Taman dekat Mension.
"Jadi kamu sering di siksa Frans saat kamu pertama kali jadi istrinya?" Tanya bita hati-hati.
"Ya begitulah!_ bahkn dia ngerebut apa yang aku jaga secara paksa. Aku sebenarnya mulai mencintai dia bit. Tapi semenjak sikapnya denganku tak pernah berubah lembut. Akhirnya aku memutuskan untuk menghindari dia dan berusaha merebut Marcel dari kamu waktu itu. Tapi semuanya salah. Bahkan aku sendiri tak pernah merasa tenang setelah ngebuat kamu menderita waktu itu.!" Ujar Fany dengan cairan bening yang menetes.
Membuat bita yang sadar akan Fany yang mulai meneteskan air mata hanya diam tanpa mau memperhatikan. Toh biar kan saja di merasa bersalah dengan perbuatannya!. Hanya kata itu yang terlintas dipikiran bita.
"Ekhem...em Kamu mau ngomongin apa fan? Tumben ngajak aku ke taman?" Tanya bita mengalihkan perhatian.
"Duduk aja dulu. Kamu kan lagi hamil pasti susah kalau ngobrol sambil berdiri." Alasan Fany diam-diam menghapus jejak air matnya.
"Jadi apa?" Tanya bita lagi.
"Kamu beneran udah maafin Marcel?" Tanya Fany hati-hati.
"Sebenarnya bukan maafin sih._"
"Jadi?_" tanya Fany terjeda.
"Jadi aku cuman ngasih kesempatan buat dia berubah. Kalau maafin masih belum!" Ujar bita kini menatap kearah Fany dengan tersenyum.
Fany lega saat Tabita sudah mulai membuka hatinya lagi buat Marcel walaupun pintu maaf belum bisa bita buka untuk pria yang pernah menjadi bagian dari hidupnya.
"Fany!" Teriak seseorang dan membuat kedua wanita itu menoleh.
"Di_dia" lirih Fany dengan berdiri bersama bita. Bita menarik lengan Fany untuk berdiri dibelakangnya.
Dia tahu sekarang sifat suami dari Fany yang begitu egois dan kasar. Setelah tadi mereka berbincang.
"Ngapain kamu kesini?" Tanya bita sinis. Fany diam di belakang bita dengan badan bergetar takut.
"Saya hanya ingin menjemput istri saya. Apa salah?" Tanya Frans dengan nada dingin.
"Tentu salah kalau kamu menjemput dia dengan paksaan. Dimana hati kamu ngeliat istri kamu sendiri takut dengan kamu?" Ujar bita.
Fany tak menyangka bita akan melindungi dia dari suaminya sendiri. Dia makin merasa bersalah akan perbuatannya dulu terhadap bita.
"Cih. Dia pantas takut dengan saya. Saya malahan merasa puas kalau dia takut dengan saya! Dan kamu bita. Sebaiknya menyingkir dari dia atau saya akan berbuat kasar!" Kata Frans dengan menarik lengan Fany dari balik punggung bita.
Fany meringis kesakitan tapi tak dipedulikan Frans karena pria itu sudah sangat marah akan perlakuan Fany terhadap rumah tangga orang dan bahkan dia pergi sebulan dari rumah tanpa sepengetahuan Frans.
"Singkirkan tangan kotor anda tuan Frans!" Sarkas seorang pria dibalik punggung Frans. Membuat Frans melepaskan cengkraman nya.
"Ba_bapak?"
"Iya saya. Kenapa anda bersikap kasar seperti ini dengan perempuan tuan Frans?" Tanya pria itu sinis.
Frans terdiam kaku namun setelah itu dia berdehem menetralkan kegugupan nya saat ini!.
Kedua wanita itu diam dengan beribu kata tanya mereka terhadap pria berwajah asing di depan mereka. Ah lebih tepatnya bita yang penasaran.
"Kamu siapa?" Tanya bita memberanikan diri.
