Ketika Vano sampai di lobi dia terkejut saat melihat wanita yang kini bergandengan dengan pria yang sudah beristri itu.
"Jadi ini yang buat bita menangis. Keterlaluan kamu Marcel." Tangan Vano sampai memutih saat dia meremas erat sebuah map yang dibawanya tadi.
"Sayang aku kangen banget sama kamu tapi kenapa kamu bawa aku pergi sih?" Tanya Tiffany dengan bergelayut manja di lengan Marcel. Semua karyawan yang lalu lalang di lobi menatap kearah mereka berdua yang berjalan bersamaan menuju mobil mewah milik Marcel yang telah terparkir didepan pintu keluar itu.
Tabita saat ini hanya bisa menangis menyaksikan suaminya sendiri harus pergi dengan wanita lain yang entah sejak kapan mereka berhubungan. Dia hanya bisa menangis untuk saat ini.
Vano yang dari tadi mencari Tabita harus tertegun saat melihat bita menangis sambil menatap kearah mobil yang melesat pergi dari kantor. Vano tahu Tabita terluka akan kehadiran tiba-tiba wanita masa lalunya Marcel.
"Aku tahu kenapa kamu seperti ini bita, aku tahu kenapa kamu tidak pernah peka terhadap kehadiran diriku saat ini. Maaf bit aku hanya bisa memendam semuanya dan kini aku tahu aku harus melakukan apa" vano pun berlari kearah Tabita dan menarik nya kedalam pelukan. Tabita tak menolak dan membiarkan dirinya yang rapuh itu dipeluk Vano.
Semua sesak dan tangis pecah secara bersamaan dipelukan Vano saat ini. Semua beban dan kecewa yang dia rasa dia tumpahkan semua dipelukan pria yang sudah lama menyukai nya.
"Kenapa harus wanita itu yang dapat membahagiakan dia Van. Kenapa bukan aku yang jelas-jelas sudah resmi menjadi istri nya? Kenapa?" Tanya bita yang kini menangis sesenggukan dengan bahu bergetar.
"Sssttt kamu nangis aja bit, jangan bertanya sesuatu yang menyakiti kamu." Vano hanya bisa berkata demikian sambil tangan yang satunya mengelus pundak bita.Dia tidak mau membahas tentang marcel lagi yang telah menyakiti bita secara terang-terangan di depannya. Cukup dia yang terluka karena harus menerima kenyataan bahwa bita telah menjadi milik orang lain jangan wanita itu yang terluka.
"Aku ingin pulang van tapi bukan ke rumah tuan marcel" jawab bita yang tanpa sadar memakai embel-embel kata "tuan" Vano yang mendengar itupun menahan emosi karena satu kata itu dia tahu bahwa wanita dihadapannya diperlakukan tak sewajarnya.
"Kamu mau bawa aku kemana Van?" Tanya bita yang kini bingung karena ditarik Vano menuju parkiran mobil.
"Kamu harus ikut aku bit. Cukup semua yang aku sembunyiin dari kamu." Bita hanya mengangguk tapi dia bingung akan perkataan Vano tadi. Dan sekarang dia berada di mobil bersama Vano menuju suatu tempat yang tidak dia tahu.
Tanpa sadar ada seseorang yang memperhatikan mereka berdua dari balik jendela yang kini menatap marah kearah dua insan itu.
***********
"Kamu kenapa baru muncul sekarang sih fan?
Aku kangen banget sama kamu, aku gak tahu harus ngomong apa lagi setelah kamu hilang waktu itu. Apa kamu disembunyikan oleh Tristan?" Tanya marcel berturut-turut. Dan duduk di salah satu kursi taman yang dulu sering mereka kunjungi.
"Gak ya cel. Gak ada. Aku bahkan gak pernah bisa menerima Tristan sebagai pasangan aku waktu itu." Perkataan Fany membuat Marcel seakan merasa bersalah terhadap Tristan karena dia telah berpikir yang tidak-tidak akan Tristan.
Marcel yang kini duduk di samping Fany menarik Fany kedalam dekapannya dia tidak perduli dengan beberapa orang yang memperhatikan mereka.
