Disinilah mereka. Desa masa kecilnya Marcel.
"Van gue mau tahu dimana istriku?" Ujar Marcel tiba-tiba dengan nada merengek membuat bulu kuduk Vano meremang mendengar rengekan Marcel barusan yang kini menggandeng lengan Vano dengan manja
"Dih najis banget loh. Sana jangan gandeng-gandeng tangan orang. Gue masih normal dodol" delik Vano sambil menjitak kepala Marcel membuat sang empunya meringis namun setelah itu menyengir kuda.
"Yaudah cepetan antar gue kerumah nya bita." Jawab Marcel akhirnya melepaskan tangan nakalnya itu dari lengan vano.
Kedua pria itu berjalan menyusuri jalanan desa yang banyak dengan kerikil dan beberapa genangan air karena sehabis hujan barusan.
Langkah Marcel terhenti saat mendengar suara di balik semak-semak yang mereka lewati barusan.
Membuat Marcel tertinggal dengan langkah Vano yang masa bodoh dengan situasi disekitar dan memilih terus berjalan.
"Vano tungguin gue...astaga..gue malah ditinggal. Oi tungguin gue...itu ada suara di situ"
Marcel terus mengejar Vano yang masih terus berjalan. "Oi...astaga ceper amat sih jalannya." Oceh marcel dengan dada naik turun gara-gara kecapean berlari.
"Idih loh aja yang lelet. Yaudah tuh rumah yang ditempati mereka bertiga" ujar Vano dengan menunjukkan sebuah rumah papan yang masih tampak modern dengan ditumbuhi banyak bunga-bunga di pekarangan rumah itu.
Pandangan Marcel segera tertuju pada rumah itu yang kini keluar wanita yang sudah satu bulan ini dia rindukan. Pandangan nya dan wanita itu saling terkunci namun hanya ada tatapan benci yang diberi Tabita karena harus melihat wajah pria itu.
Ya itu Tabita.
"Bi_bita_" gumam Marcel sambil berjalan pelan kearah halaman rumah itu.
"Di_dia" lirih bita dengan tatapan yang kini senduh menahan air mata.
"Sa_sayang. Akhirnya kita_"
"Elo" teriak Siska dari balik punggung bita yang kini sedang menarik koper. Bita masih diam di tempatnya tanpa mau membalas perkataan Marcel yang kini menarik tangan nya untuk digenggam.
"Koper itu untuk a_apa?" Tanya Marcel yang bingung dengan situasi sekarang.
"Kita akan keluar negeri. Dan satu hal jangan pernah temuin kita lagi_" Vano yang kini terkejut karena teriakan Siska segera menghampiri mereka yang masih tegang karena kehadiran kedua pria itu.
"Kalian mau keluar negeri?" Tanya Vano lagi
"Maaf cel aku harus pergi" kata-kata bita barusan membuat Marcel menegang ditempatnya.
"Tapi aku ingin perbaiki dari awal bit!" Kata marcel dengan menarik bita kepelukannya tapi bita mendorong marcel yang hampir terhuyung kebelakang kalau tidak menyeimbangkan tubuhnya.
"Maaf cel. Ini sudah keputusan ku untuk menjauh dari kamu." Ujar bita lagi namun dingin dan berlalu dari sana. Marcel hanya bisa meneteskan lagi air matanya dan mematung menatap kepergian bita dengan Fany.
"Masih untung kamu gak di ceraikan istri kamu cel. Lebih baik kamu terima keputusan nya dulu cel sampai dia benar-benar bisa melupakan semua kesalahan kamu." Ucap Vano dengan menepuk pelan bahu Marcel yang menatap lurus ke jalanan yang sepi.
"Kesalahanku sangat besar bit. Maaf" batin marcel.
"Pulang aja cel. Aku sama Fany pasti akan jaga bita. Maaf gak ngasih tahu kamu soal ini tapi aku rasa belum terlambat kamu terima surat ini" kata Siska dengan menyodorkan selembar kertas putih kepadanya.
"Apa ini?" Tanya Marcel dengan menerimanya.
"Itu Surat buat kamu dari bita. Dia sebenarnya masih sayang loh cel. Tapi tolong ngertiin dia dulu ya?" Setelah mengatakan itu Siska segera berlari dengan menenteng koper menyusul bita dan Fany yang sudah jauh dari daerah rumah tadi.
Marcel masih setia berdiri dengan memegang selembar kertas tadi. Dia segera duduk di bangku rotan di teras itu dan mulai membaca isi surat tadi.
Untuk Marcel Adnan Hermawan.
Hai cel. Maaf kalau hanya bisa menyapa lewat surat ya?. Aku sebenarnya ingin memberi tahu kamu sesuatu yang sudah aku sembunyikan dari sahabat-sahabat ku juga kamu dan keluarga ku.
