Kejadian kemarin sore membuat Tabita marah besar dan tidak ingin menemui marcel lagi. Bahkan tristan yang notabene nya kakak bita pun makin frustasi karena Tabita tak ingin menemui nya.
Kedua pria itu hanya bisa menunggu didepan ruang rawat bita. Mereka berdua bingung harus menjelaskan apa lagi karena ulah dan keegoisan mereka masing-masing yang membuat Tabita kecewa berat dengan keduanya.
"Mau sampai kapan bit kamu cuekin mereka berdua?, Suami Lo udah menyesali perbuatannya loh?" Tanya Siska yang memegang wadah berisi bubur ayam untuk menyuapi bita.
"Biarin sis aku udah terlanjur kecewa dengan sikap mereka. Dan kalo jujur aku sudah membenci Marcel. Dia yang buat calon anakku pergi dan aku harus tersiksa batin juga fisik. Dendam dia gak beralasan sis. Itu yang buat aku gak mau ketemu dia untuk saat ini." Siska tahu posisi sahabat nya itu.
Dia hanya bisa memberikan semangat buat bita supaya dia bisa kuat dan tegar juga mau memaafkan kedua pria itu.
"Sis, kamu mau bantu aku gak?" Siska berdiri dan kini berpindah duduk di ranjang dengan Tabita untuk mendengarkan permintaan bita sambil kembali menyuapinya.
"Bantuin apa?" Tanya Siska yang menaikan sebelah alis kanannya.
"Kamu mau kan temani aku buat pergi dari Marcel?" Mata Siska seperti akan copot karena menatap tak percaya dengan kata-kata bita.
"Gila kali loh. Ogah gue. Gue kasihan bit Ama suami loh. Dia udah nyesel Ama perbuatan nya dan dia setiap hari gak pernah absen buat nungguin loh saat kritis!" Ucap Siska yang memeluk kedua lengannya cuek.
"Sis, aku hanya ingin menenangkan pikiran di tempat lain. Bukan berarti aku pisah sama Marcel. Jujur ya sis, aku sayang banget dengan pria itu saat aku udah nikah Ama dia. Please sis hanya sebulan kok! Ya?" mohon bita dengan kedua tangan menyatu didepan wajah dan menampilkan puppy eyes nya. Menggemaskan kalau dilihat.
"Ya, ya yaudah tapi hanya kali ini gue bantu!" Jawab Siska yang ogah-ogahan. Dia tahu bita kecewa tapi ide wanita didepannya sangat membuat dia gregetan sendiri. Karena harus meninggalkan pria yang telah berubah demi dirinya.
"Yes. Makasih sis. Tapi jangan sampai Marcel tahu kalo aku mau kemana.cukup kamu aja sis yang tahu. Keluarga aku juga gak ingin aku kasih tahu." Siska kembali melotot tak percaya dengan bita yang menurutnya asal berbicara itu.
"Heh bita. Gila kali lu ya. Waktu kritis disuntik apaan lu? Masa keluarga sendiri gak dikasih tahu?" Tanya Siska yang kini berdiri dan menatap kearah jendela ruangan itu.
"Kamu gak tahu aja sis kalo aku nikah dengan Marcel karena dipaksa oleh Marcel sendiri" Siska yang mendengar itu segera membalik badan tak percaya dan menghampiri kembali bita yang menunduk menatap kedua tangannya dengan air mata yang menetes.
"Apa? Jadi kalian gak saling menyukai waktu itu? Tapi_"
"Tapi Marcel menikahi aku cuman karena mama sama papa punya hutang dengan Marcel. Disaat itu juga aku kehilangan akal dan terpaksa menikah dengan Marcel" jawab bita dengan nada bergetar menahan tangis.
Siska yang ibah segera menarik bita ke pelukannya."ya sudah apapun rencana kamu untuk melupakan masa-masa sulit yang pahit itu. Gue mau bantu kamu bit. Sumpah gue gak nyangka Marcel se licik itu." Jawab Siska menahan emosi dan mengelus punggung bita dengan sayang.