"Aku kangen kamu fan. Kamu mau kan balik dan menikah denganku seperti janji kita dulu?" Tanya Marcel dengan menatap lekat mata indah milik Tiffany. Yang mendapat tatapan seperti itu hanya bisa menarik nafas dalam dan mendorong pelan. Genggaman tangan Marcel di tangannya.
"Maaf cel aku udah nikah dengan pria pilihan mamaku"
Jdar.
Bagai petir menyambar Marcel berdiri dan menggeleng pelan seakan tak percaya dengan ucapan wanita yang dia rindukan ini.
"Kamu bohong kan fan?, Aku udah nungguin kamu" tanya Marcel meyakinkan.
"Cek dengerin aku. Kamu tahukan aku cunta banget sama kamu?" angguk Marcel mengiyakan.
"Aku juga sangat-sangat mencintai kamu. Dan satu hal cel aku tidak pernah mencintai pria pilihan mama aku sendiri" jawab Fany sambil memeluk erat Marcel. Lagi
"Please cel aku mau nikah juga sama kamu." Rengek Fany yang masih memeluk Marcel
"Iya sayang aku akan menikah dengan kamu tapi aku harus ngomong dengan istriku. Supaya aku bisa menceraikan nya tapi bukan untuk sekarang" pelukan Fany terasa melonggar saat mendengar perkataan Marcel tadi.
"Maksud kamu? Kamu udah nikah juga? Jangan bilang itu pilihan kamu?" Tanya Fany menyelidik dengan alis terangkat satu.
"Ya dia pilihan ku tapi tidak pernah mencintai wanita sialan jalang seperti dia" jawab Marcel sambil menarik Fany dalam pelukannya lagi.
"Maksudnya gimana?"
"Maksudnya. Aku bakalan selesain semua dendam ku terhadap wanita itu dan segera menceraikan wanita itu juga akan menikahi kamu." Kata-kata Marcel membuat Fany senang seketika. Dia tidak menyangka pria yang dia cintai akan memperjuangkan dirinya.
"Aku tunggu kamu sayang"
Skip
Beberapa saat Tabita dan Vano sampai di sebuah mention mewah milik pria itu. Tabita yang pertama kali memasuki hunian milik Vano itu tak henti-hentinya mengagumi setiap interior dan design di tempat yang dia pijak sekarang.
"Gak usah kelamaan buka mulutnya.ntar lalat masuk" ucap Vano yang kini muncul dari arah lantai dua. yang telah berganti pakaian santai.
"Kamu mau makan apa? Aku mau pesan makanan nih?" Tanya Vano sambil memainkan benda pipih itu dan duduk di sofa ruang tamu.
"Apa aja asal kenyang Van" jawab bita dan ikut duduk di samping Vano dan hanya diangguki oleh vano
"Van aku mau nanya boleh?" Vano yang sibuk dengan handphone miliknya menoleh kearah bita yang kini duduk mengarah padanya.
"Nanya aja"
"Kamu kenapa bisa meluk aku kayak tadi?" Tanya bita yang dari tadi menahan pertanyaan itu semenjak mereka berada dijalan tadi.
"Aku gak kenapa-napa bit. Yang penting kamu bisa lepasin semua sesak kamu aja. Kenapa?" Bita hanya menggeleng karena dia sudah tidak tahu lagi harus menanyakan apa.
"Bit." Panggil Vano yang kini berdiri sambil menatap bita yang kini tengah menatap lantai yang Vano yakini dia melamin lagi.
"Bit" tak ada sahutan dari pemilik nama. Hingga Vano mendekat dan menepuk pelan bahu bita dan membuat bita terkejut.
"Em y_ya?" Muka polos terkejut bita membuat Vano ingin mencubit pipi wanita didepan nya. Entah kenapa wanita itu begitu lucu dimatanya kalau sedang dalam situasi seperti sekarang.
"Ekhem. Kamu melamun lagi? Mikirin Marcel ya?"
