Chereads / D I L E M A / Chapter 56 - Anggur Merah (2)

Chapter 56 - Anggur Merah (2)

"Apa itu?" tanya Syifa penasaran sembari melihat barang belanjaan Hali. Entah kenapa botol kaca yang ada di dalam tas itu membuatnya tertarik.

"Tak usah penasaran, benda ini khusus untukku," balas Hali. Tangannya mencoba menghalangi pandangan dari si sekretaris.

"Sirup?" Hali mendengus. Kalau dia tak bilang nanti Syifa memaksa dan lain lagi jika pria itu mengatakan yang sebenarnya.

Tidak keduanya ia memilih berjalan lebih cepat meninggalkan wanita bertubuh mungil tersebut alhasil Syifa kelimpungan sendiri sebab harus memegang belanjaan miliknya sendiri.

Sampai di hotel pun demikian. Hali tak membantu sama sekali yang menyebabkan Ibu angkat Rey segera menuju kamar hotel tanpa ambil pusing barang belanjaan si bos.

Pria berbadan jangkung itu tersenyum puas. Dia buru-buru masuk ke dalam, mengunci dan mulai unboxing. Diambilnya gelas kecil lalu menuangkan minuman.

Hali menampilkan semringah sesaat setelah meminum anggur merah yang dibeli. Sungguh rasanya tidak mengecewakan. Sedang asik menikmati, tiba-tiba saja suara ketukan membuat ia kaget.

Selekas mungkin Hali menyembunyikan dua botol itu. Berharap jika yang datang bukanlah petugas hotel. Melihat sosok wanita bertubuh mungil dari lingkaran kaca yang letaknya di pintu, dia lega sesaat sebelum akhirnya panik lagi sebab orang yang datang ialah Syifa.

"Ada apa?"

"Cuma mau berkunjung saja tak boleh ya?" Syifa balik bertanya dari balik pintu.

"Pergilah, ini sudah malam. Bagaimana jika ada orang yang lihat kau masuk ke dalam kamarku, itu tak baik," tegur Hali.

"Tapi aku ingin bicara sebentar saja," Syifa memohon. Hali sebenarnya ingin menolak hanya saja karena berpikir cuma sebentar maka tidak salah membiarkan wanita muda itu masuk.

Syifa semringah kala mendengar suara kunci dan pintu terbuka menampakkan sang bos. Dia langsung menerobos masuk tanpa mengucapkan sepatah kata. Hali tentu saja jengkel akan tetapi dirinya mencoba bersabar dengan menutup pintu.

Ketika Hali beranjak ke ruang tamu dia menemukan sekretarisnya itu memegang botol anggur merah. Senyuman penuh kemenangan tercetak jelas pada wajah Syifa.

"Wah bos aku tak menduga kau membeli barang seperti ini, hmm bagaimana ya jika aku ...." menggunakan ekor mata wanita itu bisa melihat jelas betapa paniknya Hali sekarang. Entah kenapa dia suka melihat bosnya yang angkuh menjadi cemas.

"Syifa tolong jangan laporkan aku. Aku janji tidak akan minum lagi setelah ini," bujuk Hali.

"Baiklah aku tidak akan mengatakannya pada siapa pun asal bos mengizinkanku untuk minum denganmu." sepasang mata Hali membola saat menatap Syifa. Tak percaya apa yang dikatakan oleh bawahannya.

Seketika detik itu juga pria bertubuh jangkung tersebut sadar jika dia sedang dipermainkan oleh sekretarisnya sendiri.

"Bagaimana?" Syifa memastikan. Kini Hali tak berkutik, dia harus mengiyakan permintaan kalau tidak sesuatu yang buruk akan terjadi.

Lantas wanita bertubuh mungil itu bersorak gembira dan meminta Hali agar duduk di sisinya. Diambil satu gelas kecil lagi lalu mereka minum bersama-sama.

"Kau yakin mau minum, nanti kau mabuk." kening Syifa mengkerut lalu tersenyum.

"Tenang saja meski aku kecil begini aku sangat jago dengan minuman," balasnya membanggakan diri.

"Tapi tak baik juga kalau ada seorang perempuan mabuk," Hali menasehati.

"Aku tidak akan mabuk, paham!" kekeh Syifa. Dia lalu meminum anggur merah di dalam gelas kecil.

"Baiklah kalau terjadi sesuatu jangan menangis ya." Hali kembali meminum  bagiannya terus menerus sampai satu botol habis.

Kepalanya sekarang terasa pusing dan dengan sepasang matanya yang kabur menatap Syifa. Wanita itu terlihat baik-baik saja. Tidak ada tanda jika dia sedang mabuk.

Pandangan Syifa terus tertuju pada tv yang menyala sementara mulutnya sibuk mengunyah kacang-kacangan. Entah sejak kapan cemilan itu ada.

"Syifa," panggil pria itu lemah.

"Hmm,"

"Kau kenapa tak terlihat mabuk? Padahal kita berdua minum banyak," tanya Hali tak mengerti.

Syifa tersenyum. "Sudah aku bilang aku tak akan mabuk. Ini keahlian tersembunyiku,"

"Berarti dulu kau pernah minum ya?"

"Yap, Jessica yang mengajarkanku." Hali lantas mendengus mendengar ucapan sang sekretaris.

"Jessica wanita nakal, dia mengajarkan sesuatu yang buruk kepada wanita polos sepertimu," racau pria itu.