"Sis aku ingin pergi dari sini. Supaya Marcel Ama kak Tristan gak bisa temuin aku. Please sis bantu aku" ucap bita sambil menyeka air matanya.
"Yasudah gue mau minta bantuan seseorang untuk membantu kamu. Tapi kamu jangan kaget dengan orang itu ya!" Kening bita menyatu karena ucapan Siska barusan yang terkesan ambigu.
"Terserah kamu asal Marcel dan keluarga ku gak tahu soal kepergian aku nanti." Siska hanya manggut-manggut mengiyakan.
"Kapan rencananya dijalankan bit?" Tanya Siska yang kembali duduk di kursi tadi.
"Sekarang juga bisa." Siska geleng-geleng kepala tak percaya kalau wanita yang baru sadar dari kritisnya itu harus melakukan hal diluar pikiran nya.
"Ya udah aku mau minta bantuan Fany kalau begitu!" Jawab Siska dan meraih benda pipih di dalam tas. Bita hanya bisa diam dan berpikir. Kenapa harus Fany? Bukannya Fany bersama- sama dengan Marcel?.
"Kalau kamu bingung. Sebenarnya Fany udah menyesali perbuatannya yang membuat kamu kritis kemaren" bita tersenyum dan mengangguk.
"Yasudah bentar. Gue mau telfon dia dulu"
*********
Bita kini sedang berada di sebuah rumah sakit yang baru pertama kali dia tahu di daerah terpencil seperti ini.
"Sis, Fany. Makasih ya kalian mau bantu aku buat ngehindar dari Marcel dan kak Tristan!" Bita yang duduk di atas ranjang ruangan yang lumayan besar dan sederhana itu tersenyum tulus kearah wanita yang sedang duduk disampingnya "Fany".
"Iya bit. Maaf soal waktu itu ya udah jahatin kamu? Aku menyesal udah ngerebut semua kebahagiaan kamu." Bita memegangi tangan Fany dan tiba-tiba saja Siska berteriak membuat bita dan Fany kaget dan menatap kearah Siska.
"Aaakhhh kecoa..." Teriak Siska.
"Mana kecoa? Ada-ada aja kamu sis. Tuh hanya mainan anak-anak." Jelas Fany yang membuat bita tersenyum menahan tawa.
"Aduh dek. Ngapain mainin mainan kayak gitu? Untung kecantikan kakak gak luntur tadi!" Ujar Siska membuat Fany memutar bola matanya malas. Sungguh sepupunya tak pernah berubah dengan tingkah kegesrekannya itu.
Anak kecil itu hanya tertawa pelan dan mengambil mainannya yang tadi dan berjalan keluar ruangan Tabita. Siska segera menuju pintu dan menutup pintu ruang rawat inap itu.
"Dih Siska alay ya" jawab bita sambil mengulum senyum. Siska yang melihat bita tersenyum tadi membuat dirinya sedikit lega karena dengan menghibur wanita itu ternyata sangat sederhana tanpa sesuatu yang megah.
"Iya tuh. Sejak kapan loh jadi kayak cabe-cabean gitu?" Tanya Fany yang berpindah duduk di sofa dekat nakas.
"Ye elah gitu aja di bilang cabe-cabean. Kan emang seorang Siska cantik" jawab Siska menjulurkan lidahnya kearah Fany.
Fany hanya geleng-geleng kepala tak percaya dengan tingkah laku sepupunya itu.
Aneh.
"Udah-udah gak usah ribut Siska cantik." Ucap bita menekankan kata"cantik". Siska hanya tersenyum canggung dan segera menghampiri bita untuk memeluknya. Yang dipeluk hanya bingung dengan Siska yang selalu memeluknya akhir-akhir ini.
"Fan. Gue lupa nanya."