"Aku cuma khawatir dengan Marcel kalau dia akan disakiti lagi Van"
"Sssttt kamu fokus aja mikirin diri kamu dulu. Jangan mikirin orang yang jelas-jelas gak pernah anggap kamu ada." Perkataan Vano ada benarnya juga. Tapi dia berpikir juga bahwa posisi dia sekarang adalah seorang wanita yang telah menikah bukan wanita yang masih sendiri. Dia juga harus memikirkan suami nya juga. Dengan sedikit mengangguk kan kepala Tabita berdiri untuk menelfon seseorang. Vano hanya kembali menatap layar ponselnya dan kembali ke arah kamar di lantai dua.
************
Tabita POV
Kemarin sampai saat ini aku tidak pulang. Karena sekarang aku menginap dirumah Siska untuk sekedar melupakan semua sesak saat kemarin menyaksikan orang yang telah membuat ku jatuh cinta harus terluka dengan kehadiran wanita yang tak lain sepupu Dari sahabat ku. Aku belum cerita soal kejadian kemarin makanya aku sedikit lebih lega karena bisa kembali ke rumah sahabatku yang satu ini dan berjumpa dengan wanita paruh baya yang sudah ku anggap seperti mamaku sendiri "mama Rina". Entah ada apa denganku ketika pertama berjumpa dengannya seperti aku sudah sangat dekat dan nyaman dengan mama Rina. Mungkin perasaan ku saja karena mamaku sendiri jarang berada di rumah.
"Nak kamu mau sarapan pake apa? Nanti mama buatin sekalian buat Siska juga"
"Nak?"
"Oi ngelamunin apa sih bit?" Suara Siska yang tiba-tiba menginterupsi ku membuat aku kaget dan sedikit malu karena ditatap oleh mereka bertiga yang saat ini menatap lekat ke arahku.
Dari kemarin aku tidak pernah berhenti memikirkan kejadian kemarin yang terus berputar-putar di kepalaku. Entahlah bahkan Marcel tak pernah menelfon ku atau mencari ku sampai saat ini. "Apa dia juga masa bodoh?"
Batinku.
"Aku hanya masih sedikit mengantuk sis. Gak kenapa-napa kok" bohongku
"Ya sudah kamu mau makan apa? Nanti mama ku buatin katanya." Tanya Siska sambil mengelus pelan punggung tanganku yang entah sejak kapan sudah berkeringat dingin.
"Apa aja sis. Kalau bisa sama aja kayak kamu" aku sudah tidak ada selera dari malam. Bahkan semalam Vano memesan pizza saja aku hanya memakan sepotong. Rasa kenyang lebih mendominasi dari pada rasa lapar mungkin karena kejadian kemarin yang begitu tiba-tiba.
"Kamu jangan larut terus nak dalam kesedihan. Memang seperti itu kalau rumah tangga muda banyak godaan dan cobaan. Coba kamu fokus bahagiain diri kamu sendiri setelah itu coba fokus bahagiain orang lain. Jangan terlalu memusingkan omongan orang lain ya. Papa tahu kamu anak kuat nak semenjak papa lihat kamu pertama kali datang dirumah ini." Perkataan papa Doni ada benarnya. Aku merasa seperti dinasehati oleh papa sendiri walaupun papa ku tidak pernah berbicara bijak seperti ini terhadap ku.
"Iya pa"
Suasana makan saat itu membuat ku memiliki keluarga yang utuh dan bahagia. Aku merasa iri terhadap Siska tapi aku juga tau diri kalau aku hanya numpang sesaat disini dan juga aku memiliki keluarga lengkap walaupun mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing yang tiada habisnya.
End POV
Skip kantor
"Bita." Suara Vano menggelegar di penjuru lobi sampai yang dipanggil pun kaget dan berbalik untuk melihat siapa yang memanggilnya dengan berteriak seperti itu.
Vano berlari kearah Tabita dan memberi segelas cup kopi hangat yang dia beli di depan kantor tadi.
"Nih kopi buatlu. Gue tahu lu masih ngantuk kan?" Dengan dua alis terangkat Vano membuat Tabita sedikit tersentak dan mengangguk. Tabita merasa ada yang aneh dengan Vano akhir-akhir ini yang lebih mencari kedekatan dengan nya, tapi dia tidak berpikir jauh karena dia tahu Vano adalah pria baik-baik.
