanya apa?" Sahut Vira dengan wajah datar. Dia yang penasaran, tapi vino yang akhirnya mengajukan pertanyaan.
Ting!!
Lift terbuka, menjeda obrolan mereka. Vino membuka pintu dan masuk ke rumah di iringi Vira. Bersama langkahnya masuk mengenai sensor yang di pasang di dinding masuk seketika lampu menyala dan menerangi ruangan rumah mereka.
Vino merebahkan diri di sofa di ikuti Vira.
"Jadi lu mau nanya apa?" Vira sekedar mengingatkan vino yang mengangkat punggungnya dari sandaran kursi. Pria itu menatap wajah datar Vira dengan seksama. Dia memperhatikan raut wajah Vira. Membuat gadis itu heran. Kenapa sih?
"Gue mau nanya perihal Hazel.." suara pelan vino menyita perhatian Vira. Jangan bilang dia salah paham! Batin Vira ko jadi berdebar ya.
"Kenapa Hazel?" Tanya Vira dengan nada sedikit meninggi, dia tak suka pandangan mata vino yang seperti sedang meneliti, membuat Vira canggung. Stop menatap dengan seperti itu vino! Lu sadar ga sih kalau lu itu ganteng, dan tatapan mata itu taken seperti silet yang siap mengupas tuntas hati gue. Vira berusaha menguasai dadanya yang berdebar kencang. Dia menggeser sedikit posisi duduknya, menjauhi vino. Tenang Vira, anggap aja lagi uji nyali. Vino ga akan pernah suka sama lu, so jangan kepedean!! Batin Vira mencoba mengingatkan posisi Vira di mata vino versi dia sendiri.
"Menurut lu, Hazel itu gimana?" Pertanyaan yang ambigu.
"Gimana apanya?" Tanya Vira salah tingkah. Ya ampun, bisakah kita ngobrol biasa? Ga pake tatap tatapan kayak gini! Mana tahan! Batin Vira berontak dan hilang kesabaran, dia berusaha membuang pandangan dan tak membalas sorot tajam mata vino.
"Kalau menurut gue sebagai laki laki.." vino menarik nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya, dia mengepalkan tangan menahan geram. Sejujurnya dia tak suka Vira dan Hazel yang berangkulan di pinggir jalan seperti tadi. Cuma gengsi kan kalau Vino mengatakan semuanya dengan gamblang. Meski bibirnya tersenyum hatinya jelas tidak. Hazel, awas aja lu ya!
"Seharusnya, baik lu ataupun Hazel ga bertemu di belakang gue.."
"What!" Potong Vira dengan nada terkejut. Gue ga salah denger?
"Maksud lu.." Vira menerka berka maksud ucapan Vino, jelas suaminya ini sudah salah faham.
"Dengerin ya, gue sama Hazel ga janjian ketemu, gue juga ga bawa ponsel pas keluarkan. Da lagian.." vino menarik sudut bibir, mengulas senyuman tipis. Apa arti senyuman itu? Vira membalas tatapan mata Vino.
"Jangan bilang, lu.." vino membulatkan mata mendengar suara lirih Vira. "Lu ga mungkin cemburukan?" Tanya Vira kemudian di balas tawa kecil vino. Pria itu terkekeh hingga harus menghentikan tawa dengan telapak tangannya. Ok siap! Bener banget, Vira terlalu percaya diri.
"Hahahah.. ya enggak lah! Mana mungkin gue cemburu!" Sergah Vino masih menahan tawa geli. Vira mengangguk setuju.
"Ya ya, ga mungkin sih ya" ujar Vira mengulas senyum getir sesaat.
"Ya ga mungkinlah, secara gue sama Hazel. Gue kan pria 28 tahun dengan karier yang sukses. Lu liat aja gedung ini!" Oke, Vira tersenyum mendengar kesombongan vino. Tapi dia juga tak bisa menyangkal akan kesuksesan Vino, pria mapan yang menguasai bisnis dan cukup terkenal di media motivasi.
"Sementara Hazel?" Nada sumbang vino berhenti sampai di situ, dia menyadari raut wajah getir Vira.
