Chereads / D I L E M A / Chapter 58 - Dekat

Chapter 58 - Dekat

Syifa akhirnya tiba di bandara Juanda Surabaya. Dengan membawa koper kecil, dia berjalan menuju terminal. Tibanya di Surabaya mendadak sekali dan sama sekali wanita itu tak kepikiran.

Namun demikian harusnya dia bahagia sebab akan bertemu Rey. ia bisa memberi kejutan untuk putra kesayangan jadi tak sabar untuk bertemu.

"Bunda!" Syifa otomatis diam. Dia yakin itu suara Rey tapi di sisi lain tak mungkin sebab kedatangannya tak ada yang tahu. Benar, kan?

"Bunda!" sekali lagi suara anaknya terdengar yang membuat wanita itu yakin dan melihat ke sekeliling.

Mata Syifa lalu tertuju pada sosok anak kecil yang memghampiri. Di tangannya terdapat sebuket bunga indah. Senyuman terus merekah di bibir dengan pandangan lurus.

Langsung saja perempuan berusia 23 tahun tersebut memeluk anak angkatnya. Haru bercampur gembira dirasakan oleh Syifa yang sudah tak kuasa menahan rindu.

"Bunda, Ley kangen Bunda!" ucap Rey.

"Bunda juga kangen Rey." Syifa kemudian melepaskan pelukan dan memperhatikan anaknya itu.

"Ini untuk Bunda, Ley beli khusus untuk Bunda Syifa," ujar Rey seraya memberikan buket bunga yang ia pegang.

"Terima kasih, Bunda suka." Senyum ditampakkan oleh Syifa dan membuat Rey ikut bahagia.

"Syifa," panggil si saudara kembar, Tiara. Wanita itu mendongak lalu merangkul sang adik yang bekerja sebagai hakim.

"Kau ada di sini?" tanya Syifa begitu melepas pelukan.

"Ya untuk menjemputmu." Senyuman dari Tiara jelas membuat wanita yang mengadopsi Rey itu bingung.

"Kapan kau tahu kalau aku akan pulang?"

"Aku yang mengabarinya," jawab Axelle kemudian bergabung bersama mereka.

"Hali mengabariku kalau kau pulang hari ini jadi aku bilang kepada Rey dan juga Tiara, supaya dia mau ikut." Kalimat terakhir sengaja dibuat pelan agar orang yang disukainya tak menaruh curiga.

Mimik muka Syifa seketika kesal namun sebelum sempat membalas Rey menggoyangkan lengan. "Bunda, Bunda ayo kita ke lumah nenek dan kakek. Ley mau nunjukin kamal Ley," ujar anak kecil itu.

Pandangan Syifa beralih pada Axelle. Tampaknya lain kali saja untuk memarahi ayah dari anaknya. "Rey ingin kita pulang," pinta wanita itu.

Axelle menerima dan membawa koper kecil milik Syifa. Selama perjalanan Rey terus mengoceh tentang beberapa hal yang dia lakukan ketika ibunya tidak ada termasuk tentang Kakek dan Nenek.

Inti dari cerita Rey, semuanya baik-baik saja. Baik kedua orang tua Axelle mau pun orang-orang yang bekerja memperlakukan anak kecil itu dengan baik membuat Syifa lega.

Memakan waktu perjalanan sekitar 30 menit mereka akhirnya sampai di kediaman keluarga Axelle. Mobil pun memasuki pekarangan rumah dan ketika berhenti Rey keluar diikuti Syifa.

"Ini lumahnya kakek dan nenek Bunda, bagus, kan sama dengan lumahnya Paman Hali," kata Rey. Syifa menyambut dengan anggukan disertai memandang sekeliling.

"Hei," ucap Axelle singkat. Kontan Syifa memperhatikan Ayah dari putranya itu.

"Aku akan mengantar Tiara pulang dulu, masuk saja jangan sungkan. Oh iya di dalam ada orang tuaku tapi jangan cemas mereka baik kok," lanjutnya.