"Kamu kenapa beliin aku kopi Van? Kamu tahukan aku gak terlalu suka kopi?" Tanya bita dengan menyeruput kopi di tangannya.
"Cuman tahu aja kamu gak tidur dengan nyenyak semalam gara-gara galauin pak Marcel." Jawab Vano enteng dan menggembungkan pipinya.
"Apaan sih bahas itu lagi di kantor. Udah sekarang kita harus cepat-cepat keruangan untuk kerja" bita lebih dulu berlari kearah lift dan disusul oleh vano.
Setelah sampai di ruangan mereka masing-masing Tabita dikejutkan dengan Marcel yang sudah lebih dulu berada di ruangan kerja mereka.
"Kemana aja kamu sama Vano?, Mau jadi wanita gampangan ya? Udah berapa laki-laki yang tidur sama kamu?" Sakit kemarin belum sembuh tapi sudah ditambah lagi untuk hari ini oleh perkataan tak bermutu oleh Marcel. Bita hanya diam dan duduk sembari menyalakan layar komputer dihadapannya.
Marcel yang dari tadi menahan emosinya langsung memukul kuat meja kerja nya dan menatap tajam kearah Tabita yang mati-matian menahan air matanya supaya tidak menetes. Karena percuma dia menjelaskan, Marcel hanya akan membuat rumit dan lebih parahnya mungkin akan membuat Tabita tersiksa.
"JAWAB TABITA MISELIA WIJAYA" Teriak Marcel akhirnya dan berjalan menuju meja Tabita dan dengan emosinya Marcel menarik kuat rambut Tabita dan menariknya masuk di sebuah ruangan rahasia dibalik rak buku diujung ruangan itu.
Setelah berada di dalam sana entah setan apa yang membuat Marcel merobek baju Tabita hingga wanita itu yang dari tadi menahan air mata nya tidak jatuh harus pecah bersamaan dengan tangis pilu dan sesak karena suaminya memperlakukan dia selayaknya wanita tak berpendirian dan tanpa malu Marcel kini mencium dirinya dengan brutal dan kasar. Marcel mendorong bita keatas ranjang dan kembali mencium bibir wanita itu. Tabita hanya bisa menangis dan sudah tidak dapat menjawab pertanyaan suaminya. Dia tahu kalau dia adalah istrinya kenapa harus meminta dengan kasar seperti saat ini.
Lagi dan lagi Tabita hanya menangis karena kasarnya Marcel menarik lengannya hingga memerah.
"INI KAN YANG KAMU LAKUKAN SELAMA KAMU TIDAK PULANG. KAMU TIDUR DENGAN BERBAGAI PRIA KAN. DASAR JALANG SIALAN" tangan Marcel dengan cepat melucuti pakaian Tabita. Sekarang Tabita sudah tidak tahu harus berbuat apa hingga dia dengan cepat menarik vas bunga di atas nakas dekat dengan ranjang dan dengan sigap bita memukul punggung Marcel dengan vas bunga itu. Marcel yang merasa pusing pun segera bergeser dan memegangi punggung nya yang terasa perih.
Bita dengan cepat memakai kembali pakaiannya yang untungnya mini dres selutut dan menarik jas milik Marcel yang dia lempar tadi untuk dipakai menutupi lengan yang di robek Marcel tadi. Dia tidak habis pikir dengan perlakuan bejat Marcel terhadap dirinya. Dia tahu mereka sudah menikah tapi tidak harus memperlakukan dirinya layaknya wanita jalang diluaran sana.
"AKU KECEWA DENGAN KAMU CEL. AKU SELAMA INI DIAM BUKAN BERARTI KAMU MELAKUKAN HAL DIBATAS WAJAR." Dengan cepat Tabita berlaku pergi dari ruangan itu dengan tangis yang sudah pecah sejak tadi.
"ARGH SIALAN LO CEL. KENAPA LO LEPAS KENDALI.SIALAAAN." Marcel yang sadar akan perlakuan buruknya tadi yang hampir merenggut kehormatan istrinya dengan kasar langsung membanting nakas disamping ranjang dan pergi dari ruangan itu untuk mengejar Tabita. Baru akan membuka pintu dia harus dikejutkan dengan kehadiran Tiffany yang menangis dan memeluk dirinya.