"Menurut lu Hazel itu gimana?" Vino mencari tahu sosok Hazel di mata Vira. Sebenarnya dia sedikit cemas, takut kalau ternyata Hazel jauh lebih baik dari dirinya di mata Vira. Entah kenapa menurut vino itu hal yang penting, bahkan mungkin lebih penting dari warisan yang selama ini dia kejar. Semudah itu motivasi hidupnya berubah.
"Hazel.." saat Vira menyebut nama pria itu dada Vino berdebar, dan semakin jelas debarannya saat Vira membuang pandangan dan menatap kosong seakan membayangkan sosok Hazel hadir di antara mereka.
"Menurut gue, Hazel itu.. dia baik, ganteng, keren dan lucu.. dia juga orang yang ga bisa di tebak.." vino tersenyum lebar mendengar pendapat positif Vira tentang Hazel.
Oh, jadi dia itu baik, ganteng, keren dan lucu. Batin Vino seketika berontak. Rasanya dia ingin meninju meja kaca di depan muka mereka saat ini. Tapi sabar, ini ujian.
Vino menatap wajah Vira serius dan seakan mempersiapkan diri dengan kalimat terburuk yang akan dia terima nanti. Inilah kenyataan, Vira lebih suka Hazel atau dirinya. Vino harus berusaha lebih giat lagi untuk bisa menjadi lawan seimbang dari Hazel.
"Menurut gue, Hazel teman yang baik.." ujar Vira mengakhiri kalimatnya, dia menoleh dan mendapati wajah vino yang masih menatap lekat wajahnya.
Ya, Hazel adalah teman yang baik. Tapi daripada itu, Vira berharap seseorang yang lebih daripada teman.
"Teman.." lirih vino dengan suara lemah.
"Ya, gue lebih suka cowok yang dewasa dan --" Vira tak melanjutkan kalimatnya, dia cuma terus menatap wajah vino dan membayangkan jika suatu hari nanti Vino bisa jatuh cinta padanya. Membayangkan jika suatu hari nanti Vira menjadi istri sesungguhnya dalam hidup vino. Mungkin mustahil.
"Gue bakal izinin lu sama Hazel, kalau cuma sebatas teman" ujar vino menarik senyuman lebar. Membuat alis Vira bertaut heran.
"Maksud lu?" Tanya Vira ga ngerti sama sikap vino yang sulit ditebak dan di pahami.
Vino tersenyum lebar dan mengalihkan pandangannya, rasanya seketika perasaannya lega.
"Mau makan sesuatu?" Tanya Vino beranjak dari posisi duduknya.
"Ayo kita bikin sesuatu yang enak!" Vino mengulurkan tangan membuat Vira menatap aneh tingkah vino yang kontras, tadi dia membuat wajah serius dan sekarang wajah sumringah. Vira menggelengkan kepala heran.
Vino mengulum senyuman dia merasa menang untuk saat ini.
"Pria dewasaaa.. tentu saja! Gue bahkan delapan tahun jauh di atas dia!" Ujar Vino mengepalkan telapak tangan dan menarik cepat kepalan tangannya dengan bangga.
"Kenapa?" Tanya Vira heran.
"Engga, kayaknya menu malam ini sedikit berlemak ga apa apa!" Ujar vino mengalihkan topik.
"Dih, aneh. Biasanya menu sehat terus!" Protes Vira heran dengan selera vino yang sekarang mudah di kompromi.
"Katanya kita akan panjang umur kalau bahagia.." Vira melepaskan tawa kecil mendengar ucapan vino. Tentu saja dia sedang bahagia.. melihat Vira kembali ke rumah ini, dan sekarang bisa memasak bersama bukankah itu kebahagiaan buat Vino? Vira juga menyembunyikan rona merah di wajahnya. Dia berharap ada banyak hari yang akan berakhir seperti hari ini.
"Gue suka ngeliat lu ketawa gitu!" Tunjuk Vira pada wajah vino. Pria itu mengangguk kecil
"Dan gue suka sama lu" balas Vino seperti berbisik, dan tak mungkin Vira mendengarnya.