"Perkenalkan nama saya Aditya Sanjaya. Saya ayah Fany." Ujar pria paruh baya itu dengan senyum manis dan terlihat tampan Walaupun sudah berkeriput.
"A_ayah?" Tanya bita lagi memastikan dengan menatap kearah famy dan diangguki oleh Fany.
"Papa kenapa bisa disini?" Tanya Fany hati-hati.
"Papa cuman khawatir dengan kamu nak. Papa sudah mencari tahu soal mama kamu yang menghilang. Ternyata mama kamu sudah meninggal!" Ujar ayah Fany dengan nada santai.
Membuat bita mengerutkan dahinya karena Bingung dengan ayah Fany yang menyampaikan berita duka dengan Santai.
"Me_meninggal?" Tanya Fany dengan dinginnya. Dia sudah cukup tersiksa dengan perlakuan mamanya dan dia tak mau menangisi wanita yang sudah menjual nya kepada pria brengsek yang sekarang berstatus suaminya itu.
"Papa hanya ingin menjemput kamu nak tapi papa baru tahu kamu menikah dengan Frans yang merupakan rekan bisnis papa! Kamu kenapa tidak menelepon papa waktu kamu nikah?" Tanya ayah Fany dengan dinginnya sambil menatap bergantian kearah Fany dan menantunya.
Frans hanya terdiam tanpa mau berkata-kata. Dia sudah kehilangan nyalinya saat tahu siapa ayah Fany.
Bita hanya bisa menyaksikan drama keluarga didepannya. Dia tak mau ikut campur dan segera berpamitan untuk pulang.
"Maaf pak Aditya. Saya permisi pulang dulu. Ada urusan penting yang harus saya urus!" Ujar bita tapi tangannya di tahan Fany.
"Kenapa?" Bisik bita.
"Aku ikut!" Ujar Fany berbisik juga.
"Kenapa nak?" Tanya ayah Fany.
"Eh_enggak papa mau ikut sama kita gak? Soalnya gak baik ngomongin urusan pribadi di luar rumah." Sontak kedua pria itu mengangguk dan Frans segera menarik tangan Fany yang menggandeng lengan bita.
Ayah Fany terkekeh melihat tingkah konyol menantunya itu. Mereka berempat segera berjalan kaki menuju Mension yang ditempati bita juga Fany karena taman di sana tak jauh dari Mension.
Sesampainya mereka berempat disana sontak Marcel yang baru keluar pintu utama terkejut akan kehadiran dua pria yang tak asing baginya.
"Om Adit? Frans?" Ujar Marcel melotot.
"Lama tak berjumpa nak Marcel." Ucap ayah Fany
"Kenapa om bisa disini?" Tanya Marcel dengan ayah Fany yang kini duduk manis di ruang tamu.
"Saya mau menemui anak saya." Ujar ayah Fany.
"A_anak?" Tanya Marcel bingung.
"Iya anak saya. Fany" bola mata Marcel sontak hampir keluar ditempatnya saat mengetahui kalau Fany adalah anak dari pengusaha hotel terkenal di kotanya dan memiliki berbagai macam usaha kuliner.
"Saya juga mau memberi tahu sesuatu dengan nak bita. Fany juga nak Marcel. Frans gak keberatan kan?" Ketiga orang itu terdiam bingung sambil menatap kearah pria paruh baya itu. Frans hanya mengangguk dan segera berpamitan untuk pulang.
"Ngomong apa pa?" Tanya Fany dengan nada lembut. Membuat bita dan Marcel terperangah mendengar nada lembut Fany untuk pertama kalinya.
"Siska datang everybody....hula...eh ada tamu. Maaf om." Ujar Siska dengan cengiran tak berdosa nya dan mendapatkan pelototan dari bita juga Marcel.
Sungguh sahabat mereka satu ini bar-bar sekali. Ayah Fany hanya tersenyum dan mengangguk kearah Siska membuat Siska segera berpamitan kekamarnya.
"Om Adit!" Teriak Vano dari balik pintu utama dengan tatapan yang susah diartikan.
.