"Nanya apa?" Tanya Fany yang mengalihkan pandangannya dari handphone.
"Suami loh kemana?" Siska kini berpindah ke arah Fany.
"Oh....gue gak bilang dia kalau gue mau bantuin bita. Dia sibuk kerja. Lagian gue cuman mau bantu aja gak lebih" jawab Fany dan menutup matanya dengan tas yang dia bawa.
Siska hanya mengangguk tapi sebenarnya dia penasaran kenapa Fany bisa secepat itu melupakan Marcel. Masa bodoh dengan Fany kini Siska kembali ke tempat bita Yang kini melamun.
"Bita oi. Ngelamunin apaan loh? Malam-malam begini entar kesambet baru tau rasa loh." Tanya Siska yang duduk tepat di samping nya.
"Oh_e_enggak kok" bohong bita.
Sebenarnya dia sedang memikirkan cara supaya dia tidak bisa bertemu lagi dengan Marcel.
Hingga dia membuka suara.
"Sis. Tolong kasih surat pengunduran diri aku ya ke Marcel. Besok pagi" Siska hanya mengangguk dan tak bisa membantah perkataan bita. Dia paham akan bita. Dia juga sudah berjanji selama sebulan bita pergi dari Marcel dia akan membantu semua keperluan bita hingga bita pulih dari sakit dan sakit hatinya.
"Kenapa gitu bit? Kamu yakin?" Tanya Fany yang kini berdiri menghadap ke arah mereka.
"Aku cuman mau lupain semua kenangan itu fan. Kalau udah sembuh baru aku balik dengan kehidupan baru aku" jawab bita dan di angguki kedua sepupu itu.
Skip
Di rumah sakit marcel dan Tristan dibuat kaget akan hilangnya bita dan Siska. Siska yang di hubungi Marcel juga Tristan nomornya tidak aktif, kedua pria itu sudah bolak-balik menanyakan hingga membujuk ke resepsionis untuk memberikan informasi dimana wanita itu berada, tapi semuanya nihil karena mereka tidak memberi tahu dimana Tabita.
"Sus. Saya mohon beri tahu kami dimana pasien bernama Tabita miselia Wijaya dipindahkan?" Tanya Marcel yang sudah mulai muak karena tak mendapatkan apa yang diharapkan nya.
"Maaf pak. Pasien bernama tersebut tidak dapat kami beri tahu dipindahkan kemana. Karena pasien sendiri yang meminta untuk tidak memberi tahu siapapun. Termasuk keluarganya." Jawab suster yang kini kembali duduk.
Marcel dan Tristan berlari ke arah pintu keluar menuju tempat parkir mobil mereka. Dan mereka berdua menuju ke rumah Siska untuk mencari tahu dimana mereka berada.
Skip
Tristan juga Marcel sudah berdiri didepan pintu rumah Siska. Sudah beberapa kali mereka mengetuk dan membunyikan bel rumah Siska tapi tak ada jawaban. Tristan tak berhenti menelpon Siska tapi tidak ada jawaban dan lebih membuat mereka khawatir karena nomor kedua wanita itu tidak aktif.
"Cel gue bingung harus nyari tahu mereka ke siapa lagi, apa kita tanya ke Vano Ama Teddy?" Tanya Tristan sambil berjalan kearah mobil. Marcel mengangguk dan menelpon seorang suruhan untuk mencari tahu keberadaan orang yang dicintainya itu.
"Halo. Van loh dimana? Bita pindah Rumah sakit. Tapi pihak rumah sakit gak beri tahu dimana mereka berada." Ucap Tristan.
"APA? Kalian Dimana sekarang? Gue kesana" ucap Vano dari sebrang sana.
"Gue sharelok." Jawab Tristan.
Tut
Setelah selesai menghubungi Vano mereka terkejut dengan kehadiran Teddy yang kini meraih kerak baju Marcel dan menghajarnya. Marcel yang terkejut tak dapat menahan pukulan demi pukulan dari kakak ipar nya itu.
