"Paman, kenapa diam?" tanya Rey kepada Hali. Pria itu langsung memutuskan kontak mata dari Syifa dan beralih pada Rey. Senyuman diukir kemudian Hali menggeleng.
"Tak apa-apa ayo kita pergi." Hali lalu menyalakan mesin mobil dan mereka pun pergi dari apartemen.
Selama perjalanan Rey terus menceloteh tentang rencana yang akan dia lakukan bersama Axelle sementara Syifa dan Hali sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Bunda, Bunda ...." Rey menggoyang lengan Syifa namun wanita itu tak merespon. Terang saja Rey bingung dirinya mencoba agar mendapat perhatian Syifa dengan mengerakkan lengan Bundanya kembali.
Belum ada respon yang membuat Rey agak kesal. Lantas Rey menyentuh wajah Syifa kemudian mengarahkan padanya. "Bunda, Bunda dengal, kan Ley?"
"Memangnya Rey mau bilang apa?"
"Lencana Ley sama Ayah nanti." ujar Rey dengan bibir yang mengerucut kesal.
"Maaf ya Rey, Bunda punya banyak pikiran jadi tak mendengar Rey tapi Bunda yakin kok rencana Rey sama Ayah pasti bagus semuanya." mata Rey lantas berbinar-binar, dia sekarang gembira dengan ucapan Syifa.
"Jelas Ley yang buat." Syifa tersenyum. Dibelainya rambut Rey penuh kasih sayang dan memberikan pelukan hangat.
Setibanya di kantor Syifa menitipkan Rey dan pergi ke kantornya. Sebagai sekretaris yang harus membuat jadwal untuk bosnya jelas Syifa memiliki banyak sekali pekerjaan.
Tapi entah kenapa hari itu dia sama sekali tak bisa berkonsentrasi layaknya hari di mana Syifa sakit. Apa karena dia terlalu memikirkan Rey dan Axelle?
Syifa membuang napas berat. Dia memijit pelan pangkal hidungnya beharap pening yang dia rasakan agak mereda. Telepon berdering membuat Syifa mendecak kesal.
Kenapa harus di saat seperti ini ada telepon yang datang? Syifa segera mengangkat telepon tersebut dan mengatakan halo dengan nada kecut. "Halo."
"Syifa, kenapa belum ada jadwal untukku? Jangan pikir hanya karena kau punya masalah maka aku akan memberikanmu keringanan. Cepat bawa jadwalku ke sini!" telepon ditutup secara sepihak oleh Hali dan terang saja menciptakan kekesalan dari Syifa.
Pria itu ternyata melakukan balas dendam. Dasar bos egois, kekanak-kekanakan semua keburukan ada pada pria itu. Syifa lantas berdiri dan masuk ke dalam kantor Hali sesaat sebelumnya dia mengetuk pintu.
Begitu berada di satu ruangan dengan Hali, pria itu tak berhenti memandang tajam ke arah Syifa. Jengkel, sudah pasti walau demikian Syifa tak akan berbuat sopan kepada Hali bagaimana pun dia masih atasan dan Syifa adalah bawahannya.
"Maaf Tuan saya tak sengaja. Sebenarnya saya sudah buat tapi saya lupa berikan pada anda." Hali memberikan tatapan melotot namun dibalas oleh Syifa dengan senyuman yang dibuat-buat.
"Lain kali berikan padaku lebih cepat. Awas saja kau seperti ini lagi. Keluar." Syifa langsung melangkah keluar tanpa basa-basi. Dia pun sampai tak sadar saking kesal kepada Hali Syifa sudah tak memikirkan lagi masalah yang menimpanya.
Di tempat penitipan anak datanglah Axelle dengan membawa satu tas yang akan dia berikan kepada Rey. Dia lalu bercakap-cakap sebentar pada orang yang menjaga, meyakinkan kalau Rey adalah putranya.
Tidak menunggu lama Axelle dipertemukan dengan anak kandungnya itu. "Ayah!" seru Rey girang. Dia berlari menggapai Axelle dan pria itu langsung memberikan pelukan sekaligus menggendong Rey.
Dia juga mengecup berkali-kali pipi gembul milik putranya itu. "Ley lindu Ayah."
"Ayah juga rindu sama Rey. Bagaimana kabarmu? Sehat, kan?" Sebagai jawaban Rey mengangguk namun tak sampai melepaskan pelukannya dari Axelle.
"Eh Ayah punya hadiah loh buat Rey, mau lihat?"
"Mau." Rey bergegas turun dari gendongan Ayahnya. Axelle pun menurunkan Rey lalu menempatkan tas tersebut di depan Rey dan dia.
"Coba buka." karena bersemangat sekaligus penasaran Rey bersemangat dalam membuka isi tas yang di bawa oleh Ayahnya. Sepasang matanya berbinar-binar saat menemukan mainan robot sekaligus pedang mainan yang pernah dilihatnya dalam sebuah film.
"Suka?"
"Iya. Ini kelen sekali, makasih Ayah."
"Sama-sama. Dicoba dong mainannya!" tanpa berlama Rey membuka bungkusan dan segera mencobanya. Tak lupa dia memperlihatkan pada teman-temannya.
Kala itu Axelle sibuk menghubungi Syifa. Dia ingin meminta izin kepada wanita itu untuk mengajak Rey jalan-jalan. Hari ini Axelle telah bercuti dan akan menggunakan waktu sebaiknya hanya untuk Rey seorang.
Axelle juga sengaja menyelesaikan pekerjaan dalam seminggu agar bisa bermain dengan Rey seharian akan tetapi Syifa tak mengangkat satu pun telepon darinya. Axelle pun mencoba thinking positif, berpikir bahwa hari ini Syifa sangat sibuk makanya dia tak punya waktu.
Axelle kemudian mengatakan pada si pengasuh agar jika Syifa datang, dia bisa memberi tahu kalau Rey berada bersamanya. Pengasuh itu tampak tak keberatan dan Axelle memperoleh izin membawa Rey jalan-jalan sebentar.
Lantas Axelle mendekat kepada Rey dan mengatakan apa yang dia rencanakan. "Jalan-jalan? Mau tapi Bunda pasti malah kalau Ley nggak ada di sini." suara Rey terkesan sedih, mimiknya pun mendukung hal tersebut.
"Tidak ada yang marah kok, Ayah sudah meninggalkan pesan buat Bunda, nanti kalau sudah jam istirahat Ayah pasti akan bawa Rey ke sini lagi."
"Janji?" kelingking Rey terulur pada Axelle dan dia langsung mengulurkan jari kelingking milik Rey untuk ditautkan.
"Janji." senyuman langsung merekah dari sepasang ayah dan anak itu. Mereka pun pergi dari perusahaan Singgih untuk menjalankan rencana mereka berdua.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!