Keesokan harinya
Vira sudah rapi dengan sarapan di meja, hari ini dia membuat salad segar kesukaan Vino. Makanan sehat ala ala. Tapi mana vino? Dia ko tumben banget belum bangun
Vira mencoba menghampiri kamar Vino, mengetuk pintu perlahan.
"Viinoo.." panggil Vira dengan nada lembut, tapi tak ada sahutan.
"Apa dia udah berangkat?" Vira melirik jam tangannya, ah masa sih? Kayaknya belum deh.
Tok tok tok!!
Vira mengetok lagi, tapi masih tak ada sahutan. Gadis itu mencoba memutar handle pintu kamar Vino dan taraa..
"Vino??" Vira melangkah masuk, tumben banget Vino jam segini masih selimutan. Gadis itu menarik hordeng hingga cahaya mentari pagi yang hangat bisa menembus masuk dinding kaca.
"Viinoo.." masih tak ada sahutan. Membuat Vira sedikit cemas dan penasaran. Dia mendekati ranjang Vino.
"Vino??" Vira heran, ko ga ada jawaban, jelas jelas masih terlihat amat jelas ada orang di bawah selimut tebal warna abu abu ini. Vino kenapa sih!
Vira ragu ragu menarik perlahan selimut Vino, dan dia terkejut melihat wajah pucat Vino yang menggigil.
"Vino?" Vira seketika panik, dia memeriksa dahi vino dengan punggung tangannya. Panas.
"Lu demam ya?" Vino tak menjawab. Tubuhnya rasanya lemah sekali.
"Ya ampun, lu jangan pakai selimut tebal kayak gini Vino!" Vira membuka selimut Vino, pria ini menggigil tapi tubuhnya panas dan mandi keringat. Dengan cekatan Vira mengganti selimut tebal Vino dengan selimut tipis katun rayon yang lebih adem. Dia membuka lemari pakaian Vino, mencari atasan kaos dan celana nyaman.
"Ko lu tidur pakai baju kemaren sih?" Vira tak percaya melihat pakaian Vino. Ah, benar kata orang, imun orang kaya kalah jauh sama orang kampung seperti Vira. Kemarin malam memang sedikit gerimis tapi bukankah Vira baik baik saja. Jangankan kegerimisan, mandi ujan juga dia mah happy, enjoy. Boro boro sakit yang ada ga mau berhenti. Oke skip!
Wajah pucat Vino, bibirnya yang gemetar. Membuat Vira menghela nafas panjang, prihatin. Pria ini punya gaya hidup sehat, pola makan sehat, tubuh atletis, tapi kena gerimis udah drop.
Vira mengatur suhu ruangan. Dia mematikan AC dan membuka jendela. Mengganti sirkulasi udara. Gadis itu membuka selimut Vino sekali lagi. Dia membantu melepas pakaian Vino.
"Vino, lu harus ganti pakaian, ini baju lu basah kena keringat. Ini ga bagus!" Ucapan Vira seperti Omelan seorang ibu pada anaknya, membuat Vino menggaris senyum dan pasrah.
Vira menarik ujung kaos Vino, dia sedikit kelelahan karena jujur saja Vino memiliki massa tubuh yang cukup berat. Belum lagi tubuhnya yang kurang fit jadi sulit menggerakkan tubuh dengan luwes.
Vira menarik kaos Vino dan menanggalkan hingga ke ujung kepala. Gadis itu meraih gel yang sudah dia hangatkan di microwave.
"Satu kantong di perut, di belakang leher dan di ujung kaki!" Vira mengatur kantong gel untuk mengompres tubuh Vino.
Vira meraih waslap dan mencelupkan dengan air hangat, gadis itu dengan mengalihkan pandangan mengelap tubuh vino. Jujur saja dari awal membuka pakaian Vino, Vira sudah kesulitan mengatur nafas. Jujur nih ya, kalau Vino punya fisik yang oke punya. Otot bisep yang menggugah selera, sixpack di perut, tapi sayangnya imunnya tak setajam guratan otot otot itu.
Vira mengelap perlahan permukaan kulit dada Vino. Mengabaikan dadanya yang berdebar hebat. Mencoba menutupi rona merah di wajahnya.
Sabar Vira ini ujian!! Batinnya menguatkan diri. Jangan terlalu lama, Vira menyeka sisa air dengan handuk kecil, meminta Vino untuk duduk, mengganti pakaian Vino. Akhirnya, itu aurat tertutup juga, Vira menghela nafas lega. Untung aja imannya kuat, kalau tidak sudah di terkam deh tadi. Sabar, Vino kan lagi sakit jadi harus telaten, inikan bagian dari kewajiban istri, merawat suami yang sedang demam.