"LOH UDAH BUAT ADE GUE PERGI DARI KITA CEL. KENAPA LOH GAK JUJUR KE KITA KALO LOH CUMAN MAU JADIIN BITA SEBAGAI ALAT BALAS DENDAM LOH KE KELUARGA KITA? IYAKAN? LOH MEREKAYASA HUTANG KELUARGA GUE BUAT JADIIN BITA BUDAK LOH DAN APALAGI HA?" Tristan yang awalnya bingung harus terkejut dengan perkataan Teddy yang memberi kan aura dingin disekitarnya.
"GUE TAHU GUE UDAH SALAH KARENA EGO GUE TED. GUE SEHARUSNYA GAK PERNAH MENYANGKUT PAUT KAN TABITA DALAM MASA LALU GUE. GUE PENGEN MEMULAI DARI AWAL DENGAN BITA TED. TAPI DIA PERGI NINGGALIN GUE TANPA JEJAK APAPUN." Jawab Marcel dan pergi melaju dengan mobilnya.
Tristan menatap Teddy lekat mencari jawaban tapi Teddy pergi dengan emosinya menyusul marcel dan Tristan yang mendengar ucapan Teddy tadi tak habis pikir karena Marcel yaang ternyata menjadikan bita alat pelampiasan semua keegoisan dan merekayasa semua hutang. Tapi kenapa harus bita? Kenapa dengan orang tua nya?
"Gue bingung dengan semua ini. Dan adik gue sendiri harus jadi korban dari dendam tak pasti ini. Kenapa gini sih..." Tanya Tristan dengan dirinya. Dan kini dia pergi dari pekarangan rumah Siska.
Skip
Vano dari tadi mondar mandir didepan rumah Tristan yang sunyi hingga cahaya mobil milik Tristan mengarah padanya. Vano segera menghampiri mobil Tristan dan Tristan turun dengan muka datar tanpa ekspresi.
"Kenapa jadi gini sih? Siska kemana?" Tanya Vano bertubi-tubi.
"Gue gak tahu" jawab Tristan dengan dinginnya.
"Gue bakalan pergi buat nyari keberadaan Ade loh. Gue gak bisa biarin Marcel kembali bersedih. Karena kehilangan istrinya." Jawab Vano dan bergegas pergi dengan mobil Lamborghini hitam nya.
Tristan masuk kerumahnya dengan gontai seakan separuh dari hidupnya pergi. Setelah berada didalam kamarnya Tristan membabi buta memporak-porandakan seisi kamarnya.
"Ini semua karena papa. Ini semua salah mereka yang selalu pentingin kekayaan tanpa perduli dengan hidup kita bit. Maafin kakak bit selalu cuekin kamu."
Skip
Marcel POV
Kebahagiaan saat melihat wanita yang pernah dibenci tersadar dari tidur panjangnya harus pupus karena dia pergi dan meninggalkan perasaan benci terhadap ku.
"Kenapa harus pergi ninggalin aku bit? Aku ingin memulai semua dari awal bit. Aku ingin merubah semua nya menjadi kebahagiaan dan bukan kesakitan lagi. Kenapa gini sih?" Semua barang-barang diatas meja kerjaku kini tak berbentuk lagi setelah berceceran diatas lantai.
"Arghhhhhhhhh kenapa kamu ninggalin aku bit. Aku ingin memulai dari awal. DARI AWAL....." Teriakku mungkin tak akan bisa membawa dia pulang kesisiku lagi setelah semua perlakuan buruk yang aku berikan dan luka batin yang teramat sangat dalam baginya.
Kini kedua kakak iparku juga ikut membenci ku setelah kebahagiaan selama seminggu bersama mereka. Semua orang pergi menjauh dariku. Termasuk wanita yang sudah merenggut hati ku saat itu. " Aku harus cari kamu kemana bit?" Aku mengusap foto pernikahan ku dengannya yang bingkainya sudah pecah tak beraturan.
