Sebagai seorang asing yang tinggal di rumahnya Axelle, Syifa membantu beberapa pekerjaan rumah namun kali ini berbeda sebab tuan mudanya mengikuti setiap kegiatan yang dibuat.
"Sudah kubilang nanti aku saja kenapa kau sibuk juga," omel Syifa pada Axelle. Mereka berdua sedang membersihkan kebun belakang milik keluarga Poldi.
"Ini kebun keluargaku jadi aku berhak membersihkannya juga lagi pula anggaplah semua ini adalah bentuk terima kasihku karena berkatmu lamaranku diterima sama Tiara," tukas Axelle seraya tersenyum.
"Bukan aku yang membuat Tiara menerima lamaranmu tapi memang Tiara sendiri jadi kau harus serius Axelle,"
"Iya, iya aku tahu." Walau hanya melirik Syifa bisa melihat ekpresi bahagia terpancar jelas dari raut wajah Ayahnya Rey.
Ia pun senang sebab sang adik bisa menikah dengan seorang pria yang dia cintai. Lalu bagaimana Syifa?
Cintanya masih tergantung sebab belum mengetahui perasaan Hali yang sebenarnya. Kira-kira bagaimana kabar kabar pria itu?
"Hei Syifa!" seruan dari Axelle sontak membuat Syifa terkejut. Pandangannya yang galak langsung ditujukan.
"Kenapa melamun? Sedang memikirkan Hali?" Alis Syifa langsung terangkat dan melihat reaksinya Axelle terkekeh.
"Sudah kuduga," lanjut pria itu seraya menyeringai.
"Itu tidak benar! Aku mana mungkin mengingat pria angkuh itu. Kalau berada di dekatnya cuma bikin jengkel saja!" bantah Syifa cepat.
"Oh ya, kok aku tak percaya dengan ucapanmu itu." Wanita itu menatap jengah ke arah Axelle yang sedang tersenyum.
Dia membuang napas kasar lalu berucap, "Terserah mau kau katakan apa? Aku tak peduli,"
Syifa memusatkan perhatian pada rumput di tanah sehingga tidak bisa melihat bagaimana wajah pria keturunan Indo-Jerman tersebut menatapnya aneh.
"Jangan ngambek nanti juga dia datang kok." Ucapan Axelle spontan membuat Syifa menoleh.
"Siapa yang memberitahumu?"
"Siapa lagi kalau bukan Hali, kami sering chat," jawab Axelle santai.
"Apa ada pekerjaan penting?"
"Ya semacam itulah." Mendadak ekspresi kesal ditujukan oleh Syifa, dia kemudian mendengus. Axelle sendiri jadi bingung.
"Aku pikir kau akan senang kenapa pasang wajah seperti itu?"
"Aku kesal ... bagaimana pun aku ini juga sekretarisnya, kalau dia datang untuk pekerjaan seharusnya Hali menghubungiku agar aku bisa mengurus segala keperluan yang dibutuhkan di sini," tutur wanita itu sebal.
"Ya mungkin saja nanti dia akan menghubungimu kalau sudah sampai," balas Axelle membela. Tidak ada jawaban dari sekretaris Hali yang membuatnya bungkam hingga pekerjaan mereka rampung.
"Tuh kan Nenek bilang juga apa, Ayah dan Bundamu saling suka!" tekan Ibu Axelle.
Rey tidak menanggapi hanya pandangannya yang terus tertuju pada dua orang itu. Dalam hati dia tak percaya.
"Karena kamu sudah lihat jadi Nenek akan melamar Bunda Syifa buat jadi menantu nenek secepatnya," kata wanita tua itu.
"Tapi Nenek halus bilang dulu sama Ayah dan Bunda," Rey mengingatkan.
"Nanti kalau semuanya sudah selesai dan kita buat kejutan untuk mereka, bagaimana?" Rey cuma diam. Tidak membenarkan mau pun menolak, masalahnya ia bimbang juga apa harus percaya dengan ucapan nenek dan kakek atau kejadian yang dilihatnya secara nyata.
Ketika Syifa beristirahat di kamar, Rey menghampiri dengan langkah ragu. Ekspresinya kalut saat memandang Bunda yang memberikan senyuman hangat.
"Rey kenapa gitu mukanya, dari tadi juga begitu. Kenapa? Bicara sama Bunda,"
"Nggak apa-apa Bunda, Ley cuma mau bobo siang ditemani Bunda. Boleh nggak?"
"Tentu saja sayang, ayo berbaring." Sesudah Rey naik di atas ranjang, Syifa menyalakan AC agar anak angkatnya itu tidak merasa kepanasan.
"Bunda, bagaimana kabal Paman Hali?" tanya Rey sekedar berbasa-basi.
"Baik, kalau Rey mau nanti kita telepon dia ya?" Rey mengiyakan dan kali ini ada senyuman. Namun perlahan menghilang seiring tatapan mendalam diarahkan kepada Syifa.
"Bunda, Ley mau tanya,"
"Mau tanya apa?"
"Apa Bunda sedang suka sama seseolang?" Syifa terperanjat lalu melihat pada Rey. Tanpa sadar dia bergumam, tak tahu harus mengatakan apa.
"Jangan bohong sama Ley Bunda," kata Rey ketika melihat raut wajah Syifa yang panik. Untuk sesaat wanita itu menarik napas dalam-dalam agar dapat tenang.
Barulah dia mengungkapkan perasaannya, "Iya Rey ... Bunda lagi suka seseorang," wajah Syifa mendadak memerah. "Bunda ... suka sama ... Paman Hali," gumamnya pelan.
Rey mengerjapkan mata mencoba menelaah informasi setiap kata yang keluar dari mulut Ibunda tercintanya itu sementara orang yang baru saja mengaku menutup wajah. Dia sangat malu.
"Bunda suka sama Paman Hali?" Syifa mengangguk dengan masih mempertahankan posisi tangannya.
"Apa Paman Hali tahu kalau Bunda suka sama dia?" Kali ini jawabannya menggeleng.
"Bunda belum tahu bagaimana perasaan Paman Hali jadi Bunda rasa-" sebuah pelukan tiba-tiba diberi oleh Rey. Akibatnya dia beserta Rey jatuh sebab tak bersedia.
"Yey! Bunda suka sama Paman Hali!" seru Rey riang. Beberapa kali diucapkan kalimat tersebut dengan suara nyaring.
Jelas si Ibu angkat panik dan menutup mulut Rey. "Sst ... pelan-pelan saja, bagaimana jika ada orang yang dengar. Bunda masih ragu sama perasaan Paman Hali jadi rahasiakan ini hanya kita berdua saja yang tahu. Jangan bilang sama siapa-siapa terutama Paman Hali, mengerti?"
Rey mengiyakan seraya mempertahankan senyumnya yang lebar. Anak kecil itu kembali bersorak namun kali ini nada yang dipakai seperti orang berbisik. Jelas hal tersebut mengundang tawa kecil dari Syifa. Dia merasa terhibur.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!!