"Cel aku..." Marcel yang bingung pun hanya diam tanpa minat membalas pelukan wanita itu.
Yang ada dipikirannya sekarang adalah Tabita yang beberapa saat lalu dia sakiti. Dia hanya ingin memeluk dan meminta maaf kepada istrinya. Tapi entah kenapa dia merasa kasihan juga dengan Tiffany. Dengan cepat dia menarik Tiffany keruangan tadi dan kalian tahulah apa yang akan Marcel lakukan. Dasar pria.
Skip
Dirumah Marcel bi Retno dikagetkan dengan kehadiran Tabita yang berlari kearah kamar mereka berdua dan menangis disana tanpa henti dan bahkan suara tangis Tabita hampir tak terdengar. Begitu sesaknya hatinya setiap dia mengingat perlakuan bejat Marcel tadi yang bahkan membuat dia jijik untuk mengingat nya.
"Nyonya kenapa? Bibi pijitin ya. Mana yang sakit? "Tanya bi retno yang dari tadi bingung harus berbuat apa.
"Bi_kenapa Marcel jahat bi. Aku salah apa ke dia bi? Hiks. Hiks." Tangis bita semakin tak karuan saat jas yang tadi dia pakai untuk menutupi bekas sobekan Marcel tadi di buka oleh bi Retno.
Bi Retno yang mengerti akan situasi pun langsung memeluk erat bita membiarkan wanita itu menangis di pelukannya. "Ssst nyonya nangis aja kebibi jangan pikirin yang lain dulu nanti bibi buatin makanan kesukaannya nyonya ya." Merasa risih akan panggilan nyonya bita pun menyuruh bi Retno supaya tidak memanggil dirinya dengan embel-embel nyonya. Karena dia sadar diri dia bukan pemilik rumah ini dia hanya istri yang dianggap pembantu.
"Jangan panggil aku kayak gitu bi. Aku udah anggap bibi seperti ibu aku." Bi retno hanya mengangguk dan segera mengelus pucuk kepala Tabita dan mengecupnya. Bi retno sangat prihatin akan keadaan Tabita yang kini harus menangis lagi dan lagi karena perlakuan kasar suami nya sendiri. bi Retno yang asik mengelus kepala bita merasa tak ada pergerakan bahkan suara dari wanita bertubuh mungil itu. Setelah di lihat ternyata bita sudah tertidur karena Kelelahan menangis bi retno membiarkan bita tertidur di pelukannya. Dia tahu betapa sakit hati dan lelahnya saat disakiti oleh orang terdekat.
"Bibi harap nak bita bisa kuat dan tabah ya. Semua pasti ada balasannya." Dengan perlahan bi Retno menaruh kepala Tabita di atas bantal dan menyelimuti badan Tabita dan bi Retno kembali kedapur untuk memasak makan siang untuk Tabita.
Marcel POV
Dari pagi aku tidak bisa konsen bekerja setelah aku melakukan hal itu dengan Tiffany selalu saja aku memikirkan tabita lah yang melakukan hal itu dengan ku. Sial nya aku malah membuat Tiffany yang bersama ku. Sudah sore tapi aku ragu untuk pulang. Entah kenapa tapi yang jelas ada rasa bersalah terhadap Tabita setelah kejadian pagi tadi.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu membuat ku tersadar setelah dari tadi sibuk akan pikiran ku.
"Masuk"
Disana menampilkan sosok alvano yang dengan muka seriusnya menutup pintu ruangan bahkan menguncinya. Tapi kenapa? Entahlah
"Aku mau ngomong serius Sama kamu cel."
Rasa penasaran dan was-was ku tiba-tiba saja muncul saat dia berbicara seperti itu. Dengan santai aku berdiri dan menghampiri Vano yang duduk di sofa dekat dengan meja Tabita. Ah mengingat dia membuatku merasa bersalah.
"Ada apa Van?"
"Kamu menikah dengan bita karena kamu cinta kan?" Tanya Vano dengan menatap lekat kedua bola mataku untuk mencari kejujuran dariku.