Sebenarnya aku tidak benar-benar keguguran karena ulah kamu, aku hanya mengalami pendarahan hebat tapi juga karena pengaruh operasi miom itu yang membuat ku koma selama satu Minggu itu. Jujur aku minta maaf. Waktu itu aku hanya tak ingin kamu tahu aku mengandung karena aku yakin kamu bahagia dengan Fany tapi setelah semua penjelasan dari Fany dan dia juga minta maaf. Aku baru sadar aku salah. Maaf cel. Aku ingin menenangkan pikiran ku dan akan berusaha menerima kamu lagi kalau luka dari batinku benar-benar sembuh walaupun masih ada bekasnya. Hehehe.
Salam buat kakak-kakak ku dan mama papa ya cel. Maaf sepeti ini. Tapi aku mohon terima keputusan ku sampai aku benar-benar bisa menemui kamu lagi.
Salam sayang
dari Tabita untukmu
"Gak_kamu jahat bit. Aku gak mau kayak gini.please...hiks, hiks, hiks" tangis Marcel pecah saat itu juga hingga dia luruh ke lantai membuat Vano ibah akan sahabatnya yang baru pertama kali menangisi sesuatu hal yang dia perbuat sendiri hingga menangis seperti itu.
"Kita harus kejar bita Van. Aku gak mau dia pergi jauh lagi. Ayo Van" ucap Marcel dengan menarik kerah baju Vano membuat Vano hanya mengangguk dan mereka kini berlari menyusul ketiga wanita itu.
Dilain tempat bita, Siska juga Fany sudah berada di mobil milik Fany menuju pusat kota. Mereka sebenarnya tidak benar-benar pergi ke luar negeri karena mereka sudah mengetahui bita sebenarnya tidak keguguran tapi hanya ada masalah dengan kandungan nya.
"Bit. Kamu yakin dengan keputusan kamu kayak gini? Kayaknya Marcel benar-benar berubah semenjak kepergian kamu Selama ini?" Tanya Fany yang kini sedang menyetir.
"Maaf,maaf ya fan. Gue bukannya mau nambahin ya. Tapi menurut gue keputusan bita dah tepat deh. Lagian juga kan yang buat bita jadi berubah. Jadi kita ikuti aja apa keputusan bita. Ok" ujar Siska yang duduk di belakang sambil mengunyah Snack yang entah dia beli dari mana.
"Udahlah aku mau tidur aja. Kalian kalau mau ngobrol silahkan. Aku mau tidur dulu." Ucap bita akhirnya. Dia jengah Karena kedua sahabatnya itu yang memang tak bisa diam kalau sudah berbicara.
...
"Astaga Teddy kamu kemana aja?" Tanya mama Rani dengan wajah panik.
"Bukan urusan anda nyonya." Sinis Teddy dan berlalu dari sana menuju lantai atas.
"Nak. Mama_"
Brak
Teddy membanting kuat pintu kamarnya membuat mama Rani terlonjat kaget dan meneteskan air mata. "Maafin mama sama papa nak!" Gumam mama Rani dengan lirih.
"Ma, Teddy masih marah lagi?" Tanya papa Bima dan mendapatkan anggukan kepala dari mama Rani. Papa Bima hanya mendesah pasrah karena sifat anak keduanya yang sudah mulai dingin dengan mereka tanpa ada alasan yang tepat yang mereka ketahui. Papa Bima segera menarik mama Rani kepelukannya untuk menenangkan istrinya yang sudah menangis.
Suara langkah kaki seseorang Menaiki anak tangga menarik perhatian pasutri yang kini saling berpelukan membuat seseorang itu menatap tak suka kearah keduanya. "Nak. Mama_"
"Saya hanya ingin mengambil barang-barang saya nyonya Maharani. Saya bukan lagi bagian dari keluarga kalian_" sarkas Tristan
"TRISTAN_"
"kenapa? Memang kenyataannya seperti itu kan?"
"nak kamu jangan seperti ini mama sama papa hanya ingin yang terbaik buat bita_"
"Terbaik buat bita atau buat kalian berdua nyonya?_"
"TRISTAN PAPA TIDAK MENGAJARKAN KAMU KURANG AJAR SEPERTI INI! KITA INI ORANG TUA KAMU TRISTAN."
"ya orang tua yang sengaja menjual anaknya sendiri demi perkembangan perusahaan papa!" Ujar Tristan dan berlalu dari sana memasuki kamarnya dan membanting pintu kamarnya dengan kasar.
"Pa. Mama takut mereka balik membenci kita... Hiks, hiks" kata mama Rani dengan menangis.
"Sssttt ma. Kita harus membuat keadaan ini kembali semula dan kita akan berusaha menjelaskan kepada mereka bertiga." Ucap papa Bima berusaha menjelaskan.
"Iya pa!"