Axelle kembali menyalakan mesin mobil lalu pergi. Tangan Syifa lagi-lagi ditarik oleh Rey agar masuk ke dalam. Di dalam wanita itu disambut dengan interior rumah yang megah.

Sofa ditata rapi sementara diatasnya ada sebuah lampu gantung yang terbuat dari kaca layaknya berlian.

Jendela pun demikian diberi warna menarik menambah kesan mewah. "Nenek! Kakek!" seru Rey.

Dari lantai dua terlihat pria dan wanita tua yang lalu turun menghampiri mereka. "Rey mana Ayah? Kok datangnya hanya dengan Tante Tiara?" tanya Ayah Axelle.

"Ini bukan Tante Tiala, ini Bunda Ley ... Bunda Syifa," Rey mengungkap.

Sontak sepasang mata mereka tertumpu pada wanita muda itu. Sontak Syifa langsung dipeluk oleh wanita tua tersebut. "Terima kasih nak, terima kasih kau sudah membesarkan Rey dengan penuh kasih sayang,"

"Sama-sama Bu," sahut Syifa. Dia lalu melerai pelukan secara halus karena tak nyaman.

"Nenek, lain kali saja kalau mau bicala nanti kalau ulusan dengan Ley sudah selesai." Ibu Axelle tidak keberatan.

Rey kemudian mengajak Syifa naik ke lantai dua di mana kamarnya berada. Orang tua Axelle memandang mereka dengan senyuman.

Melihat bagaimana Ibu angkat dari sang cucu meski hanya rupa tapi entah kenapa keduanya dapat melihat kepribadian dari Syifa.

"Sayang, apa kau memikirkan hal yang sama denganku?" tanya Ibu Axelle.

"Tentu sayang dan aku sangat setuju," suaminya menyahut disertai penuh senyum penuh makna.

❤❤❤❤

Tak terasa malam pun datang namun Axelle dari siang sampai sekarang belum menunjukkan batang hidungnya. "Rey ayo makan!" seru Ibu Axelle.

Rey kemudian turun bersama Syifa. Sebenarnya wanita itu canggung ketika dia juga dipanggil untuk makan malam bersama namun tetapi dirinya tak bisa menolak itikad baik dari seseorang.

"Syifa kata Rey kau bekerja di Malaysia sebagai sekretaris ya?"

"Iya Bu," balas Syifa singkat.

"Ibu juga dengar kau dan bosmu yang siapa namanya itu?"

"Paman Hali!" Rey mengingatkan.

"Ah iya Hali ... kau akrab dengan dia. Apa kau berpacaran dengannya?" Mata Syifa membulat lalu mengatakan tidak.

"Jadi sekarang masih sendiri?" Tanggapan dari Ibu angkat Rey itu hanya tersenyum, membenarkan ucapan.

"Aduh kenapa Axelle belum datang? Padahal ada tamu penting," ujar Ayah Axelle kesal.

"Sabar Ayah mungkin saja dia sedang punya urusan," sahut sang istri.

"Assalamualaikum!" Datanglah sosok pria yang mereka tunggu. Bukannya muka lelah, Axelle semringah tanpa merasa bersalah.

"Dari mana saja kamu? Kita punya tamu, bukannya di sini malah keluyuran," ketus Ayahnya langsung.

"Maaf ada urusan penting." Tanpa merasa bersalah Axelle lalu duduk di dekat Syifa kemudian makan bersama.

Tak ada percakapan sampai makan malam tersebut selesai. Ketika Axelle sedang disidang oleh kedua orang tuanya maka Syifa dan Rey kembali ke kamar.

"Bunda kenapa liatin jam telus?" tanya Rey bingung.

"Ini sudah larut malam Rey padahal Bunda mau ketemu sama Nenek," jawab Syifa sekenanya.

"Sudah malam Bunda besok saja nanti dengan Ley juga dan Ley mau Bunda di sini temani Ley bobo." Syifa tidak membantah dan mengangkat tubuh anak kecil itu ke tempat tidur.

"Waktunya tidur sayang," Syifa mengingatkan.

"Ah masih mau main!" Rey memelas.