"Jangan salahkan dia, memang sifatnya begitu!" bela Syifa. Hali kemudian menatap lagi dan cukup lama.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Syifa. Jujur dia merasa terintimidasi.

"Syifa, tiap kali aku punya masalah percintaan, aku pasti menceritakannya padamu tapi kau ... Kau tidak pernah bilang tentang kisah cintamu. Apa kau pernah menyukai seseorang?" Syifa melebarkan mata dan langsung membuang muka ketika  wajah Hali mendekat.

"Mm ... Bagaimana ya? Aku ... Tentu saja pernah memiliki hubungan dengan seseorang tapi itu masalah pribadi aku tak bisa mengatakannya," jawab Syifa.

"Oh ayolah bilang sama aku, aku janji tidak akan mengatakannya pada orang lain," Hali memaksa.

Wanita berusia 23 tahun tersebut diam masih berpikir keras. Diliriknya sang bos yang linglung akibat mabuk. Dengan keadaan seperti ini tidak mungkin Hali mendengarkannya jadi tidak apa-apa, kan?

"Ayo janji dulu, kelingkingmu mana?" pria mabuk itu segera memberikan kelingking dan ditaut segera oleh Syifa.

"Janji kelingking, ini adalah janji kita berdua. Tak ada yang boleh tahu." Hali menganggukan kepala linglung. Tanpa ambil pusing Ibu angkat dari Rey tersebut mulai bercerita.

"Kami bertemu di club tempat bekerja bedanya aku bagian cleaning service, dia melayani tamu. Dia ceria, baik dan seksi. Awalnya aku tak begitu menyukai sifatnya jadi kami tak terlalu dekat tetapi aku sering diminta untuk membawanya pulang ke kos-kosan. Di situlah kami menjadi dekat. Dia mulai menggodaku, mengajakku berlomba minum meski selalu kalah dan memelukku secara mendadak. Kami begitu sangat dekat waktu itu," tutur Syifa seraya tersenyum. Dia senang bisa bernostalgia dengan kenangan manis.

"Lalu perlahan semuanya menjadi intens. Dia sering menciumku. Pertama di tangan lalu merambat ke pipi dan berakhir di bibir. Kadang singkat namun juga dalam tapi anehnya hubungan kami hanya sebatas teman mau dibilang ada perasaan ada, tapi kami tidak pernah mengatakan satu sama lain sampai dia ...." wanita itu otomatis menghentikan ucapannya.

Cukup lama dia diam sementara mata mulai berkaca-kaca. Syifa menarik napas dan mengeluarkannya secara perlahan. "Dia meninggal. Aku beruntung bisa mengatakan perasaanku padanya tapi tetap saja dia adalah sahabatku yang baik ..."

Hali yang mabuk cuma menatap diam ketika wanita itu mengusap air matanya kasar. "Wah aku tak percaya jika sekretarisku yang aku pikir adalah seorang wanita polos ternyata pernah berciuman dan minum alkohol," ujar Hali tiba-tiba.

Tentu komentar si bos membuat Syifa terganggu. "Lalu bagaimana dengan bos? Bos pernah tidak berciuman?" tanya Syifa menantang.

"Aku tentu saja tahu berciuman, tapi aku ini pria baik-baik. Tidak seperti mantanmu, aku menjaga Marisa dengan baik dan tidak pernah menyentuhnya sebelum menikah," Hali meracau.

"Oh berarti bosku ini yang polos," ejek Syifa yang kemudian tertawa kecil.

Hali melempar pandangan kesal kepada teman wanitanya, tersinggung akan ucapan yang dilontarkan.

"Siapa bilang aku pria polos? Aku bisa mencium wanita!" sahut Hali tak mau mengalah.

"Benarkah? Buktikan!" tantang Syifa lagi.

Sebelum bisa tertawa, Hali menarik Syifa mendekat. Bibir mereka bersentuhan untuk beberapa saat. Mendadak otak wanita itu lumpuh hingga Hali mundur walau hanya menciptakan jarak yang tak berarti.

Matanya dan mata Hali saling bertemu. "K-kau men-menciumku?"

Dengan santai Hali membenarkan otomatis wajahnya memerah. Degup jantung meningkat dengan pesat tak tahu harus mengatakan apa lagi selain menampar pipi kiri orang yang mencium dia.

Akibatnya Pipi pria itu memerah disertai rintih kesakitan Hali memandang marah pada Syifa. "Kenapa kau menamparku?!" hardiknya.

"Karena kau menciumku tanpa izin!" sahut Syifa dengan suara keras juga.

"Tidak bisakah kau bilang padaku dulu! Aku pun akan kasih kalau kau minta baik-baik!" lanjut wanita itu. Diusap bibir merah merekah sebab ciuman singkat tersebut. Jujur ada perasaan senang tapi kemarahan Syifa jauh lebih besar.

"Ohh ... jadi bisa tidak aku menciummu?" tanya Hali tanpa perasaan bersalah. Bukannya menjawab Syifa menarik telinga sang bos.

"Terlambat bodoh! Kau membuatku tak enak sekarang!" Wanita yang bekerja sebagai sekretaris itu kemudian bergerak keluar dan menutup pintu kamar kasar.

Peristiwa tadi benar-benar membuat mood Syifa turun dalam sekejap.

❤❤❤❤

See you in the next part!!! Bye!