"Kenapa kamu nanya nya gitu? Apa kamu tidak punya kerjaan lain selain mengurusi kehidupan saya?" Tanyaku yang sudah mulai risih akan Vano yang beberapa hari terakhir ini mulai memperhatikan istriku. Apa istriku? Sudahlah aku pusing dan bingung dengan diriku sendiri.
"Aku hanya memastikan karena semenjak kamu menikahi bita semua perlakuan bahkan sifat ceria dia hilang bagai embun cel. Apa kamu bisa bahagiain dia? Kalau kamu hanya akan membuat dia terluka dengan kehadiran Tiffany lagi please cel. Sebaiknya kamu lepasin dia buat bahagia dengan pilihan nya. Aku gak mau kamu nyakitin perempuan sebaik bita. Kamu gak pernah tahu sebenarnya dia siapa kan?. Kalau kamu gak mau nyesel sebaiknya kamu mulai buat dia bahagia karena menikah dengan kamu cel bukan pria lain." Perkataan Vano membuat ku berpikir curiga dengan pria ini yang selalu membela Tabita. Sebaiknya aku harus hati-hati kalau ingin membuat dia tidak menangis diluar rumah. Karena aku tahu pasti Vano akan membuat dia bahagia. Sebaiknya aku tidak akan membiarkan ini terjadi.
"Aku suaminya jadi kamu jangan ikut campur dengan urusan rumah tangga saya. Kamu keluar dari ruangan saya sekarang juga. Karena saya harus menyelesaikan pekerjaan saya." Segera aku kembali ke meja kerja dan menghadap kearah komputer untuk menyelesaikan pekerjaan yang tadi tertunda.
Vano? Dia menatap kearah ku dengan diam dan tak beberapa lama dia keluar dengan membanting pintu begitu keras. Aku tahu dia marah. Tapi apa urusannya dengan ku.
Sudah pukul 20:30 aku sudah sampai dirumah dan melihat Wanita yang tadi pagi menangis di bawah rengkuhanku kini tertawa lepas bersama bi retno. Entah kenapa hatiku tiba-tiba berdesir saat melihat tawa dari wanita itu.
"Ekhem" aku sengaja berdehem supaya mereka berdua tahu kehadiran ku disana. Tapi entah kenapa hatiku sakit saat melihat Tabita hanya menatap benci kearah ku dan dia berlari kearah belakang yang aku tahu dia ke kamar.
"Segitu kecewa nya kamu ya bit sampe aku kamu cuekin.entah aku kenapa tapi aku sakit kalau kamu begitu." Aku melangkah kekamar mandi setelah masuk kekamar yang sunyi ini.
"ARGH PERASAAN SIALAN." Aku sendiri tidak tahu kenapa harus ada perasaan berbeda setelah beberapa saat dengan Tabita. Entah itu dirumah, dikantor dan entah kenapa aku semakin bosan untuk membuat hukuman terhadap wanita itu.
Air dingin menguyur seluruh tubuhku yang dari tadi menahan gejolak aneh dihatiku biarlah sementara waktu seperti ini. Aku harus mencari cara supaya bisa melupakan perasaan ini dan melanjutkan balas dendam terhadap dia.
End POV
Skip malam
Di kantor sudah ramai oleh karyawan yang lalu lalang entah kenapa Marcel masih risih dan bosan sendirian di dalam ruang kerja nya.
"Kamu kemana sih? Tadi aku lihat kamu pake baju kantor tapi ini apa? Kamu malah tidak ada di kantor " Marcel mondar-mandir tak karuan dan berbicara sendiri seperti orang frustasi.
"Kamu kenapa cel ngomong sendiri udah kayak orang gak waras aja" tanya Fany yang tiba-tiba berada disampingnya.
"Gak kenapa-napa. Aku mau rapat dengan rekan bisnis ku dulu." Dengan melepaskan gandengan tangan Fany, Marcel melesat pergi dari ruangan membuat Tiffany merasa ada yang aneh dengan Marcel.
************"
Hari berganti hari tapi Tabita masih sama saja. Dan Sudah seminggu semenjak kejadian waktu itu, Tabita tidak pernah berbicara lagi dengan Marcel bahkan kemarin saat Marcel menyuruh nya untuk menyelesaikan pekerjaan. Hanya dia lakukan tanpa membalas perkataan pria itu.