"Pas banget, lu udah bersih, bubur udah Mateng. Sekarang makan dulu. Habis itu minum obat terus bobo lagi!" Ujar Vira menirukan logat bicara mamah mamah di televisi. Membuat bibir Vino tertarik, dia tertawa kecil. Dengan tubuh lemas pria itu memaksakan senyuman. Vira cukup menghibur.
Vira mengatur bantal untuk penopang punggung Vino. Dia duduk di sisi ranjang mendekati posisi Vino. Vira mulai dengan sabar menyuapi Vino sesendok demi sesendok. Dia juga memastikan suhu yang pas sebelum menaikkan sendokan ke bibir Vino.
Vira hanya mengulas senyum melihat Vino menelan bubur buatannya dengan perlahan.
"Semoga cepat sembuh ya, kalau sakit begini gue ngerasa Vino yang gue kenal jadi beda.." ujar Vira dengan nada sendu.
"Biasanya kan lu pagi pagi udah bangun, Uda workout, udah sarapan, udah pakai jas lengkap dan siap berangkat. Tapi hari ini lu keliatan pucet. Bahkan gue belum denger suara lu" bibir Vira terus saja berkicau sampai sampai dia baru sadar kalau isi mangkoknya sudah habis. vino menghabiskan masakan nya. Tanpa protes. Vino tak menjawab dengan sepatah katapun. Vira memberikan beberapa butir obat pereda demam dan beberapa vitamin suplemen. Vino meneguk obatnya dengan sekali hap. Pria itu kembali membaringkan tubuh dengan perlahan. Vira membantu mengatur posisi nyaman Vino, memasang selimut dan menyeka dahi suaminya itu. Sedikit berkurang panasnya. Membuat Vira merasa sedikit lega.
Vira melirik jam tangan. Ya, hari ini mungkin dia tidak akan pergi ke kampus. Dia akan merawat Vino dengan baik.
Vira merapikan bekas makan, kembali mengangkat baki dan beranjak dari kamar Vino. Tapi..
Telapak Vino menahan lengan Vira, membuat gadis itu terkejut. Dia hampir saja menjatuhkan mangkuk dalam bakinya.
"Kenapa?" Tanya Vira cemas. Dia meletakkan lagi baki ke meja kecil tak jauh dari ranjang Vino.
Tanpa memakan waktu Vira memeriksa tubuh Vino, apa dia harus memanggil dokter.
Vino memiringkan tubuhnya, sekali lagi dia menahan lengan Vira dengan telapaknya yang lemah.
"Kenapa? Lu mau sesuatu? Atau ada yang sakit?" Vino membalas dengan kedipan mata. Entah apa artinya yang jelas pria ini berusaha mengukir senyuman.
Tanpa kata kata Vino seakan menarik lengan Vira dengan sisa tenaganya. Membuat tubuh Vira terjerembab dan jatuh menimpa tubuh Vino, untung saja Vira bisa menahan diri, kalau tidak pasti tubuhnya sudah menimpa kepala Vino.
Pria itu melingkarkan lengannya di pundak Vira, membuat mata Vira terbelalak tak percaya. Loh loh loh?? Apa apaan ini?
Kenapa Vino peluk gue?
Pria itu menggeser posisi tidurnya seakan meminta Vira tetap disini menemani dirinya. Meminta Vira ikut berbaring dan menemani tidur Vino. Vira tak bergerak. Bahkan dia tak bisa bernafas. Ya ampun, wajah Vino begitu dekat di bawah matanya. Meski pucat tapi ketampanan ini tak berkurang. Mungkin hanya pudar 0,0000 sekian persen saja.
Dengan canggung Vira menaikkan bokongnya, ikut merebahkan diri di sisi Vino, dia dengan ragu tapi juga nurut aja. Vira ikut berbaring memunggungi Vino, dia tak berani menoleh karena tepat di belakang lehernya Vino menyandarkan kepala. Hawa panas dari kulit tubuh Vino, bercampur hembusan nafasnya, membuat rona merah padam pada wajah Vira. Ini bukan kali pertama Vino merangkulnya, tapi kali ini. Vira kesulitan bernafas dan bergerak. Dia bisa merasakan tubuh Vino menempel begitu dekat dengan punggungnya. Suhu tubuh mereka yang cukup kontras seakan membuat Vira bisa merasakan kehangatan hingga sekujur tubuh.
Deg!! Deg!! Deg!!
"Vira.. terima kasih.."
Hah? Barusan? Vino bilang apa!