"Apa yang kamu mau? Aku akan berusaha untuk ikutin bit. Tapi kenapa begini bit? KENAPA" sungguh hatiku seakan hancur, sehancur-hancurnya saat kehilangan kamu begitu cepat.
"Kamu kemana sayang. Aku ingin memeluk kamu" foto pernikahan ku aku peluk dalam tangis yang pecah saat ini. Biar tangisku menjadi kesakitan yang berbalik kepada ku, semua sakit hati yang ku berikan terhadap Tabita sudah berbalik kepadaku karena ditinggalkan tanpa sebuah kata-kata dari mulutnya. Mataku kini semakin berat dan entah apa lagi yang nantinya akan terjadi. Aku harap semuanya hanya mimpi buruk.
End POV
Keesokan harinya Marcel pergi ke kantor dengan mata sembab karena semalaman menangisi Tabita. Bahkan kini dia lebih cuek dari biasanya. Sampai kehadiran Vano sejak dia sampai dikantor tak disadari pria ini. Semua karyawan yang menyapa dia tidak di tanggapi oleh pria jangkung itu. "Pagi pak Marcel?" Sapa salah seorang cleaning servis wanita.
Merasa di acuhkan wanita itu segera melanjutkan acara mengepelnya.
"Cel. Kamu harus profesional juga dong kalau dikantor" ujar Vano tapi tetap saja Marcel mendiami nya.
"Eh buset gue dicuekin" Vano mengekori Marcel menuju lift tapi belum sempat Vano masuk, pintu lift tertutup dan alhasil kepala Vano terbentur di pintu lift membuat Vano meringis kesakitan.
"Aw shhh Marcel sialan. Untung kepala gue kuat" beberapa karyawan wanita yang melihat itu menahan tawa karena melihat Vano yang terbentur tadi.
Skip ruangan
Marcel yang akan duduk di meja kerjanya di kejutkan dengan sebuah surat yang terbungkus rapi di atas laptopnya.
"Surat pengunduran diri?" Gumamnya sambil membuka isi surat itu."punya siapa?" Betapa terkejutnya Marcel saat membuka isi surat itu yang ternyata surat pengunduran diri dari istrinya.
"Gak mungkin" gumamnya lagi. Dengan cepat Marcel menyambar jas yang baru dibukanya saat tiba tadi dan pergi dari ruangan. Dia tahu Tabita belum jauh dari sini. Pasti wanita itu yang membawa surat itu. Dia harus cepat bertemu bita.
"Kamu pasti belum jauh sayang" langkah panjang Marcel dengan cepat melangkah mencari di seluruh penjuru kantor. Saat dia tiba di lobi dia melihat seorang wanita yang dia kenal.
"Siska?" Teriak Marcel. Yang dipanggil hanya berjalan makin cepat bahkan berlari, karena dia tahu suara siapa yang memanggil dirinya.
Langkah Marcel terhenti di area parkir kantor.
"Sial." Umpat Marcel saat kehilangan Siska yang begitu cepat menghilang.
Vano yang tadi melihat Marcel yang berlari dari ruangan tadi, mengikuti marcel hingga di area parkir juga terhenti langkahnya saat Marcel terlihat emosi dan menendang salah satu ban mobil didekatnya.
"Brengsek." Teriak Marcel
"Cel. Kamu ngejar siapa?" Tanya Vano yang kini berdiri di samping Marcel sambil melihat-lihat sekeliling.
"Siska bawa surat pengunduran diri bita Van" jawab Marcel sambil berjalan menuju kearah kantor.
"Bita ngundurin diri?" Gumam Vano dan mengejar Marcel yang sudah lebih dulu pergi.