"Maaf Rey, ini sudah waktunya untuk tidur." Tapi sang anak angkat mengeluh dan mulai memberontak. Mungkin sebab mendengar suara Rey Axelle masuk ke dalam kamar.

"Loh kok Rey belum tidur? Ini sudah larut malam loh," tegur Axelle.

"Nggak mau tidul, belum ngantuk!" Rey menyahut.

"Oh kalau begitu Ayah tak jadi memberikan Rey hadiah, nanti Ayah mau kasih sama orang lain saja," kata Axelle secara tak langsung mengancam.

"Hadiah? Ley pengen hadiah!" seru sang buah hati.

"Kalau mau Rey harus tidur nanti paginya baru Ayah kasih sama Rey." Tawaran Axelle langsung diiyakan oleh bocah lelaki tersebut tapi dengan syarat jika Ayahnya secara langsung menceritakan sesuatu dongeng.

Interaksi antara Ayah dan anak hanya dipandang dalam diam oleh Syifa. Tindakan dari pria yang pernah ia maki sebab telah berbuat buruk kepada Jessica membuat kebenciannya terkikis secara perlahan.

Dibalik sikap kekanak-kanakan juga egois terdapat sosok Ayah baik. Yah wanita itu mengaku jika Axelle memiliki sifat menyebalkan tapi di lain sisi dia memang cocok akan figurnya sekarang.

Dongeng Axelle selesai ketika melihat Rey sudah tertidur lelap. Senyuman puas terpancar lalu melihat ke arah Ibu angkat dari si anak semata wayang. "Bagaimana? Aku hebat bukan?" Syifa membenarkan menciptakan rasa bangga dari pria itu.

"Hei aku punya sesuatu yang ingin aku perlihatkan, ayo ke tempat lain." Axelle berjalan terlebih dahulu diikuti oleh Syifa dari belakang.

Mereka kemudian duduk di balkon rumah dan Axelle memulai percakapan dengan memperlihatkan sebuah cincin.

"Menurutmu cincin ini bagus tidak?" Diberikannya cicin itu agar Syifa bisa meneliti dengan baik.

Cincin berhiaskan intan cantik itu mengeluarkan pantulan cahaya dari lampu sehingga terlihat indah sementara di dalamnya ada ukiran dengan nama Tiara.

"Ini cincin yang bagus, aku suka," ungkap Syifa jujur.

"Wah terima kasih sekarang aku yakin untuk melamar Tiara."

"Hah?"

"Aku akan melamar Tiara!" ulang Axelle dengan nada kesal. Lalu mengalihkan pandangan ke cincin yang dipegang Syifa.

"Aku memesannya dari tadi dan harus menunggu lama untuk cincin ini. Menurutmu apa dia akan menerimanya?" tanya Axelle. Bisa dilihat jika dia sedang ragu.

"Dia pasti akan menerima cincin itu, kan bagus," Syifa menceletuk.

"Bukan cincinnya bego tapi lamarannya!" Sontak wanita itu tertawa.

"Maaf bercanda. Kalau soal itu kenapa tidak tanyakan langsung sama Tiara? Dia yang kau lamar bukan aku kau cuma cukup persiapkan diri untuk ditolak," kata Syifa lalu diselingi tawa kecil.

"Syifa aku sedang serius!" tekan Axelle. Dia merasa sedang dipermainkan oleh Ibu dari Rey.

"Aku juga serius. Kebanyakan orang itu siap untuk menang bukan untuk kalah tapi yah menang adalah keberuntungan sementara kalah adalah kesialan sedang di dalam hidup ini selalu penuh dengan hal sial jadi dari pada kau berharap terlalu tinggi tapi tidak kesampaian lebih baik belajar menerima kegagalan agar kau tidak terlalu kecewa dan putus asa dengan cepat Axelle," Syifa menasehati.

Axelle diam sesaat sebelum akhirnya mengembangkan senyuman. "Kau benar juga ya terima kasih ya Kakak Ipar." Mendadak kening Syifa mengkerut.

"Jangan panggil aku kakak ipar sebelum Tiara menerima lamaranmu," balas Syifa jengah.

❤❤❤❤

See you in the next part!! Bye!!