Dan seperti sekarang ini betapa cueknya istri seorang Marcel Hermawan."Sebaiknya kamu buat jadwal saya yang baru untuk Minggu ini. Dan kosongkan Beberapa jadwal pertemuan karena saya harus berada di rumah tepat waktu untuk Minggu ini. Saya tidak ingin kamu keluyuran tanpa sepengetahuan saya." Hanya anggukan tak ada suara dari wanita yang kini sudah tampil beda dengan guntingan rambut yang agak pendek. Ya cukup Membuat Marcel panas karena harus menahan rasa untuk tidak menerkam wanita cantik itu.
-cie ada yang mulai suka nih.-author
-diem gak Thor. :/ -marcel
Skip
Penampilan Tabita memang sengaja dia ubah karena dia sudah cukup risih dengan rambut panjangnya yang membuat dia gerah saat bekerja.
"Jangan buat saya menunggu kamu berbicara Tabita. Tolong bicara sepatah kata saja apa susahnya sih." Rengek Marcel yang membuat Tabita mengangkat alisnya dan menatap kembali layar monitor didepannya dan fokus terhadap pekerjaan nya. Untuk beberapa saat hal itu sudah membuat Marcel frustasi akan sikap Tabita yang dingin terhadap dirinya. Begitu juga Marcel yang sadar atas perlakuan dirinya waktu itu membuat dia merasa bersalah juga merasa buruk akan kejadian waktu itu.
"Pak Marcel ada rapat dengan kolega dari grup Wijaya. Sebaiknya kita berangkat sekarang." Entah bunga apa yang kini berterbangan di sekeliling Marcel yang membuat dia seakan terbang mendengar Tabita berbicara dengannya walaupun hanya memberi tahu soal rapat.
"Ok kita berangkat sekarang" tanpa sadar tangan Marcel menarik pinggang ramping Tabita yang membuat Tabita kaget dan menepis tangan Marcel Secara tiba-tiba.
Marcel yang kaget pun segera melepaskan pelukannya tadi dan merasa tak enak hati karena refleks memeluk Tabita seperti tadi.
"Saya pergi lebih dulu untuk menyiapkan ruangan pak. Permisi" Tabita yang merona pun segera berlari kecil meninggalkan ruangan karena dia merasa sangat malu kalau ketahuan dia sedang merona karena perlakuan Manis Marcel tadi. Ya walaupun itu tak sengaja.
-cie cie bita udah ada lampu hijau tuh -author
-ogah gue, diem lu Thor -bita
-santai beb cmn becanda -author
Skip
Setelah rapat tadi selesai bersamaan dengan jam kerja yang sudah menunjukkan jam pulang. Mereka pun pulang ke rumah mereka walaupun tadi Tabita sempat menolak untuk pulang bersama Marcel tadi akhirnya mereka pulang bersama. Yup satu mobil tentunya. Bayangkan saja betapa canggung mereka berdua sepanjang perjalanan pulang.
Setelah beberapa menit mereka sampai di rumah dan jangan tanyakan Tabita ya. Sudah pasti dia turun duluan karena dia sudah gugup setengah mati berada dekat dengan Marcel. Dia masih trauma akan kejadian waktu itu.
"Bita tunggu." Langkah kaki Tabita terhenti di ambang pintu masuk.
"Kenapa tuan?" Tanya bita yang masih memakai kata "tuan". Marcel segera berlari kearah Tabita dan sedikit canggung untuk berucap.
-cielah kayak ABG aja kalian.-author
-diem gak Thor cerewet -marcel/bita
-cie barengan-author
-:/
Skip
"Ekhem itu bit. Em_anu" ucap Marcel gugup dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.
"Anu apa?" Tanya bita risih.
"Itu orang tua kamu mau nginep. Jadi kamu tidur di kamar aku malam ini " perkataan Marcel membuat Tabita seketika salah tingkah dan hanya tersenyum kecil juga mengangguk mengiyakan dan dengan cepat dia melesat masuk kedalam. Bisa tahu kan betapa deg-degan nya Tabita.