**********
Sudah tiga hari Marcel tak masuk kantor semenjak surat pengunduran diri tabita itu di berikan. Semenjak saat itu juga Marcel tak lagi memperdulikan penampilan nya yang sekarang layaknya gembel. Rambut acak-acakan, baju yang dipakai di rumah pun dia tak ingin mengganti nya bahkan sekarang dia lebih sering meminum alkohol. Begitu berat hari-hari yang dia jalani tanpa kehadiran Tabita yang selalu memperhatikan dirinya entah makan ataupun penampilan.
"Aku yang brengsek. Pantas untuk kamu tinggalkan bit. Aku pantas ditinggalkan oleh orang yang sudah aku sakiti. Arghhhh"
Prank...
Suara pecahan botol menggelegar di kamar marcel yang kini layaknya kapal pecah. Bahkan biretno tak diperbolehkan Marcel untuk masuk.
Bi retno yang ibah dengan Marcel pun takut berbicara lebih apalagi menyangkut tabita. Marcel bisa saja menangis histeris atau membanting barang disekitar nya. Sungguh miris.
***********
Suatu tempat terpencil di pedesaan.
Pagi hari yang indah setelah beberapa hari Tabita pulih dan diperbolehkan pulang kini berada di sebuah rumah sederhana minimalis milik Fany yang dulu pernah tinggal ditempat ini sebelum mengenal Marcel dan Tristan.
Rumah bercat putih yang tampak usang tapi masih layak ditempati itu, sekarang berkumpul ketiga wanita yang sama-sama meninggalkan hiruk pikuk kota dan meninggalkan Orang-orang terdekat untuk sementara waktu.
"Pagi semuanya." Teriak Siska yang muncul dari kamar depan dan Fany juga bita yang Sekarang sedang sibuk membersihkan sayuran yang dibeli Fany tadi pagi pada mas-mas yang berjualan keliling.
"Pagi. Sis kamu yakin gak pulang aja ke Jakarta?" Tanya Fany yang masih sibuk membersihkan sayuran.
Siska berdelik dan menggeleng kepala sebagai jawaban. "Gue maunya di tempat ini fan. Rumah loh nyaman banget. Biar dikata desa tapi mendingan disini." Dengan merenggangkan otot nya dan duduk disamping bita yang dari tadi diam."Adem" lanjutnya.
"Bit. Lu betah gak disini?" Hanya anggukan kepala yang bita berikan. Siska yang merasa diacuhkan pun mengambil handuk di kamar dan menuju kearah belakang untuk mandi.
"Bit?" Panggil Fany yang menyentuh pelan bahu bita.
"Ya?" jawab bita pelan yang tadi menghadap kearah jendela.
"Kamu rindukan dengan Marcel?" Tanya Fany menyelidik dan tersenyum manis kearah bita.
"Cuman kepikiran aja bagaimana keadaan dia." Jawab bita yang kembali berbalik menghadap kearah jendela memperhatikan pemandangan seluruh penjuru desa ini. Karena memang mereka berada di perbukitan yang bisa memperhatikan seluruh daerah desa itu dari atas sini.
"Kamu mau balik ke Jakarta?" Tanya Fany lagi yang kini ikut memperhatikan pemandangan dari balik jendela itu.
"Tunggu sebulan lagi fan. Kalau aku sudah siap baru aku akan kembali dan memulai semua dari awal. Juga dengan Marcel kalau dia mau menungguku" jawab bita pelan yang kini meneteskan air mata.
Fany hanya bisa mengangguk paham akan apa yang dirasakan bita. Karena dia tahu betapa menyakitkan nya Tabita dulu saat dia harus melihat kemesraan dirinya dengan Marcel saat dulu. Dia juga baru tahu cerita dari Siska soal pernikahan yang terjadi akibat ego Marcel.
Skip
"Tristan?" Panggil Marcel yang kini datang ke rumah Tristan. Tristan hanya bisa menatap sebentar kearah Marcel dan melangkah ke arah dapur mengambil minum.
"Ngapain loh kesini? Belum cukup ya hutang orang tua gue dengan bita sebagai jaminan?" Tanya Tristan dengan dinginnya.
Marcel hanya menggeleng dan mendekati kearah Tristan sambil berlutut."maaf tan. Gue udah buat kalian menderita" ucapan Marcel seakan angin lalu bagi Tristan yang kini mendorong Marcel dan dia berlari menuju kamarnya dilantai dua.
Tristan bahkan kini tak memperdulikan Marcel. Dia sudah muak dengan semua ini. Dia pergi dari sana tanpa ada balasan sepatah kata pun dari Tristan.
"Aku harus mencari istriku. Dia adalah sumber kekuatan aku mulai sekarang" mobil Lamborghini Aventador putih miliknya melesat meninggalkan kediaman Tristan.
Diperjalanan dia teringat satu tempat kelahirannya dulu disebuah desa tak jauh dari kota Jakarta ini. Entah kenapa dia yakin wanitanya berada disana. Dengan kecepatan tinggi dia membela ramainya jalanan ibukota itu.
Setelah sampai di kediamannya. Dia terkejut dengan kehadiran Fany beserta Siska yang berdiri disana menunggu dirinya.
"Marcel aku mau ngomong"
Marcel yang muak dengan Fany pun tak menggubris ucapan dari Fany. Langkahnya terhenti saat Siska membuka suara.
"Ini menyangkut tabita. Kamu harus dengerin kita dulu" jawab Siska yang kini menahan lengan Marcel.
"Kita bicara di dalam" tawar Marcel.
Setelah mereka bertiga duduk di ruang tamu, Fany yang duduk disamping Siska dari tadi gelisah karena tatapan sinis yang dia terima dari Marcel.
"Mau bicara apa?" Tanya Marcel.
"Bita sudah pulih dan sekarang dia sudah berada di tempat yang aman" seakan ucapan Siska ambigu Marcel berdiri dan menghampiri Siska untuk mendengarkan lebih jelas lagi.
"Maksudnya?" Tanya Marcel dengan mencondongkan tubuhnya kearah Siska.
"Bita sudah pulih marcel." Jawab Siska lebih jelas.
"Terus dia dimana Sekarang?"
"Dia ada di suatu tempat yang tidak bisa gue jelasin cel. Dia yang minta supaya gak ngasih tahu kalian" Marcel menatap lekat Siska membuat Siska memunculkan senyum miring yang membuat Marcel terdiam.
"Loh mau pisahin kita sis? Dan kalian yang ngatur semua ini?" Tanya Marcel dengan nada naik satu oktaf.
"Bukan gue cel. Tapi bita yang mau menjauh dari loh. Gue gak bisa lama-lama berada disini gue harus pergi. Maaf kalo ganggu. Dan satu hal lagi jangan pernah menjadi buruk kalau mau bita kembali." Ucapan Siska membuat Marcel kehabisan kata-kata.
Fany yang dari tadi diam menyaksikan percakapan mereka hanya bisa menatap ibah kearah Marcel yang diam mematung dengan air mata yang lagi-lagi menetes.
"Kita pergi dari sini fan. Kita harus biarin dia mikir dengan semua perlakuan buruknya." Panggil Siska dan pergi meninggalkan Marcel sendiri dengan tatapan lurus ke depan.
Hatinya seakan hancur seketika saat tak ada harapan apapun dari orang-orang yang bersangkutan dengan Tabita. Bita bagaikan bayangan yang berlalu begitu saja tanpa meninggalkan jejak apa-apa di dalam hari-hari nya.
Semua kenangan buruk yang dia berikan terhadap bita telah berubah kesakitan bagi dirinya yang ditinggalkan oleh sosok wanita baik seperti bita.
"Aku harus bagaimana Tuhan. Kenapa semua pergi begitu saja tanpa ada yang tersisa" tangis Marcel pecah saat itu juga dan berlutut di lantai dengan tangisan pilu mengingat perbuatannya.